Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa-bangsa pendatang dan penjajah. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting sejak abad ke-7, yaitu sejak berdirinya Sriwijaya, kerajaan bercorak Hinduisme-Buddhisme yang berpusat di Palembang. Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan bangsa Tionghoa, India, dan juga Arab. Agama dan kebudayaan Hinduisme-Buddhisme tumbuh, berkembang, dan berasimilasi di kepulauan Indonesia pada awal abad ke-4 hingga abad ke-13 Masehi. Setelah itu, para pedagang sufi dan Islam sunni membawa agama dan kebudayaan Islam sekitar abad ke-8 hingga abad ke-16. Pada akhir abad ke-15, bangsa-bangsa Eropa datang ke kepulauan Indonesia dan berperang untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku semasa Zaman Penjelajahan. Setelah berada di bawah kolonial Belanda, Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda, memproklamasikan kemerdekaan di akhir Perang Dunia II, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Selanjutnya, Indonesia mendapat berbagai tantangan dan persoalan berat, mulai dari bencana alam, praktik korupsi yang masif, konflik sosial, gerakan separatisme, proses demokratisasi, dan periode pembangunan, perubahan dan perkembangan sosial–ekonomi–politik, serta modernisasi yang pesat.
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan rumpun bangsa, Indonesia terdiri atas bangsa asli pribumi yakni Austronesia dan Melanesia di mana bangsa Austronesia yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak mendiami Indonesia bagian barat. Dengan suku Jawa dan Sunda membentuk kelompok suku bangsa terbesar dengan persentase mencapai 57% dari seluruh penduduk Indonesia.[21] Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika" (Berbeda-beda tetapi tetap satu), bermakna keberagaman sosial-budaya yang membentuk satu kesatuan negara. Selain memiliki penduduk yang padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar ke-2 di dunia.
Kata "Indonesia" berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Indus yang merujuk kepada Sungai Indus di India dan nesos yang berarti "pulau".[22] Jadi, kata Indonesia berarti wilayah "kepulauan India", atau kepulauan yang berada di wilayah Hindia; ini merujuk kepada persamaan antara dua bangsa tersebut (India dan Indonesia).[23] Pada tahun 1850, George Windsor Earl, seorang etnolog berkebangsaan Inggris, awalnya mengusulkan istilah Indunesia dan Malayunesia untuk penduduk "Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu".[24] Murid Earl, James Richardson Logan, menggunakan kata Indonesia sebagai sinonim dari Kepulauan India.[25][26] Namun, penulisan akademik Belanda di media Hindia Belanda tidak menggunakan kata Indonesia, tetapi istilah Kepulauan Melayu (Maleische Archipel); Hindia Timur Belanda (Nederlandsch Oost Indië), atau Hindia (Indië); Timur (de Oost); dan bahkan Insulinde (istilah ini diperkenalkan tahun 1860 dalam novel Max Havelaar (1859) yang ditulis oleh Multatuli mengenai kritik terhadap kolonialisme Belanda).[14]
Sejak tahun 1900, nama Indonesia menjadi lebih umum pada lingkungan akademik di luar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia menggunakannya untuk ekspresi politik.[14]Adolf Bastian dari Universitas Berlin memasyarakatkan nama ini melalui buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipels, 1884–1894. Pelajar Indonesia pertama yang menggunakannya ialah Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara), ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda yang bernama Indonesisch Pers Bureau pada tahun 1913.[23]
Gelombang migrasi manusia modern pertama kali sampai di kepulauan Indonesia melalui jalur darat sekitar 60.000 tahun yang lalu. Gelombang pertama ini menjadi nenek moyang dari bangsa Melanesia.[40][41] Kemudian sekitar 3.500–1.500 SM, bangsa Austronesia yang berasal dari Taiwan tiba melalui jalur laut dan menetap di kepulauan Indonesia. Sebagian bangsa Melanesia yang telah ada lebih dahulu terdesak ke wilayah-wilayah timur jauh, sementara sebagian lagi berasimilasi dengan pendatang tersebut.[40][42][43] Manusia yang menetap tersebut kemudian mengembangkan budaya bercocok tanam dan melaut.[44]
Kandis diduga merupakan kerajaan tertua di Nusantara (kepulauan Indonesia) yang berdiri pada abad ke-1 SM dan terletak di daerah yang saat ini menjadi wilayah Provinsi Riau, tetapi keberadaannya masih sering diperdebatkan oleh para sejarawan, karena tidak adanya bukti yang jelas atas kerajaan ini.[45] Keberadaan Salakanagara yang berdiri pada abad ke-1 Masehi di daerah sekitar Cianjur, Jawa Barat juga masih menjadi perdebatan oleh para ahli karena kurangnya bukti-bukti sejarah, meskipun kerajaan ini merupakan cikal bakal Tarumanagara.[45]
Dua kerajaan tertua Nusantara yang memiliki bukti-bukti sejarah adalah Kutai Martapura di wilayah Kalimantan Selatan saat ini dan Tarumanagara di wilayah barat Pulau Jawa, yang sama-sama berdiri pada abad ke-4 Masehi.[46] Kedua kerajaan tersebut dibuktikan memiliki corak Hindu-Buddha, sehingga dapat dipastikan bahwa Agama Hindu dan Agama Buddha telah berkembang di Nusantara sekurang-kurangnya dari abad ke-4 M.[47] Banyak kerajaan bercorak Hindu-Buddha lainnya yang kemudian terbentuk setelah itu.
Sriwijaya, yang berbentuk kedatuan dan bercorak Buddha, berdiri di Nusantara pada abad ke-7 Masehi, kemudian berkembang menjadi salah satu kemaharajaan terbesar di Nusantara, serta negara monarki dengan masa berdiri terlama di Asia Tenggara.[48] Pada masa kejayaannya, Sriwijaya melingkupi Sumatra, Malaya, Kra, Jawa, Kalimantan, Kamboja, dan Vietnam,[49][50] serta berkuasa dalam mengendalikan aktivitas pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran penting di dunia. Banyak budaya asing yang mempengaruhi dan berasimilasi dengan budaya-budaya lokal.[51] Sejak diperintah oleh Balaputradewa pada pertengahan abad ke-9, Sriwijaya juga berada di bawah kekuasaan Wangsa Sailendra.[52] Nama Sriwijaya diperkirakan mulai meredup dan runtuh pada awal abad ke-11 dan digantikan oleh Dharmasraya, lalu oleh Pagaruyung pada abad ke-14.[53]
Medang, yang diperintah oleh Wangsa Sailendra, berdiri di wilayah Jawa Tengah saat ini pada abad ke-8.[54][55] Pada abad ke-10, pusat pemerintahannya dipindahkan ke Jawa Timur dan para penguasa setelah kepindahan tersebut dikelompokkan dalam Wangsa Isyana.[56] Pada tahun 1016, Medang runtuh akibat pemberontakan yang menewaskan raja terakhir beserta banyak kerabatnya.[57]Airlangga, menantu raja tersebut, membangun ulang kerajaan dan mendirikan negara Kahuripan pada tahun 1019,[58] yang kemudian terpecah menjadi Kadiri dan Janggala pada tahun 1042. Janggala lalu ditaklukkan oleh Kadiri pada tahun 1135. Ken Arok dari Wangsa Rajasa kemudian menaklukkan Kadiri dan mendirikan Singasari pada tahun 1222. Singasari runtuh pada tahun 1292 akibat pemberontakan yang dipimpin oleh Jayakatwang (sisa Wangsa Isyana), tetapi berhasil ditumpas setahun kemudian oleh Raden Wijaya.[55][56]
Islam mulai dibawa masuk ke Nusantara oleh para pedagang dan para ulama berkebangsaan Arab, Persia, Gujarat, dan Tionghoa pada abad ke-7 Masehi.[62][63]Aceh menjadi pusat penyebaran agama Islam pertama di Nusantara,[64] serta menjadi lokasi negara kesultanan pertama yang pernah berdiri di Nusantara, yaitu negara Jeumpa yang berdiri pada abad ke-7 dan menguasai wilayah Kabupaten Bieruen saat ini.[65] Setelah Sriwijaya runtuh pada abad ke-11, Islam mulai menyebar ke berbagai daerah di Sumatra dan membuat beberapa kerajaan Hindu-Buddha di Sumatra beralih menjadi kesultanan Islam. Aceh (berdiri pada tahun 1496) menjadi kesultanan terbesar di Pulau Sumatra yang mencapai masa kejayaannya di bawah perintah Iskandar Muda (1607–1636).[66]
Islam mulai diperkenalkan dan menyebar secara luas di kepulauan Indonesia lainnya pada abad ke-15.[67] Setelah keruntuhan Majapahit, kesultanan-kesultanan Islam Nusantara mulai berdiri dan berkembang pesat. Lumajang (berdiri pada akhir abad ke-13) diperkirakan merupakan kesultanan Islam yang paling tua meskipun belum ada bukti-bukti pendukung yang cukup.[68] Kesultanan pertama di Pulau Jawa yang dapat dibuktikan oleh para sejarawan adalah Demak dan Cirebon, yang sama-sama berdiri pada abad ke-15 dan menjadi salah satu negara terbesar di Jawa.[69][70]Mataram, yang didirikan pada tahun 1586 oleh Wangsa Mataram, juga menjadi salah satu negara berpengaruh di Jawa, sebelum akhirnya terpecah melalui Perjanjian Giyanti.[71][72]
Beberapa kesultanan baru mulai berdiri di Kalimantan sejak abad ke-14 seiring dengan meningkatnya pengaruh Islam, bahkan beberapa kerajaan Hindu-Buddha beralih menjadi kesultanan. Brunei berhasil mencapai masa kejayaannya pada abad ke-15 setelah menguasai seluruh pesisir Kalimantan.[73]Banjar (berdiri pada tahun 1520) berkembang menjadi salah satu negara terbesar di Pulau Kalimantan setelah menguasai pesisir selatan Kalimantan,[74] sebelum akhirnya merosot pada abad ke-18 dan dihapuskan oleh pemerintah kolonial pada tahun 1905.[75]
Dua kesultanan dengan pengaruh besar di Kepulauan Maluku adalah Ternate dan Tidore, yang berpusat di wilayah Maluku Utara saat ini.[77] Kedua kesultanan ini mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah, tetapi kemudian mengalami kemunduran semenjak diadu domba oleh bangsa asing dan akhirnya runtuh di tangan VOC.[78]
Kesultanan-kesultanan Islam mulai merosot ketika bangsa-bangsa asing masuk dan menguasai tanah Nusantara. Belanda yang membentuk Hindia Belanda bahkan membubarkan hampir seluruh monarki di wilayah kolonialnya.[79]
Demi mencari rempah-rempah yang sulit didapatkan setelah jalur perdagangannya terputus akibat jatuhnya Konstantinopel ke tangan bangsa Turki Utsmani pada tahun 1453,[85] armada Portugis di bawah kepemimpinan Afonso de Albuquerque melakukan ekspedisi ke timur Eropa hingga sampai di negara Melaka dan memulai sejarah kolonialisme di Nusantara dengan menyerang dan menduduki negara itu.[86][87]Demak yang merasa terancam lalu mengirim armada laut ke Melaka pada tahun 1453 untuk menyerang balik armada Portugis, tetapi usahanya gagal.[87] Pada tahun 1512, Albuquerque mengirimkan armada laut yang dipimpin oleh António de Abreu dan Francisco Serrão menuju Kepulauan Maluku demi memonopoli perdagangan cengkih dan pala[88]Bayanullah (sultan Ternate saat itu) mengizinkan armada Portugis untuk membangun Benteng Kastela dan memonopoli perdagangan rempah-rempah di Ternate dengan imbalan bantuan militer, karena Ternate pada saat itu sedang bermusuhan dengan Tidore.[87]
Armada Spanyol yang melakukan ekspedisi ke barat Eropa melanjutkan ekspedisi di bawah kepemimpinan Juan Sebastián Elcano setelah kehilangan banyak pasukan di Filipina dan akhirnya tiba di Kepulauan Maluku pada tanggal 8 November 1521, tetapi kedatangannya ditentang oleh armada Portugis yang terlebih dahulu ada di sana dan menganggap Spanyol melanggar Perjanjian Tordesillas. Bangsa Spanyol bersekutu dengan Tidore untuk melawan Ternate dan Portugal.[89] Persaingan kubu Ternate–Portugal vs. Tidore–Spanyol berujung pada meletusnya perang antarkubu, yang berakhir dengan kekalahan kubu Tidore–Spanyol dan penandatanganan Perjanjian Zaragoza pada tanggal 22 April 1529, yang membuat armada Spanyol harus angkat kaki dari Maluku dan kembali ke Filipina.[90]
Sementara itu, armada Portugis ingin meneruskan ambisi memperbesar koloni di Nusantara dengan cara menguasai Selat Sunda dan akhirnya mereka membuat perjanjian dengan Prabu Surawisesa (raja Sunda saat itu) pada tahun 1522, yang mengizinkan pendirian benteng di Banten dan Sunda Kelapa bagi armada Portugis dengan imbalan bantuan militer untuk menghadapi Demak dan Cirebon. Namun, kerja sama tersebut tidak pernah terlaksana, karena armada yang dikirim untuk melaksanakan perjanjian itu terseret dalam badai topan di Teluk Benggala dan beberapa pasukan yang tiba di Sunda dengan selamat diserang oleh pasukan Fatahillah yang sedang menyerbu Sunda, sehingga armada Portugis akhirnya meninggalkan Selat Sunda.[88]
Setelah kepergian Spanyol, bangsa Portugis mulai mencoba untuk memperbesar pengaruh mereka, sementara Ternate mulai menyadari bahwa Portugal sudah terlalu banyak ikut campur urusan internal negara, terutama atas suksesi takhta. Tewasnya Khairun Jamil (sultan Ternate) oleh pasukan Portugis memantik kemarahan rakyat Ternate dan memicu Perang Ternate–Portugal. Ternate dan sekutunya berhasil memenangkan perang dan mengusir sebagian besar pasukan Portugis yang lari menuju Nusa Tenggara.[90] Pengaruh bangsa Portugis di Nusantara semakin berkurang setelah bangsa Belanda mulai masuk ke Nusantara dan akhirnya hanya tersisa di wilayah Pulau Timor bagian timur menurut Perjanjian Lisboa.[91]
Berbekal rute pelayaran armada Portugis sebelumnya, armada kapal Belanda di bawah kepemimpinan Cornelis de Houtman memulai ekspedisi pertamanya untuk mencari rempah-rempah di Timur, hingga akhirnya sampai di Banten pada tanggal 27 Juni 1596, serta berhasil menyusuri pesisir utara Jawa hingga ke Bali dalam kurun waktu setahun. Tabiat buruk Houtman dan anak buahnya membuat mereka sering berseteru dengan penduduk lokal di sepanjang perjalanan, meskipun mereka akhirnya sukses membawa serta peti-peti berisi rempah dalam jumlah banyak kembali Belanda.[92] Pada tahun 1598–1600, para pedangang Belanda membentuk rombongan ekspedisi yang dipimpin oleh Jacob Corneliszoon van Neck agar dapat mengulang kesuksesan tersebut. Mereka berusaha menarik hati para penduduk dan penguasa lokal untuk tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan armada Portugis dan rombongan Houtman. Setelah itu, berbagai kapal milik para pedagang Belanda lainnya menyusul untuk memperoleh dan menguasai rempah-rempah di Nusantara.[92]
Dewan Negara Belanda membentuk suatu serikat dagang pada tanggal 20 Maret1602bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) untuk mengurangi persaingan di antara para pedagang rempah Belanda. Dalam piagam "oktroi" (octrooi), VOC diperbolehkan untuk memiliki angkatan perang sendiri, mencetak mata uang sendiri, serta memonopoli perdagangan dan menekan penguasa-penguasa lokal di kawasan Nusantara.[93] Pada tahun 1603, VOC mulai membangun pos-pos perdagangan di Banten, Ambon, Jayakarta, dan lain-lain. Sejak tahun 1604, VOC bersaing ketat dengan armada Perusahaan Hindia Timur Britania (EIC) yang juga tiba di Nusantara demi tujuan yang sama.[94] Pada tanggal 19 Desember 1610, Pieter Both ditunjuk sebagai gubernur jenderal pertama di Nusantara, yang kemudian menetapkan Ambon sebagai pusat pemerintahan.[93] Pada tanggal 30 Mei 1619, Jan Pieterszoon Coen (gubernur jenderal yang baru) memerintahkan armada kapal VOC untuk menyerang Jayapura dan Banten, serta mendirikan Batavia yang kelak menjadi pusat pemerintahan. Pada tahun 1620, VOC dan EIC membuat perjanjian perdagangan rempah-rempah, tetapi hubungan tersebut putus sejak armada Inggris berangsur-angsur meninggalkan wilayah Nusantara setelah terjadinya Pembantaian Amboina terhadap beberapa orang Inggris pada tahun 1623.[95] Istilah "Hindia Belanda" (Nederlandsch-Indië) mulai digunakan di dalam dokumen resmi VOC sejak awal tahun 1620-an.[96] VOC menjadi badan usahaswasta yang sangat sukses selama abad ke-17 dan bahkan menjadi perusahaan terkaya di dunia pada tahun 1669. VOC lihai dalam melakukan politik adu domba antarkerajaan kecil dan memaksa para penguasa lokal untuk menandatangani perjanjian damai (misalnya Perjanjian Painan). VOC saat itu menguasai Pulau Jawa, Painan, Makassar, Manado, Pulau Seram, dan Pulau Buru.[97]
Mulai tahun 1730, kejayaan VOC mulai merosot akibat korupsi di tubuh VOC, ketidaksiapan dalam memenuhi permintaan pasar yang berubah, serta pergolakan yang terus-menerus terjadi di Eropa dan di Nusantara.[100] Pergolakan di Nusantara, misalnya, yaitu pembantaian orang-orang Tionghoa di Batavia pada tahun 1740 yang dikenal dengan peristiwa Geger Pacinan, yang kemudian memicu Perang Jawa (1741–1743) dan Perang Kuning (1750).[101] Lalu pada tahun 1771–1772, Perang Bayu pecah di Blambangan dan memakan korban jiwa yang sangat besar dari penduduk lokal dan pasukan VOC.[102] Setelah perang melawan Inggris (1780-1784) berakhir, VOC mengalami krisis finansial yang sangat buruk yang membuatnya hampir tidak dapat beroperasi. VOC diambil alih oleh Bataaf (penerus Belanda) sejak tanggal 1 Maret1796 untuk mengatasi krisis tersebut, tetapi akhirnya gagal. Pada tanggal 31 Desember 1799, VOC resmi berhenti beroperasi, sementara aset-asetnya (termasuk koloni VOC) diambil oleh Pemerintah Bataaf,[103] sebelum akhirnya jatuh ke tangan Prancis enam tahun kemudian.
Armada gabungan Britania Raya dan EIC berangkat menuju Hindia Belanda pada tahun 1809 untuk merebut wilayah tersebut dari Prancis dan aknirnya berhasil menguasai Kepulauan Maluku setahun setelahnya.[110] Pada bulan Agustus 1811, armada Britania mulai menyerbu Pulau Jawa dan menduduki satu per satu pos milik Prancis dan Belanda di Jawa, hingga pasukan Jan Willem Janssens (Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu) yang lari dari Batavia akhirnya takluk di Salatiga. Pada tanggal 18 September, pihak Belanda menyerahkan kekuasaan atas Hindia Belanda secara resmi kepada armada Britania melalui Perjanjian Tuntang.[111][112]
Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai Letnan Gubernur Jawa oleh pihak Britania Raya.[113] Raffles merombak aturan Belanda yang memberatkan penduduk lokal, seperti Heerendiensten dan perbudakan, tetapi sebagai gantinya menerapkan sistem land tenure (pajak sewa tanah yang dibayarkan oleh penduduk lokal kepada pemerintah kolonial sebagai "tuan tanah") serta menaikkan pajak perorangan. Raffles membentuk pemerintahan yang lebih terpusat dengan tetap mempertahankan para pegawai negeri asal Belanda di tubuh pemerintahannya. Raffles juga berusaha bernegosiasi dengan para penguasa lokal sembari mengurangi hak-hak khusus mereka, serta melancarkan operasi militer kepada penguasa yang membangkang, seperti dalam peristiwa Geger Sepehi di Keraton Yogyakarta.[114][115] Raffles dikenal sebagai peminat sejarah, budaya, dan masyarakat Jawa yang berhasil menyingkap banyak situs kuno yang telah terkubur dan dilupakan pada saat itu, seperti Candi Prambanan (Sleman dan Klaten), Candi Borobudur (Magelang), dan situs-situs Trowulan,[116][117] yang kemudian ditulisnya dalam buku berjudul The History of Java yang terbit pada tahun 1817.[118][119] Selama pemerintahannya, Gunung Tambora di Pulau Sumbawa meletus dengan dahsyat mulai pada tanggal 5 April 1815 dan mencapai puncak erupsi pada tanggal 10–11 April dengan perkiraan skala VEI-7, kemudian berangsur-angsur mereda hingga tanggal 17 April.[120][121] Erupsi ini menyebabkan 71 ribu korban jiwa,[120] serta mungkin menjadi penyebab tahun tanpa musim panas (1816) yang memakan korban belasan ribu jiwa.[122]
Belanda yang keluar dari Kekaisaran Prancis menyetujui suatu perjanjian bersama pihak Britania pada tahun 1814, yang membuat Britania Raya harus mengembalikan koloni milik Belanda sebelum tahun 1803. Perjanjian itu berlaku efektif pada tahun 1815 dan diikuti oleh penurunan jabatan Raffles setahun setelahnya. Koloni di Nusantara sejak tahun 1803 tetap milik Britania Raya, termasuk Bencoolen (Bengkulu), sehingga Raffles dikirim kembali ke Nusantara sebagai Letnan GubernurBencoolen pada tahun 1818 dan melakukan eksplorasi ke wilayah Sumatra, Semenanjung Malaya, dan Pulau Ujong (Singapura), meskipun ia dan pasukannya sering kali berseteru dengan pasukan Belanda yang juga ingin memperluas koloninya.[123]
Pada tanggal 28 Agustus 1814, Belanda membentuk angkatan militer Hindia Belanda yang bernama Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL).[124] Setelah lepas dari pengaruh Prancis, Belanda mulai mengklaim koloninya kembali satu per satu dan akhirnya berhasil mengambil alih koloni milik Belanda seperti sedia kala pada tahun 1816. Komisariat Jenderal Hindia Belanda yang dibentuk untuk menata ulang pemerintahan Hindia Belanda kemudian membentuk suatu regeringsreglement (peraturan pemerintah) yang mengatur struktur pemerintahan selama beberapa dekade ke depan serta menyiratkan pandangan politik Pax Nederlandica, yaitu cita-cita Belanda untuk mengolonisasi seluruh Nusantara dan melemahkan kekuasaan penguasa lokal.[125][126] Demi mewujudkan cita-cita tersebut, pemerintah kolonial mulai mengerahkan KNIL ke seluruh kawasan Nusantara demi memperluas wilayah kolonial Hindia Belanda. Pada tahun 1830, Johannes van den Bosch (Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu) mengakali pengeluaran berlebih yang ditimbulkan oleh ekspedisi KNIL dengan mengeluarkan aturan Cultuurstelsel, yang memaksa pribumi (inlander) menyediakan 20% tanah pertanian untuk tanaman komoditasekspor Belanda atau bekerja di tanah pertanian milik pemerintah selama 60 hari per tahun.[127] Kebijakan ini terbukti menyelamatkan kas milik pemerintah kolonial, tetapi membuat penduduk lokal semakin sengsara, yang ditambah dengan munculnya bencana kelaparan hebat dan wabah penyakit pada tahun 1840-an.[128] Para penduduk setempat yang merasa sengsara di bawah pemerintahan kolonial mulai melakukan sejumlah pemberontakan dan perlawanan.[129]
Pemberontakan oleh rakyat Maluku di bawah komando Pattimura pecah pada bulan Mei 1817 dan berakhir dengan penangkapan dan penjatuhan hukuman gantung terhadap Pattimura dan beberapa tokoh pejuang lainnya.[133]
Pasukan KNIL melakukan penyerangan untuk menguasai Palembang pada tahun 1819 dan dikalahkan oleh yang pasukan pimpinan Mahmud Badaruddin II (Sultan Palembang saat itu), lalu kembali melakukan penyerangan tiba-tiba ke Palembang dua tahun kemudian dan akhirnya berhasil melumpuhkan negara tersebut dan mengasingkan Badaruddin dan keluarganya ke Ternate.[134] Lalu, Hindia Belanda mengirimkan tentara KNIL untuk menaklukkan sisa-sisa pengikut negara bekas Palembang pada tahun 1851–1859.[135] Pada tahun 1864–1868, pasukan KNIL menaklukkan suku Basemah yang meneror Palembang dan Benkoelen (Bengkulu).[136]
Pada tahun 1821, pemerintah kolonial membantu kaum Adat (pendukung tradisi murni Minangkabau) dalam Perang Padri melawan kaum Padri (pendukung syariat Islam) yang terjadi sejak tahun 1803 di Pagaruyung, tetapi akhirnya kalah karena kekurangan pasukan dan menyepakati gencatan senjata dengan kaum Padri pada tahun 1825.[137] Belanda kembali melanjutkan Perang Padri pada tahun 1831, awalnya melawan kaum Padri tetapi kemudian juga melawan kaum Adat yang membelot,[138] hingga akhirnya berhasil memenangkan perang pada tanggal 28 Desember 1838 dengan merebut benteng-benteng kaum Padri dan meruntuhkan negara Pagaruyung.[139] Pada tahun 1841, penduduk Batipuh dan akhirnya beberapa daerah di Pesisir Barat Sumatra melakukan pemberontakan, tetapi berhasil diredam oleh tentara KNIL.[140] Pada tahun 1855–1864, Belanda melancarkan beberapa penyerbuan ke Pulau Nias untuk menaklukkan daerah tersebut.[135]
Pada tahun 1824, Bone membatalkan kerja sama dengan Belanda, sehingga pasukan KNIL dikerahkan untuk menduduki Sulawesi, tetapi kemudian kalah karena kekurangan pasukan, meskipun pemerintah kolonial lalu mengirim pasukan besar beserta artileri pada tahun 1925 untuk melakukan serangan balasan kepada keluarga sultan Bone,[143] hingga akhirnya berhasil menundukkan Bone pada tahun 1838.[144] Pasukan KNIL kembali dikerahkan pada tahun 1859 untuk menumpas pemberontakan Bone.[135]
Diponegoro beserta beberapa bangsawan memimpin rakyat Jawa untuk memberontak melawan Belanda dan Yogyakarta sejak tahun 1825,[145] meskipun akhirnya pasukan KNIL berhasil menumpas pasukan Jawa dan memaksa Diponegoro menyerah pada tanggal 28 Maret 1830 dan diasingkan ke Manado, lalu ke Makassar.[145] Pada bagian Pulau Jawa yang lain, para petani Banten yang sengsara akibat bencana dan wabah penyakit memberontak dengan melakukan kerusuhan pada tahun 1888, tetapi dengan cepat diredam oleh pasukan KNIL dalam waktu beberapa hari.
Pada tahun 1883, dimulai dengan Puncak Perbuwatan yang mulai mengeluarkan asap pada tanggal 20 Mei, Gunung Krakatau meletus dengan dahsyat selama berbulan-bulan hingga mencapai puncaknya pada tanggal 27 Agustus dan baru dinyatakan selesai pada bulan Oktober.[155] Letusan ini menyebabkan bencana hujan abu vulkanik, gempa bumi, tsunami, dan suara bising yang dahsyat, serta mengakibatkan rusaknya vegetasi di sekitar Selat Sunda dan jatuhnya korban jiwa akibat bencana yang berjumlah sekitar 36 ribu jiwa, serta diperkirakan menjadi penyebab musim dingin vulkanis global dalam kurun waktu empat tahun.[156][157]
Pada bulan September 1906, Belanda mengirimkan armada KNIL untuk menduduki kerajaan-kerajaan Bali yang masih bertahan dari pengaruh Belanda.[160] Raja dan para pemangku kerajaan Badung dan Tabanan yang kalah perang melakukan puputan,[161] sementara Dewa Agung Jambe II dari Klungkung awalnya menyerahkan diri dan bersedia menyetujui perjanjian dengan Belanda, tetapi kemudian melakukan pemberontakan bersama pasukannya pada bulan April 1908 yang lalu berhasil ditundukkan oleh armada KNIL.[160][162]
Pada tahun 1920-an, wilayah barat Pulau Papua dimasukkan ke dalam koloni Belanda dan sejak saat itu Hindia Belanda mencakup seluruh wilayah yang saat ini menjadi negara Republik Indonesia.[163]
Pada tanggal 17 September 1901, Wilhelmina, Ratu Belanda pada saat itu, mengemukakan Politik Etis, yang menyebutkan bahwa Kerajaan Belanda memiliki utang budi (eerschuld) terhadap kaum pribumiHindia Belanda, dan oleh karenanya mengumumkan program kebijakan Trias van Deventer demi membalas budi kaum pribumi, salah satunya adalah meningkatkan taraf pendidikan pribumi dengan membuka sekolah-sekolah. Kebijakan tersebut memberi sumbangsih terhadap kemunculan gerakan-gerakan kebangsa di tanah Hindia Belanda.[164]
Selain perjuangan politik, beberapa tokoh juga mendirikan sekolah-sekolah demi mencerdaskan kehidupan bangsa dan memperjuangkan emansipasi kaum wanita. Sekembalinya dari pengasingan, Ki Hadjar Dewantara mendirikan lembaga pendidikan Taman Siswa, yang dimulai pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta dan lalu menyebar ke seluruh Jawa dan bahkan ke luar pulau.[176][177] Sakola Istri (kemudian berganti menjadi Sakola Kaoetamaan Isteri) didirikan oleh seorang wanita priayi Sunda bernama Dewi Sartika pada tahun 1904 demi mencerdaskan kehidupan wanita di Tanah Sunda.[178]Kartinischool yang dibuka sejak tahun 1912 oleh Conrad van Deventer dan Elisabeth Maas terinspirasi dari surat-surat yang ditulis oleh Kartini, seorang wanita priayiJawa yang kritis akan masalah-masalah sosial di sekitarnya, termasuk masalah ketimpangan gender.[179]
Pada tanggal 23 Mei 1914, Henk Sneevliet membentuk serikat pekerja bernama Indische Sociaal Democratische Vereeniging dengan tujuan menyebarkan paham komunisme dan menentang pemerintah kolonial.[180] Pada bulan Mei 1920, ISDV berganti nama menjadi Persarekatan Kommunist India, kemudian mengganti namanya lagi menjadi Partij Kommunist Indonesia (PKI) pada tahun 1924.[181] Paham komunisme kemudian menyebar ke organisasi-organisasi lain, termasuk Sarekat Islam.[182] PKI mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial, yang dimulai di Labuan pada tanggal 12 November 1926 dengan menyerang para pegawai pemerintah di kediaman masing-masing. Pemberontakan meluas di wilayah Jawa dan Sumatra, hingga akhirnya berhasil diredam seluruhnya oleh pasukan militer KNIL pada tanggal 28 Februari 1927.[183][184] Sejak itu, PKI ditetapkan sebagai organisasi terlarang di Hindia Belanda.
Pada tahun 1908, Indische Vereeniging dibentuk oleh Soetan Kasajangan Soripada dan Noto Soeroto sebagai wadah pemersatu para pelajar Hindia di perantauan Belanda, yang kemudian menjadi wadah pelajar tersebut untuk menyuarakan pandangan politik.[185] Pada bulan September 1922, perkumpulan ini mengganti namanya menjadi Indonesische Vereeniging, menjadikannya sebagai organisasi pertama yang menggunakan nama "Indonesia". Organisasi ini kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI) dengan menggunakan versi bahasa Melayu sebagai nama resmi.[186] Selama Mohammad Hatta menjabat sebagai Ketua PI, beliau beserta beberapa tokoh lainnya pernah ditangkap oleh Pemerintah Belanda karena dituduh berkomplot dengan PKI, meskipun akhirnya dibebaskan karena kurangnya bukti.[187][188]
Pada tanggal 4 Juli 1927, Soekarno, Tjipto Mangoenkoesoemo, Sartono, dan Iskaq Tjokrohadisoerjo, mendirikan Persarekatan National Indonesia, yang kemudian berganti nama menjadi Partij National Indonesia (PNI) pada bulan Mei 1928, dengan tujuan memperjuangkan kemerdekaan atas wilayah Hindia Belanda tanpa kerja sama rezim kolonial Belanda.[189] Kepopuleran Soekarno dan PNI membuat pemerintah kolonial merasa terancam, sehingga Soekarno dan beberapa petinggi partai ditangkap pada bulan Desember 1929,[190][191] lalu dijatuhi pidana penjara pada tanggal 22 Desember 1930 atas dalih persekongkolan untuk menggulingkan pemerintah kolonial.[192] PNI lalu terpecah menjadi organisasi Pendidikan National Indonesia (PNI "Baru") dan Partij Indonesia (Partindo). Soekarno yang dibebaskan lebih awal pada tanggal 31 Desember 1931 kemudian memilih masuk ke Partindo dan kemudian menjadi ketua organisasi tersebut pada tanggal 28 Juli 1932.[193] Hatta yang pulang dari Belanda pada bulan Juli menjadi anggota PNI Baru dan akhirnya diangkat sebagai ketua pada bulan Agustus 1932.[194] Oleh karena tulisan-tulisan mereka yang mendukung dan mendorong kemerdekaan, Soekarno kembali ditangkap dan ditahan pada bulan Agustus 1933, diikuti oleh Hatta dan Sjahrir pada awal tahun 1934, lalu masing-masing diasingkan ke beberapa tempat yang berbeda.[195]
Menyadari maraknya gerakan-gerakan nasionalisme yang menuntut kemerdekaan dari kolonialismeBelanda, pemerintah kolonial mulai melarang dan menutup beberapa organisasi serta menangkap sejumlah tokoh pergerakan.[200]
Berbekal propaganda Gerakan 3A, Jepang awalnya diterima sangat baik oleh sebagian besar penduduk lokal Hindia Belanda yang mengalami kekerasan oleh pemerintah kolonial.[205] Namun kenyataannya, Jepang merekrut paksa banyak penduduk lokal untuk dijadikan pekerja paksa (rōmusha) dan wanita penghibur (ianfu) untuk menyokong pasukan mereka yang sedang berperang melawan Blok Sekutu, menyebabkan banyaknya penderitaan dan kematian akibat kekerasan, kecelakaan kerja, bencana kelaparan, dan penyakit kelamin.[206][207] Beberapa pemberontakan melawan pendudukan Jepang dilancarkan oleh penduduk setempat, tetapi dapat diredam dengan cepat oleh pasukan Jepang,[208] misalnya dua pemberontakan Tjirebon (Cirebon) dan satu pemberontakan Sukamanah yang dapat diredam oleh pasukan Jepang, insiden Peristiwa Mandor dan rangkaian Perang Dayak Desa,[209][210] serta pemberontakan rakyat Aceh melawan pasukan Jepang dan Sekutu sekaligus.[211]
Demi menggalang dukungan dari penduduk lokal, Jepang mulai menjanjikan kemerdekaan kepada tokoh-tokoh pergerakan. Pemerintah militer AD XVI mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada tanggal 1 Maret 1945 dan diresmikan pada tanggal 29 April dengan anggota berjumlah 67 orang dan ketua Radjiman Wedyodiningrat.[214] Sidang pertama pada tanggal 28 Mei hingga 1 Juni di Gedung Tyuuoo Sangi-in (sekarang Gedung Pancasila) mendiskusikan tentang ideologi negara. Pada hari terakhir, Soekarno berpidato mengenai lima dasar negara merdeka yang dinamakan "Pancasila".[215] Oleh karena sidang ini belum memberikan kata mufakat, Panitia Kecil dibentuk untuk merumuskan dasar negara, tetapi dirombak menjadi Panitia Sembilan pada tanggal 18 Juni,[216] dan akhirnya menghasilkan rumusan yang bernama Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni.[217] Sidang kedua pada tanggal 10–17 Juli membahas segala permasalahan mendasar suatu negara, hingga mencapai kata mufakat akan bentuk negara kesatuanrepublik, wilayah Indonesia Raya, dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagai konstitusi negara.[218] Di Sumatra, BPUPK serupa juga dibentuk oleh pemerintah AD XXV pada tanggal 25 Juli, tetapi tidak pernah sempat mengadakan sidang.[219]
Reka ulang oleh Soekarno pada tahun 1950 atau 1951.
Bermasalah memainkan berkas ini? Lihat bantuan media.
Jepang mengumumkan pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 7 Agustus.[220]Jepang menyerah kepada Blok Sekutu pada tanggal 15 Agustus, tetapi berita itu tidak diumumkan secara resmi di Hindia Belanda, meskipun akhirnya diketahui oleh para pemuda Menteng 31 melalui siaran BBC Radio, yang kemudian berpendapat bahwa kemerdekaan harus dideklarasikan sesegera mungkin dan tanpa melibatkan PPKI yang dianggap sebagai "boneka" Jepang.[221] Pada tanggal 16 Agustus dini hari, Soekarno dan Hatta yang tidak setuju akan pendapat itu diculik dan dibawa ke Rengasdengklok.[222] Setelah perundingan yang alot, Soekarno dan Hatta yang akhirnya setuju lalu kembali ke Jakarta, kemudian berkumpul bersama beberapa tokoh lain pada besok dini hari di kediaman Tadashi Maeda (sekarang Museum Perumusan Naskah Proklamasi) untuk merumuskan deklarasi kemerdekaan. Naskah deklarasi ditik oleh Sajuti Melik sesuai rancangan yang telah disepakati, serta ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta.[223]Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan di kediaman Soekarno (sekarang menjadi Taman Proklamasi) pada tanggal 17 Agustus 2605 tahun Jepang, sekitar pukul 10.00 waktu Jepang.[b][224] Setelah pidato proklamasi Soekarno, upacara pengibaran Sang Merah Putih pertama (kelak menjadi Bendera Pusaka) dilaksanakan di halaman rumah dan diiringi nyanyian Indonesia Raya oleh hadirin.[225]
Selama sebulan, berita mengenai deklarasi kemerdekaan Indonesia tersebar luas hingga ke luar Pulau Jawa, sehingga banyak penduduk "pro Republik" yang mulai menyerang orang-orang asing dan orang-orang "pro Belanda" demi merebut segala aset mereka.[230] Pada bulan September 1945, militer Britania Raya datang terlebih dahulu ke Indonesia, terutama ke Jawa, untuk mengamankan wilayah dengan dibantu oleh beberapa pasukan Jepang. Perang antara militer Britania melawan pasukan pro Republik pun pecah di berbagai tempat, seperti dalam peristiwa Penyerbuan Kotabaru, Pertempuran Bojongkokosan, Pertempuran Lima Hari di Semarang, dan Palagan Ambarawa.[231] Sementara itu, militer Belanda di bawah Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (NICA) secara bertahap masuk untuk menempati kembali pos-pos Belanda di Indonesia. Pada tanggal 10 November (sekarang menjadi Hari Pahlawan), tentara Britania Raya memulai Pertempuran Surabaya yang berlangsung selama bebeberapa hari dan menyebabkan belasan ribu korban jiwa berjatuhan.[232] Pertempuran tersebut menyadarkan pihak Britania Raya dan Belanda bahwa pemerintahan Republik didukung secara luas oleh rakyat setempat.[233] Britania Raya mulai mengambil sikap netral setelahnya, tetapi NICA dan para pendukung Belanda tetap melancarkan serangan terhadap pasukan pro republik pada akhir tahun 1945, seperti pada Pertempuran Medan Area, Peristiwa 19 November di Kolaka, Perang Cumbok di Pidie, Perang Dayak Desa, dan Pertempuran Kumai.
Pada tanggal 21 Juli hingga 5 Agustus 1947, Belanda melanggar Perjanjian Linggarjati dengan melancarkan Operatie Product (Operasi Produk) atau Agresi Militer Belanda I demi merebut area-area produktif yang dikuasai oleh Republik, tetapi berdalih sedang melakukan politionele actie ("aksi polisionil") demi memulihkan keamanan dan ketertiban yang kacau, seperti pada Tragedi Mergosono.[239] Belanda nyatanya berhasil merebut sebagian besar daerah tersebut, tetapi operasi tersebut mendapat kecaman dari dunia internasional.[240]Resolusi 27Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang menyerukan gencatan senjata bagi pihak Belanda dan pihak Indonesia menyebabkan Belanda terpaksa menyanggupinya.[241] Mulai pada tanggal 8 Desember di geladak kapal USS Renville, pihak Indonesia (dipimpin oleh Amir Sjarifoeddin) dan pihak Belanda (dipimpin oleh Abdulkadir Widjojoatmodjo) melakukan perundingan ulang. Meskipun beberapa insiden terjadi selama perundingan (seperti pada Pembantaian Rawagede), kedua pihak berhasil menyepakati dan meratifikasi Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948, yang berisi pengakuan atas garis demarkasi yang dijuluki Status Quo Lijn (Garis Status Quo) atau "Garis van Mook", yang membagi sepertiga wilayah Jawa dan sebagian besar Sumatra yang dikuasai oleh Republik Indonesia dengan wilayah lain yang dikuasai oleh Belanda.[242][243]
Para tokoh oposisiFront Demokrasi Rakyat (FDR) mulai melakukan pemberontakan di Madiun pada tanggal 18 September 1948 dan sebagian besar dari mereka berhasil ditangkap dan dieksekusi dalam waktu tiga bulan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI).[244] Namun, kejadian tersebut menjadi peluang bagi Belanda untuk melancarkan Operatie Kraai (Operasi Gagak) atau Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember demi membubarkan Republik.[245] Dalam waktu singkat, pasukan Belanda berhasil menguasai Yogyakarta serta membuang Soekarno, Hatta, dan beberapa petinggi lain ke Bangka, sementara pasukan TNI yang tersisa melancarkan pertempuran gerilya di bawah komando Soedirman selama beberapa bulan. Syafruddin Prawiranegara yang mendengar berita tersebut ketika di Bukittinggi segera membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI),[246] sementara dunia internasional sekali lagi mengecam tindakan Belanda, hingga DK PBB mengeluarkan Resolusi 63 yang menyerukan penghentian pertikaian dan menuntut pembebasan tawanan perang.[247] Demi menampik tuduhan bahwa Indonesia telah bubar, pasukan TNI melancarkan serangan umum terhadap pasukan Belanda di Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949 dan nyatanya berhasil menguasai kota tersebut selama enam jam.[248] Pada tanggal 7 Mei, pihak Indonesia (dipimpin oleh Mohamad Roem) dan pihak Belanda (dipimpin oleh Jan Herman van Roijen) menyepakati Perjanjian Roem–van Roijen, yang pada intinya menyetujui pengembalian status quo sebelum Agresi II dan kesediaan Indonesia untuk ikut dalam konferensi pembentukan federasi.[249] Pasukan TNI kembali melakukan serangan umum terhadap tentara Belanda di Surakarta pada tanggal 7 Agustus dan berhasil menduduki kota tersebut hingga tanggal 10 Agustus.[250]
Sebagai akibat dari Perjanjian Meja Bundar, Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk secara resmi pada tanggal 27 Desember 1949, dengan Republik Indonesia (RI) sebagai salah satu negara bagian RIS. Namun akibat anggapan bahwa konsep negara federal merupakan bentuk lain dari kolonialisme dan kurang mumpuni dalam menyatukan rakyat Indonesia yang sangat majemuk, negara RIS tidak dapat bertahan lama.[256] Pada tanggal 22–23 Januari 1950, Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di bawah pimpinan Raymond Westerling menyerang pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Bandung dan Jakarta demi menggulingkan Pemerintahan RIS, meskipun akhirnya gagal.[257] Di saat yang sama, Tentara Islam Indonesia (TII) di bawah kepemimpinan Amir Fatah juga melancarkan aksi pemberontakan di Tegal Raya.[258] Pada bulan Maret–April 1950, hampir seluruh entitas konstituen dalam RIS membubarkan diri secara sukarela, hingga tersisa RI, Sumatera Timur, dan Indonesia Timur.[259] Pada tanggal 19 Mei, Pemerintah RIS mengumumkan piagam persetujuan yang berisi kesepakatan bersama ketiga negara bagian untuk "membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari negara Republik Indonesia yang berdasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945".[260][261] Setelah dilakukan sejumlah persiapan, Soekarno secara resmi membubarkan RIS dan melanjutkan entitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).[262]
Tahun 1960-an menjadi saksi terjadinya konfrontasi militer terhadap negara tetangga, Malaysia ("Konfrontasi"),[263] dan ketidakpuasan terhadap kesulitan ekonomi yang semakin besar. Selanjutnya pada tahun 1965 meletus peristiwa G30S yang menyebabkan kematian 6 orang jenderal dan sejumlah perwira menengah lainnya. Muncul kekuatan baru yang menyebut dirinya Orde Baru yang segera menuduh Partai Komunis Indonesia sebagai otak di belakang kejadian ini dan bermaksud menggulingkan pemerintahan yang sah serta mengganti ideologi nasional menjadi berdasarkan paham sosialis-komunis. Tuduhan ini sekaligus dijadikan alasan untuk menggantikan pemerintahan lama di bawah Presiden Soekarno.
Jenderal Soeharto menjadi Pejabat Presiden pada tahun 1967 dengan alasan untuk mengamankan negara dari ancaman komunisme. Sementara itu kondisi fisik Soekarno sendiri semakin melemah. Setelah Soeharto berkuasa, ratusan ribu warga Indonesia yang dicurigai terlibat pihak komunis dibunuh, sementara masih banyak lagi warga Indonesia yang sedang berada di luar negeri, tidak berani kembali ke tanah air, dan akhirnya dicabut kewarganegaraannya. Tiga puluh dua tahun masa kekuasaan Soeharto dinamakan Orde Baru, sementara masa pemerintahan Soekarno disebut Orde Lama.
Soeharto menerapkan ekonomi neoliberal dan berhasil mendatangkan investasi luar negeri yang besar untuk masuk ke Indonesia dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar, meski tidak merata. Pada awal rezim Orde Baru kebijakan ekonomi Indonesia disusun oleh sekelompok ekonom lulusan Departemen Ekonomi Universitas California, Berkeley, yang dipanggil "Mafia Berkeley".[264] Namun, Soeharto menambah kekayaannya dan keluarganya melalui praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang meluas dan dia akhirnya dipaksa turun dari jabatannya setelah aksi demonstrasi besar-besaran dan kondisi ekonomi negara yang memburuk pada tahun 1998.
Indonesia kini sedang mengalami masalah-masalah ekonomi, politik dan pertikaian bernuansa agama di dalam negeri, dan beberapa daerah berusaha untuk melepaskan diri dari naungan NKRI, terutama Papua.[butuh rujukan]Timor Timur secara resmi memisahkan diri pada tahun 1999 setelah 24 tahun bersatu dengan Indonesia dan 3 tahun di bawah administrasi PBB menjadi negara Timor Leste.
Indonesia berada pada koordinat antara antara 6° 04' 30" LU dan 11° 00' 36" LS serta antar 94° 58' 21" dan 141° 01' 10" BT,[270] yang membentang sepanjang 5.120 kilometer (3.181 mil) dari timur ke barat serta 1.760 kilometer (1.094 mil) dari utara ke selatan.[271] Luas daratan Indonesia adalah 1.916.906,77 km²,[272] sementara luas perairannya sekitar 3.110.000 km² dengan garis pantai sepanjang 108 ribu km.[273] Batas wilayah Indonesia diukur dari kepulauan dengan menggunakan teritorial laut 12 mil laut serta zona ekonomi eksklusif 200 mil laut,[274] searah penjuru mata angin, yaitu:
Secara umum, Indonesia beriklim tropis (kelompok A dalam klasifikasi iklim Köppen; meskipun ada wilayah dengan tipe iklim yang berbeda).[278][279] Perairan yang hangat di wilayah Indonesia sangat berperan dalam menjaga suhu di darat tetap konstan, dengan rerata suhu di wilayah pesisir sebesar 28 °C, di wilayah pedalaman dan dataran tinggi sebesar 26 °C , serta di wilayah pegunungan sebesar 23 °C. Kelembapan berkisar antara 70 hingga 90%.[280]
Faktor utama yang memengaruhi iklim Indonesia bukanlah suhu udara ataupun tekanan udara, melainkan curah hujan. Variasi musim di Indonesia, yaitu musim hujan dan musim kemarau, berkaitan dengan pergerakan angin muson. Angin muson barat yang bertiup dari Asia ke Australia melalui Indonesia pada bulan Oktober hingga Februari mengakibatkan curah hujan yang tinggi, terutama di Indonesia bagian barat. Sementara itu, angin muson timur yang bergerak ke arah sebaliknya pada bulan April hingga Agustus tidak banyak membawa uap air dan menurunkan hujan. Selain itu, ada pula musim peralihan ketika matahari melintasi khatulistiwa yang mengakibatkan angin bertiup lemah dan bergerak tak menentu.[281][282] Meskipun demikian, tidak semua wilayah Indonesia memiliki pola curah hujan yang sama. Selain daerah musonal, ada pula daerah ekuatorial yang dipengaruhi daerah pertemuan angin antartropis, serta daerah lokal yang polanya berkebalikan dengan pola musonal.[283][284]
Beberapa penelitian memproyeksikan Indonesia terdampak perubahan iklim.[285] Dampak buruk yang ditimbulkan di antaranya kenaikan suhu rata-rata sekitar 1 °C pada pertengahan abad ini akibat emisi yang tidak berkurang,[286][287] peningkatan frekuensi kekeringan dan kekurangan pangan (akibat perubahan curah hujan dan pola musim yang memengaruhi pertanian), serta berbagai penyakit dan kebakaran hutan.[287]Naiknya permukaan air laut juga mengancam sebagian besar penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir.[287][288][289] Penduduk prasejahtera mungkin merupakan kelompok yang paling terpengaruh oleh perubahan iklim.[290]
Sebuah letusan supervulkan pada sekitar 77.000 SM yang membentuk Danau Toba dipercaya mengakibatkan musim dingin vulkanik dan penurunan suhu dunia selama bertahun-tahun.[293]Letusan Tambora pada tahun 1815 dan letusan Krakatau pada 1883 juga termasuk letusan gunung terbesar yang tercatat sepanjang sejarah.[294][295]
Gempa bumi terjadi hampir setiap hari di Indonesia dimana sebagian besar tidak dirasakan manusia. Peristiwa gempa bumi besar di Indonesia baru-baru ini adalah Gempa bumi dan tsunami Sulawesi 2018 menewaskan setidaknya 4.300 jiwa. Guncangan mematikan juga terjadi gempa bumi Yogyakarta pada 27 Mei 2006, menewaskan setidaknya 5.700 jiwa, dan menghancurkan ratusan ribu rumah.
Peristiwa Gempa bumi berdorongan besar yang berdampak ke Indonesia dan terjadi belum lama ini adalah gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004, dan menyebabkan tsunami besar yang juga berdampak pada negara lain.[296] Indeks resiko dunia menempatkan Indonesia, sebagai negara paling rentan terhadap bencana alam ke-tiga di dunia dengan skor 43 persen.
Indonesia memiliki sekitar 10% dari seluruh spesies tumbuhan berbunga di Bumi (sebanyak 25.000 spesies, 55% di antaranya endemik di Indonesia). Negara ini juga memiliki sekitar 12% spesies mamalia di Bumi (515 spesies) sehingga menempati peringkat kedua pada keanekaragaman mamalia setelah Brasil. Indonesia menempati peringkat keempat pada keanekaragaman spesies reptil (781 spesies) dan primata (35 spesies), peringkat kelima pada keanekaragaman spesies burung (1.592 spesies), serta peringkat keenam pada keanekaragaman spesies amfibi (270 spesies).[301]
Meskipun demikian, populasi penduduk Indonesia yang besar dan terus meningkat serta industrialisasi yang pesat memunculkan masalah lingkungan hidup yang serius, di antaranya perusakan lahan gambut, deforestasi ilegal berskala besar (yang mengakibatkan kabut asap di beberapa bagian Asia Tenggara), eksploitasi sumber daya laut yang berlebihan, polusi udara, pengelolaan sampah, hingga penyediaan air dan sanitasi yang memadai.[302] Isu-isu tersebut berkontribusi pada rendahnya peringkat Indonesia (nomor 116 dari 180 negara) dalam Indeks Kinerja Lingkungan 2020. Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa kinerja Indonesia secara umum di bawah rata-rata, baik dalam konteks regional maupun global.[303]
Pada tahun 2018, sekitar 49,7% dari luas daratan Indonesia ditutupi oleh hutan,[304] turun dari angka 87% yang dihitung pada tahun 1950.[305] Sejak dasawarsa 1970-an hingga saat ini, produksi kayu bulat serta berbagai tanaman perkebunan dan pertanian bertanggung jawab atas sebagian besar deforestasi di Indonesia.[305] Belakangan ini, deforestasi didorong oleh industri kelapa sawit. Meskipun dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, industri ini dapat merusak ekosistem dan menimbulkan masalah sosial.[306] Situasi ini menjadikan Indonesia sebagai penghasil emisi gas rumah kaca berbasis hutan terbesar di dunia,[307] serta mengancam kelangsungan hidup spesies asli dan endemik. Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) mengidentifikasi sejumlah spesies yang terancam kritis, termasuk jalak bali,[308]orang utan sumatra,[309] dan badak jawa.[310]
Indonesia memiliki 132 perwakilan diplomatik di luar negeri, termasuk 95 kedutaan.[328] Negara ini memiliki kebijakan politik luar negeri "bebas dan aktif", yang berarti bahwa Indonesia tidak berpihak pada blok-blok kekuatan dan persekutuan militer di dunia, sekaligus bersikap aktif dalam menjaga ketertiban dunia, sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945.[329]
Berlawanan dengan Sukarno yang anti-Imperialisme, antipati terhadap kekuatan barat, dan bersitegang dengan Malaysia, hubungan luar negeri sejak "Orde baru"-nya Suharto didasarkan pada ekonomi dan kerja sama politik dengan negara-negara barat.[330] Indonesia menjaga hubungan baik dengan tetangga-tetangganya di Asia, dan Indonesia adalah pendiri ASEAN dan East Asia Summit.
Indonesia menjalin hubungan kembali dengan Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1990, padahal sebelumnya melakukan pembekuan hubungan sehubungan dengan gejolak anti-komunis di awal kepemerintahan Suharto. Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-bangsa sejak tahun 1950,[331] dan pendiri Gerakan Non Blok dan Organisasi Kelompok Islam yang sekarang telah menjadi Organisasi Kerjasama Islam. Indonesia telah menandatangani perjanjian ASEAN Free Trade Area, Cairns Group, dan World Trade Organization, dan pernah menjadi anggota OPEC, meskipun Indonesia menarik diri pada tahun 2008 sehubungan Indonesia bukan lagi pengekspor minyak mentah bersih. Indonesia telah menerima bantuan kemanusiaan dan pembangunan sejak tahun 1966, terutama dari Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, Australia, dan Jepang.
Pemerintah Indonesia telah bekerja sama dengan dunia internasional sehubungan dengan pengeboman yang dilakukan oleh militan Islam dan Al-Qaeda.[332] Pemboman besar menimbulkan korban 202 orang tewas (termasuk 164 turis mancanegara) di Kuta, Bali pada tahun 2012.[333] Serangan tersebut dan peringatan perjalanan (travel warnings) yang dikeluarkan oleh negara-negara lain, menimbulkan dampak yang berat bagi industri jasa perjalanan/turis dan juga prospek investasi asing.[334] Tetapi beruntung ekonomi Indonesia secara keseluruhan tidak terlalu dipengaruhi oleh hal-hal tersebut di atas, karena Indonesia adalah negara yang ekonomi domestiknya cukup kuat dan dominan.[butuh rujukan]
Tentara Nasional Indonesia terdiri dari TNI–AD, TNI-AL (termasuk Marinir) dan TNI-AU.[335] Berkekuatan 400.000 prajurit aktif, memiliki anggaran 4% dari GDP pada tahun 2006, tetapi terdapat kontroversi bahwa ada sumber-sumber dana dari kepentingan-kepentingan komersial dan yayasan-yayasan yang dilindungi oleh militer.[336] Satu hal baik dari reformasi sejalan dengan mundurnya Suharto adalah mundurnya TNI dari parlemen setelah bubarnya Dwi Fungsi ABRI, walaupun pengaruh militer dalam bernegara masih tetap kuat.[337] Gerakan separatis di sebagian daerah Aceh dan Papua telah menimbulkan konflik bersenjata, dan terjadi pelanggaran HAM serta kebrutalan yang dilakukan oleh kedua belah pihak.[338][339] Setelah 30 tahun perseteruan sporadis antara Gerakan Aceh Merdeka dan militer Indonesia, maka persetujuan gencatan senjata terjadi pada tahun 2005.[340] Di Papua, telah terjadi kemajuan yang mencolok, walaupun masih terjadi kekurangan-kekurangan, dengan diterapkannya otonomi, dengan akibat berkurangnya pelanggaran HAM.[341]
Semenjak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ibu kota negara Indonesia secara de facto berkedudukan di Jakarta. Ibu kota negara sempat dipindahkan ke Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946 ketika pasukan Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (NICA) menduduki Jakarta,[348] kemudian ke Bukittinggi pada tanggal 19 Desember 1948 ketika pemerintah pusat lumpuh karena ditawannya Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta oleh pasukan militer Belanda dan tampuk pemerintahan dipegang sementara oleh Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI),[349] lalu kembali lagi ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949 setelah kembalinya Soekarno-Hatta dari penawanan. Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), ibu kota Negara Bagian Republik Indonesia berkedudukan di Yogyakarta sementara ibu kota federal RIS berada di Jakarta. Setelah kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, ibu kota negara kembali berkedudukan di Jakarta. Pada tanggal 28 Agustus 1961, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1961 yang mengukuhkan status Jakarta sebagai ibu kota negara.[350]
Sistem ekonomi Indonesia awalnya didukung dengan diluncurkannya Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) pada tanggal 30 Oktober 1946 yang menjadi mata uang pertama Republik Indonesia, yang selanjutnya berganti menjadi Rupiah.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi sistem ekonomi kapitalis, namun juga memadukannya dengan nasionalisme ekonomi. Pemerintah yang belum berpengalaman, masih ikut campur tangan ke dalam beberapa kegiatan produksi yang berpengaruh bagi masyarakat banyak. Hal tersebut, ditambah pula kemelut politik, mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan pada ekonomi negara.[359]
Pemerintahan Orde Baru segera menerapkan disiplin ekonomi yang bertujuan menekan angka inflasi, menstabilkan mata uang, penjadwalan ulang utang luar negeri, dan berusaha menarik bantuan dan investasi asing.[359] Pada era tahun 1970-an harga minyak bumi yang meningkat menyebabkan melonjaknya nilai ekspor, dan memicu tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata yang tinggi sebesar 7% antara tahun 1968 sampai 1981.[359] Reformasi ekonomi lebih lanjut menjelang akhir tahun 1980-an, antara lain berupa deregulasi sektor keuangan dan pelemahan nilai rupiah yang terkendali,[359] selanjutnya mengalirkan investasi asing ke Indonesia khususnya pada industri-industri berorientasi ekspor pada antara tahun 1989 sampai 1997[360] Ekonomi Indonesia mengalami kemunduran pada akhir tahun 1990-an akibat krisis ekonomi tahun 1997 yang melanda sebagian besar Asia pada saat itu,[361] yang disertai pula berakhirnya masa Orde Baru dengan pengunduran diri Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998.
Saat ini ekonomi Indonesia telah cukup stabil. Pertumbuhan PDB Indonesia tahun 2004 dan 2005 melebihi 5% dan diperkirakan akan terus berlanjut.[362] Namun, dampak pertumbuhan itu belum cukup besar dalam memengaruhi tingkat pengangguran, yaitu sebesar 9,75%.[363][364] Perkiraan tahun 2006, sebanyak 17,8% masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan, dan terdapat 49,0% masyarakat yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$ 2 per hari.[365]
Sektor jasa adalah penyumbang terbesar PDB, yang mencapai 45,3% untuk PDB 2005. Sedangkan sektor industri menyumbang 40,7%, dan sektor pertanian menyumbang 14,0%.[369] Meskipun demikian, sektor pertanian mempekerjakan lebih banyak orang daripada sektor-sektor lainnya, yaitu 44,3% dari 95 juta orang tenaga kerja. Sektor jasa mempekerjakan 36,9%, dan sisanya sektor industri sebesar 18,8%.[370]
Meski kaya akan sumber daya alam dan manusia, Indonesia masih menghadapi masalah besar dalam bidang kemiskinan yang sebagian besar disebabkan oleh korupsi yang merajalela dalam pemerintahan. Lembaga Transparency International menempatkan Indonesia sebagai peringkat ke-143 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi, yang dikeluarkannya pada tahun 2007.[371]
Transportasi di Indonesia mencakup berbagai moda yang menghubungkan pulau-pulau di seluruh kepulauan ini. Sistem transportasi di Indonesia berkembang pesat untuk memenuhi kebutuhan mobilitas penduduk yang terus meningkat. Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai transportasi darat, laut, dan udara yang ada di Indonesia, mencakup berbagai moda seperti kereta api, bus, kapal feri, dan pesawat udara.
Transportasi Darat
Kereta Api Indonesia
Kereta api adalah salah satu moda transportasi darat utama di Indonesia, yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero). Sistem perkeretaapian di Indonesia terutama terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatra, dengan jaringan yang menghubungkan kota-kota besar serta daerah-daerah di sekitarnya. Kereta api memainkan peran penting dalam pengangkutan penumpang dan barang di sepanjang jalur yang ada.
KRL Commuter Line
KRL Commuter Line adalah sistem kereta rel listrik yang beroperasi di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan di Solo-Jogja. KRL Commuter Line Jabodetabek adalah tulang punggung transportasi massal di kawasan megapolitan ini, mengangkut jutaan penumpang setiap harinya. Sistem ini terus diperluas untuk mencakup lebih banyak rute dan stasiun. Selain itu, KRL Solo-Jogja juga melayani rute commuter di wilayah tersebut, mempermudah akses antara dua kota budaya penting ini.
MRT Jakarta
Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta adalah sistem angkutan cepat pertama di Indonesia, yang beroperasi di Jakarta sejak 2019. Tahap pertama rute MRT Jakarta menghubungkan Lebak Bulus di Jakarta Selatan dengan Bundaran HI di pusat kota. Proyek ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan di ibu kota dengan menyediakan alternatif transportasi yang cepat, aman, dan nyaman. Rencana pengembangan lebih lanjut akan memperluas jaringan MRT hingga mencakup area yang lebih luas di Jakarta dan sekitarnya.
LRT Jakarta
Light Rail Transit (LRT) Jakarta adalah sistem angkutan ringan yang saat ini beroperasi di sebagian wilayah Jakarta. Rute LRT Jakarta melayani koridor Kelapa Gading-Velodrome, yang merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan layanan transportasi publik di ibu kota. LRT ini dirancang untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan mengurangi kemacetan lalu lintas di jalan-jalan utama Jakarta.
LRT Jabodebek
LRT Jabodebek adalah proyek kereta ringan yang dirancang untuk melayani kawasan Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek). Proyek ini dimaksudkan untuk menyediakan alternatif transportasi massal yang efisien dan ramah lingkungan bagi masyarakat di wilayah metropolitan Jakarta yang lebih luas. LRT Jabodebek diharapkan dapat terintegrasi dengan moda transportasi lain, seperti KRL dan MRT, untuk membentuk jaringan transportasi yang terintegrasi.
LRT Palembang
LRT Palembang adalah sistem LRT pertama di luar Jakarta, yang diresmikan pada tahun 2018 untuk mendukung Asian Games yang diselenggarakan di kota tersebut. LRT Palembang menghubungkan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dengan kawasan olahraga Jakabaring, menyediakan akses transportasi yang cepat dan nyaman bagi penumpang.
Bus AKAP
Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) adalah moda transportasi darat yang menghubungkan berbagai kota dan provinsi di Indonesia. Bus AKAP sangat penting dalam menyediakan mobilitas bagi masyarakat yang melakukan perjalanan jarak jauh di berbagai pulau, terutama di Jawa, Sumatra, Bali , Kalimantan, dan Sulawesi. Sistem bus AKAP terus berkembang dengan penambahan rute dan modernisasi armada untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan penumpang. Sistem Bus AKAP Tersebut Dioperasikan Melalui Jaringan Jaringan Terminal Di Kota Kota Besar Seperti Terminal Pulo Gebang Di Jakarta , Terminal Tirtonadi Di Solo , Terminal Bungurasih Di Surabaya Dan Terakhir Terminal Amplas Di Medan
Jalan Tol
Jalan tol merupakan bagian integral dari infrastruktur transportasi di Indonesia. Jalan tol yang menghubungkan berbagai kota besar di Pulau Jawa, Sumatra, dan beberapa pulau lainnya telah mempercepat waktu perjalanan dan meningkatkan efisiensi logistik. Proyek jalan tol trans-Jawa dan trans-Sumatra adalah dua proyek besar yang telah dan sedang dilakukan untuk menghubungkan seluruh bagian pulau tersebut dari ujung ke ujung.
Jalan Nasional
Jalan nasional adalah jaringan jalan utama yang menghubungkan berbagai daerah di Indonesia. Jalan ini menjadi tulang punggung bagi transportasi darat, baik untuk pengangkutan barang maupun penumpang. Jalan nasional memainkan peran penting dalam mendukung perekonomian negara, terutama dalam hal distribusi barang dan jasa antar wilayah.
Kereta Cepat Whoosh Jakarta-Bandung
Kereta Cepat Whoosh adalah proyek kereta cepat pertama di Indonesia yang menghubungkan Jakarta dan Bandung . Dengan kecepatan hingga 350 km/jam, kereta ini mampu mempersingkat waktu perjalanan antara kedua kota menjadi sekitar 40 menit. Proyek ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan infrastruktur transportasi di Indonesia, dengan rencana perpanjangan jalur hingga Surabaya di masa mendatang.
Transportasi Laut
Kapal Feri dan Kapal Penumpang Lainnya
Indonesia, sebagai negara kepulauan, sangat bergantung pada transportasi laut untuk menghubungkan berbagai pulau. Kapal feri dan kapal penumpang lainnya memainkan peran penting dalam transportasi antar pulau di seluruh nusantara , baik untuk penumpang maupun barang. Selain itu, kapal-kapal ini juga melayani rute internasional yang menghubungkan Indonesia dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, hingga ke negara-negara lain di dunia.
Transportasi Udara
Pesawat
Pesawat terbang adalah moda transportasi yang sangat vital di Indonesia, terutama mengingat luasnya wilayah negara ini yang terdiri dari ribuan pulau. Transportasi udara memungkinkan perjalanan antar pulau yang cepat dan efisien. Sistem penerbangan domestik di Indonesia sangat luas, dengan banyak maskapai penerbangan yang melayani rute-rute di seluruh penjuru tanah air.
Maskapai Garuda Indonesia
Garuda Indonesia adalah maskapai nasional Indonesia dan salah satu yang tertua di Asia. Garuda Indonesia melayani rute domestik dan internasional, dan telah menerima berbagai penghargaan atas layanan dan keselamatannya. Maskapai ini merupakan ikon transportasi udara Indonesia dan memainkan peran penting dalam menghubungkan Indonesia dengan dunia internasional.
Bandara
Indonesia memiliki banyak bandara internasional dan domestik yang tersebar di seluruh kepulauan. Bandara-bandara ini merupakan gerbang utama bagi transportasi udara, melayani jutaan penumpang setiap tahunnya. Beberapa bandara terbesar dan tersibuk di Indonesia termasuk Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta , Bandara Internasional Ngurah Rai di Bali , dan Bandara Internasional Juanda di Surabaya . Infrastruktur bandara terus ditingkatkan untuk menangani peningkatan jumlah penumpang dan volume kargo yang terus berkembang.
Transportasi di Indonesia terus berkembang seiring dengan kebutuhan mobilitas penduduk yang meningkat dan upaya pemerintah untuk meningkatkan infrastruktur transportasi nasional. Berbagai proyek besar seperti pembangunan jalan tol, pengembangan moda transportasi massal seperti MRT, LRT, dan kereta cepat, serta modernisasi pelabuhan dan bandara adalah bagian dari upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan konektivitas antar daerah di Indonesia.
Provinsi-provinsi Indonesia menurut kepadatan penduduk di tahun 2015 (per kilometer persegi)
10.001 ke atas
1.001 ke 10.000
101 ke 1.000
11 ke 100
1 ke 10
Menurut sensus 2020, jumlah penduduk Indonesia yaitu 270,20 juta jiwa, yang menjadikannya negara berpenduduk terbanyak keempat di dunia,[379] dengan kepadatan penduduk sebanyak 141 jiwa per km2 dan rerata laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,25%.[380] Sebanyak 56,1% penduduk (151,59 juta jiwa) tinggal di Pulau Jawa yang merupakan pulau berpenduduk terbanyak di dunia.[381] Pada tahun 1961, sensus pertama setelah Indonesia merdeka mencatat 97 juta penduduk.[382] Populasi diperkirakan mungkin tumbuh menjadi sekitar 295 juta pada tahun 2030 dan 321 juta pada tahun 2050.[383] Indonesia diperkirakan memiliki usia median 31,1 tahun,[384] dan mulai mengalami bonus demografi, yaitu masa ketika jumlah penduduk usia produktif jauh melebihi penduduk usia nonproduktif.[385]
Secara legal, status kewarganegaraan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Warga Negara Indonesia (WNI) diberikan kartu identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang mendaftarkan seseorang di suatu wilayah administratif tertentu. Status kewarganegaraan Indonesia dapat diperoleh malalui kelahiran, adopsi, perkawinan, atau pewarganegaraan.[389]
Indonesia merupakan negara yang kaya akan kelompok etnik, dengan sekitar 1.340 suku bangsa.[390] Sebagian besar penduduk Indonesia merupakan keturunan Bangsa Austronesia,[391] dan terdapat juga kelompok-kelompok suku Melanesia, serta kemungkinan Polinesia dan Mikronesia, terutama di Indonesia bagian timur.[392] Kelompok suku menurut bahasa dan asal daerah, misalnya Suku Melayu, Minangkabau, Jawa, Sunda, Batak, Madura, dan lainnya.[393] Menurut sensus 2010, sekitar 40-42% penduduk merupakan suku Jawa yang menghuni hampir seluruh wilayah Indonesia sebagai akibat program transmigrasi.[394] Meskipun demikian, rasa kebangsaan Indonesia dipegang oleh warga negara Indonesia bersama dengan identitas regional yang kuat.[395]
Istilah bumiputra dan pribumi pernah digunakan untuk menyebut kelompok orang yang berbagi warisan sosial budaya yang sama dan dianggap sebagai penduduk asli Indonesia.[396] Pada tahun 1998, Presiden B.J. Habibie menginstruksikan untuk menghentikan penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam kehidupan bernegara.[397][398] Sejumlah etnis Asia daratan, seperti etnis Tionghoa, Arab, dan India, sudah lama datang ke Nusantara dan kemudian menetap dan berasimilasi menjadi bagian dari Nusantara. Sensus 2010 mencatat ada sekitar 5 juta WNI yang dikelompokkan sebagai etnis Tionghoa yang tersebar merata di hampir seluruh wilayah di Indonesia (terutama perkotaan) dan 3 juta jiwa dikelompokkan sebagai etnis Arab yang khususnya berada di Pulau Jawa, Sumatera, sebagian Kalimantan, dan sebagian Sulawesi. Sedangkan untuk orang keturunan India populasinya hanya sekitar ratusan ribu saja yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia seperti Medan, Jakarta, Pekanbaru, dan Banda Aceh. Beberapa tempat khususnya di Kota Medan, terdapat wilayah dengan orang etnis/keturunan India yang cukup signifikan yakni di Little India dan Kampung Madhras. [399]
Beberapa bahasa asing diajarkan dalam pendidikan formal. Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional telah diperkenalkan kepada para pelajar mulai jenjang pendidikan dasar.[408] Bahasa asing lainnya, seperti bahasa Jerman, Prancis, dan Jepang, diajarkan di sejumlah sekolah sebagai pelengkap pada jenjang sekolah menengah atas.[409] Bagi penganut agama Islam yang menjadi kaum mayoritas di Indonesia,[410]bahasa Arab adalah bahasa asing yang memiliki kedudukan khusus karena harus dipraktikkan dalam ibadah harian tertentu, misalnya salat,[411] dan diajarkan di madrasah ibtidaiah dan jenjang selanjutnya.[412] Meskipun demikian, bahasa Arab tidak menjadi bahasa pergaulan umum sejak periode awal keberadaannya di Indonesia.[413]
Meskipun menjamin kebebasan beragama dalam konstitusi,[414] pemerintah hanya mengakui enam agama yaitu: Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu: sementara itu, penganut agama tradisional ataupun agama-agama lainnya hanya mendapatkan pengakuan terbatas sebagai "penghayat kepercayaan".[415][416] . Dengan 231 juta penganut pada tahun 2018, Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar kedua di dunia. Sebanyak sekitar hampir 30 juta penduduk Indonesia atau lebih tepatnya 28,6 juta jiwa menganut agama Kristen, di mana 20,2 juta penduduk merupakan penganut aliran Kristen Protestan sedangkan 8,3 juta penganut Kristen Katolik, 4,7 juta penganut Hindu, 2 juta penganut Buddha, 81 ribu penganut Konghucu, dan 108 ribu penganut aliran kepercayaan lainnya (terutama agama tradisional/lokal).[410] Agama Islam dipeluk oleh hampir seluruh warga Indonesia (sekitar 86,70%), Agama Kristen (Protestan & Katolik) kebanyakkan dipeluk oleh beberapa suku, yakni: Batak, Toraja, Dayak, Nias, Minahasa, Ambon, dan lainnya. Kebanyakan pemeluk Hindu adalah Suku Bali dan Orang keturunan India di Indonesia[417] serta kebanyakan pemeluk Buddha dan Konghucu adalah orang Tionghoa-Indonesia.[418]
Penduduk asli Indonesia pada awalnya mempraktikkan animisme, paganisme dan dinamisme lokal, yang merupakan kepercayaan umum bangsa Austronesia. Mereka menyembah roh leluhur dan percaya bahwa roh gaib (hyang) mungkin menghuni tempat-tempat tertentu, seperti pohon besar, batu, hutan, gunung, atau tempat keramat.[148] Contoh kepercayaan asli Indonesia di antaranya Sunda Wiwitan, Kaharingan, dan Kejawen. Mereka memberikan dampak yang signifikan pada penerapan agama-agama lain, seperti abangan Jawa, Hindu Bali, dan Kristen Dayak, yang dipraktikkan sebagai bentuk agama yang kurang ortodoks dan sinkretis.[419][420]
Pengaruh agama Hindu mencapai Nusantara pada awal abad pertama Masehi.[421]Kerajaan Salakanagara di Jawa Barat sekitar tahun 130 merupakan kerajaan terkait India Raya pertama yang tercatat dalam sejarah Nusantara.[422]Agama Buddha tiba sekitar abad ke-6,[423] dan sejarahnya di Indonesia berhubungan erat dengan agama Hindu karena kedua agama ini dianut oleh beberapa kerajaan pada periode yang sama. Nusantara mengalami kebangkitan dan kejatuhan kerajaan Hindu dan Buddha yang kuat dan berpengaruh, seperti Majapahit, Sailendra, Sriwijaya, dan Medang. Meski tidak lagi menjadi mayoritas, agama Hindu dan Buddha tetap memiliki pengaruh besar pada budaya Indonesia.[424][425]
Agama Islam diperkenalkan oleh para pedagang Suni dari mazhab Syafi'i serta para pedagang Sufi dari anak benua India dan Arab Selatan pada awal abad ke-8 M.[426][427] Pada sebagian besar perkembangannya, Islam mengalami pencampuran dan saling memengaruhi budaya yang ada sehingga menghasilkan bentuk Islam dengan ciri tersendiri, seperti adanya pesantren.[428][429] Perdagangan dan aktivitas dakwah seperti yang dilakukan oleh Wali Songo dan penjelajah Tiongkok Cheng Ho, serta kampanye militer oleh beberapa kesultanan membantu mempercepat penyebaran Islam.[427][430]
Jumlah penganut agama Yahudi cukup besar di Nusantara setidaknya sampai tahun 1945, yang kebanyakan merupakan orang Belanda dan orang Yahudi Baghdadi. Sebagian besar di antara mereka meninggalkan Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan dan agama Yahudi tidak pernah mendapatkan status resmi. Saat ini hanya sejumlah kecil orang Yahudi di Indonesia, yang kebanyakan berada di Jakarta dan Surabaya.[437]
Pada tingkat nasional dan regional, kepemimpinan dalam politik dan kelompok masyarakat sipil di Indonesia telah memainkan peran penting dalam hubungan antaragama, baik secara positif maupun negatif. Sila pertama Pancasila yang merupakan landasan filosofis Indonesia, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, sering menjadi pengingat toleransi beragama,[438] meskipun kasus-kasus intoleransi juga telah terjadi.[439]
Walaupun Indonesia merupakan negara sekuler (bukan negara yang berlandaskan hukum agama), tetapi sebagian besar orang Indonesia menganggap agama sebagai hal yang esensial dan bagian integral dari kehidupan mereka.[440][441]
Sesuai dengan konstitusi yang berlaku,[442] serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD di luar gaji pendidik dan biaya kedinasan. Semua penduduk wajib mengikuti program wajib belajar sembilan tahun, yang meliputi enam tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di sekolah menengah pertama.[443] Pada 2018, tingkat partisipasi penduduk sebesar 93% untuk pendidikan dasar, 79% untuk pendidikan menengah, dan 36% untuk pendidikan tinggi, sementara tingkat melek huruf adalah 96%.[444] Pemerintah menghabiskan sekitar 3,6% dari PDB atau 20,5% dari anggaran negara (2015) untuk pendidikan.[444] Pada tahun 2018, terdapat lebih dari 4.500 perguruan tinggi di Indonesia,[445] dengan universitas terkemuka (seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dan lainnya) berlokasi di Pulau Jawa.[446]
Anggaran pemerintah untuk sektor kesehatan adalah sekitar 3,3% dari PDB pada tahun 2016.[447] Sebagai bagian dari upaya mencapai cakupan kesehatan semesta, pemerintah meluncurkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahun 2014.[448] Meskipun ada peningkatan yang luar biasa dalam beberapa dekade terakhir seperti meningkatnya angka harapan hidup (dari 62,3 tahun pada tahun 1990 menjadi 71,7 tahun pada tahun 2019)[449] dan penurunan kematian anak (dari 84 kematian per 1.000 kelahiran pada tahun 1990 menjadi 25,4 kematian pada tahun 2017),[450] Indonesia terus-menerus menghadapi berbagai tantangan, seperti kesehatan ibu dan anak, kualitas udara yang rendah, kurang gizi, tingginya tingkat merokok, dan penyakit menular.[451]
Menurut UNDP, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mencapai angka 0,707[376] pada Laporan Pembangunan Manusia 2019 untuk perkiraan IPM tahun 2018 dan menempati status tinggi, sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), IPM Indonesia tahun 2022 telah mencapai angka 72,91 (0,729)[452][453] dan menempati status tinggi pada tahun 2016.
Perbedaan IPM yang dilaporkan UNDP melalui Human Development Report (HDR) dengan BPS terletak pada besarnya angka IPM dan perincian. Selama ini, memang perbedaan angka IPM sudah dianggap lazim. Namun, sejak sekitar tahun 2011, perbedaan angka IPM UNDP dan BPS meningkat secara signifikan. Dalam perihal perincian, karena UNDP melaporkan dalam tingkat internasional, laporan IPM Indonesia tidak dilaporkan hingga tingkat yang lebih rendah. Sebaliknya, karena BPS hanya melaporkan di tingkat nasional, BPS lebih memerinci, bahkan hingga IPM di tingkat kota/kabupaten dalam laporan beberapa tahun (laporan IPM hingga tingkat kota/kabupaten jarang). Namun, yang selalu dilaporkan di bawah tingkat nasional tentunya adalah laporan IPM di tingkat provinsi/daerah.
Berikut ini adalah daftar provinsi Indonesia menurut IPM tahun 2023 dibandingkan tahun 2022 menurut BPS.[452][454][453]
Indonesia memiliki sekitar 300 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, dipengaruhi oleh kebudayaan India, Arab, Tiongkok, Eropa, dan termasuk kebudayaan sendiri yaitu Melayu. Contohnya tarian Jawa dan Bali tradisional memiliki aspek budaya dan mitologi Hindu, seperti Wayang Kulit yang menampilkan kisah-kisah tentang kejadian mitologis Hindu Ramayana dan Baratayuda. Banyak juga seni tari yang berisikan nilai-nilai Islam. Beberapa di antaranya dapat ditemukan di daerah Sumatra seperti tari Ratéb Meuseukat, Tari Saman, dan tari Seudati dari Aceh.
Seni pantun, gurindam, dan sebagainya dari pelbagai daerah seperti pantun Melayu, dan pantun-pantun lainnya acapkali dipergunakan dalam acara-acara tertentu yaitu perhelatan, pentas seni, dan lain-lain.
Arsitektur Indonesia mencerminkan keanekaragaman budaya, sejarah, dan geografi yang membentuk Indonesia seutuhnya. Kaum penyerang, penjajah, penyebar agama, pedagang, dan saudagar membawa perubahan budaya dengan memberi dampak pada gaya dan teknik bangunan. Tradisionalnya, pengaruh arsitektur asing yang paling kuat adalah dari India. Tetapi, Tiongkok, Arab, dan sejak abad ke-19 pengaruh Eropa menjadi cukup dominan.
Ciri khas arsitektur Indonesia kuno masih dapat dilihat melalui rumah-rumah adat dan/atau istana-istana kerajaan dari tiap-tiap provinsi. Taman Mini Indonesia Indah, salah satu objek wisata di Jakarta yang menjadi miniatur Indonesia, menampilkan keanekaragaman arsitektur Indonesia itu. Beberapa bangunan khas Indonesia misalnya Rumah Gadang, Monumen Nasional, dan Bangunan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan di Institut Teknologi Bandung.
Olahraga yang paling populer di Indonesia adalah sepak bola dan bulu tangkis.[butuh rujukan]BRI Liga 1 adalah liga klub sepak bola utama di Indonesia.[butuh rujukan] Olahraga tradisional Indonesia termasuk sepak takraw dan karapan sapi. Di wilayah dengan sejarah perang antar suku, kontes pertarungan diadakan, seperti caci di Flores, dan pasola di Sumba. Pencak silat adalah seni bela diri yang unik yang berasal dari wilayah Indonesia. Seni bela diri ini kadang-kadang ditampilkan pada acara-acara pertunjukkan yang biasanya diikuti dengan musik tradisional Indonesia berupa Gamelan dan seni musik tradisional lainnya sesuai dengan daerah asalnya. Olahraga di Indonesia biasanya berorientasi pada pria dan olahraga spektator sering berhubungan dengan judi yang ilegal di Indonesia.[456]
Di ajang kompetisi multi cabang, prestasi atlet-atlet Indonesia tidak terlalu mengesankan. Di Olimpiade, prestasi terbaik Indonesia diraih pada saat Olimpiade 1992, di mana Indonesia menduduki peringkat 24 dengan meraih 2 emas 2 perak dan 1 perunggu, kelima medali tersebut diraih melalui cabang bulu tangkis. Pada era 1960 hingga 2000, Indonesia merajai bulu tangkis. Atlet-atlet putra Indonesia seperti Rudi Hartono, Liem Swie King, Icuk Sugiarto, Alan Budikusuma, Ricky Subagja, dan Rexy Mainaky merajai kejuaraan-kejuaraan dunia. Rudi Hartono yang dianggap sebagai maestro bulu tangkis dunia, menjadi juara All England terbanyak sepanjang sejarah perbulu tangkisan Indonesia. Ia meraih 8 gelar juara, dengan 7 gelar diraihnya secara berturut-turut. Selain bulu tangkis, atlet-atlet tinju Indonesia juga mampu meraih gelar juara dunia, seperti Elyas Pical, Nico Thomas,[457] dan Chris John.[458] dalam ajang sepak bola internasional, Timnas Indonesia (Hindia Belanda) adalah tim Asia pertama yang berpartisipasi di Piala Dunia pada tahun 1938 di Prancis.[459]
Seni musik di Indonesia, baik tradisional maupun modern sangat banyak terbentang dari Sabang hingga Merauke. Setiap provinsi di Indonesia memiliki musik tradisional dengan ciri khasnya tersendiri. Musik tradisional termasuk juga Keroncong yang berasal dari keturunan Portugis di daerah Tugu, Jakarta,[460] yang dikenal oleh semua rakyat Indonesia bahkan hingga ke mancanegara. Ada juga musik yang merakyat di Indonesia yang dikenal dengan nama dangdut yaitu musik beraliran Melayu modern yang dipengaruhi oleh musik India sehingga musik dangdut ini sangat berbeda dengan musik tradisional Melayu yang sebenarnya, seperti musik Melayu Deli, Melayu Riau, dan sebagainya.
Alat musik tradisional yang merupakan alat musik khas Indonesia memiliki banyak ragam dari pelbagai daerah di Indonesia, namun banyak pula alat musik tradisional Indonesia yang diklaim oleh negara lain[461] untuk kepentingan penambahan budaya dan seni musiknya sendiri dengan mematenkan hak cipta seni dan warisan budaya Indonesia ke lembaga Internasional UNESCO. Alat musik tradisional Indonesia antara lain meliputi:
Masakan Indonesia bervariasi bergantung pada wilayahnya.[462] Nasi adalah makanan pokok dan dihidangkan dengan lauk daging dan sayur. Bumbu (terutama cabai), santan, ikan, dan ayam adalah bahan yang penting.[463]
Sepanjang sejarah, Indonesia telah menjadi tempat perdagangan antara dua benua. Ini menyebabkan terbawanya banyak bumbu, bahan makanan dan teknik memasak dari bangsa Melayu sendiri, India, Timur tengah, Tionghoa, dan Eropa. Semua ini bercampur dengan ciri khas makanan Indonesia tradisional, menghasilkan banyak keanekaragaman yang tidak ditemukan di daerah lain. Bahkan bangsa Spanyol dan Portugis, telah mendahului bangsa Belanda dengan membawa banyak produk dari dunia baru ke Indonesia.[butuh rujukan]
Sambal, sate, bakso, soto, dan nasi goreng adalah beberapa contoh makanan yang biasa dimakan masyarakat Indonesia setiap hari.[464] Selain disajikan di warung atau restoran, terdapat pula aneka makanan khas Indonesia yang dijual oleh para pedagang keliling menggunakan gerobak atau pikulan. Pedagang ini menyajikan bubur ayam, mie ayam, mi bakso, mi goreng, nasi goreng, aneka macam soto, siomay, sate, nasi uduk, dan lain-lain.
Rumah makan Padang yang menyajikan nasi Padang, yaitu nasi disajikan bersama aneka lauk-pauk Masakan Padang, mudah ditemui di berbagai kota di Indonesia.[butuh rujukan] Selain itu Warung Tegal yang menyajikan masakan Jawa khas Tegal dengan harga yang terjangkau juga tersebar luas.[butuh rujukan]Nasi rames atau nasi campur yang berisi nasi beserta lauk atau sayur pilihan dijual di warung nasi di tempat-tempat umum, seperti stasiun kereta api, pasar, dan terminal bus. Di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya dikenal nasi kucing sebagai nasi rames yang berukuran kecil dengan harga murah, nasi kucing sering dijual di atas angkringan, sejenis warung kaki lima. Penganan kecil semisal kue-kue banyak dijual di pasar tradisional. Kue-kue tersebut biasanya berbahan dasar beras, ketan, ubi kayu, ubi jalar, terigu, atau sagu.
Film pertama yang diproduksi pertama kalinya di nusantara adalah film bisu tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp pada zaman Hindia Belanda.[butuh rujukan] Film ini dibuat dengan aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung. Setelah itu, lebih dari 2.200 film diproduksi. Pada masa awal kemerdekaan, sineas-sineas Indonesia belum banyak bermunculan. Di antara sineas yang ada, Usmar Ismail adalah salah satu sutradara paling produktif, dengan film pertamanya Harta Karun (1949).[butuh rujukan] Namun kemudian film pertama yang secara resmi diakui sebagai film pertama Indonesia sebagai negara berkedaulatan adalah film Darah dan Doa (1950) yang disutradarai Usmar Ismail. Dekade 1970 hingga 2000-an, Arizal muncul sebagai sutradara film paling produktif. Tak kurang dari 52 buah film dan 8 judul sinetron dengan 1.196 episode telah dihasilkannya.[butuh rujukan]
Popularitas industri film Indonesia memuncak pada tahun 1980-an dan mendominasi bioskop di Indonesia,[465] meskipun kepopulerannya berkurang pada awal tahun 1990-an. Antara tahun 2000 hingga 2005, jumlah film Indonesia yang dirilis setiap tahun meningkat.[465] Film Laskar Pelangi (2008) yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata menjadi film terlaris Indonesia dengan jumlah penonton terbanyak sepanjang sejarah perfilman Indonesia hingga tahun 2016.[466]
Bukti tulisan tertua di Indonesia adalah berbagai prasasti berbahasa Sanskerta pada abad ke-5 Masehi.[467] Figur penting dalam sastra modern Indonesia termasuk: pengarang Belanda Multatuli yang mengkritik perlakuan Belanda terhadap Indonesia selama zaman penjajahan Belanda; Muhammad Yamin dan Hamka yang merupakan penulis dan politikus pra-kemerdekaan;[468] dan Pramoedya Ananta Toer, pembuat novel Indonesia yang paling terkenal.[469][470] Selain novel, sastra tulis Indonesia juga berupa puisi, pantun, dan sajak. Chairil Anwar adalah penulis puisi Indonesia yang paling ternama. Banyak orang Indonesia memiliki tradisi lisan yang kuat, yang membantu mendefinisikan dan memelihara identitas budaya mereka.[471]
Kebebasan pers di Indonesia meningkat setelah berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto. Jaringan televisi publik TVRI bersaing dengan jaringan televisi swasta nasional dan stasiun daerah; begitu pula dengan jaringan radio publik RRI yang bersaing dengan jaringan radio swasta yang menyiarkan berita dan hiburan.
Pada tahun 2007, dilaporkan bahwa 20 juta penduduk Indonesia menjadi pengguna internet.[472] Kemudian pada tahun 2014, jumlah pengguna internet bertambah pesat menjadi 83,7 juta orang atau terbanyak keenam di dunia.[473] Pada tahun 2019, yaitu tahun sebelum pandemi Covid-19 berlangsung, diperkirakan jumlah pengguna internet di Indonesia adalah 175 juta jiwa. Sementara pada tahun 2022, penggunainternet di Indonesia telah menyentuh angka 210 juta jiwa, yaitu sekitar 77% dari jumlah penduduk Indonesia.[474]
^Republik Indonesia adalah nama resmi yang paling sering digunakan, meskipun nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga tampil dalam beberapa dokumen resmi.
^"Demographic Yearbook 72nd Issue"(PDF). United Nations - Department of Economic and Social Affairs. Diarsipkan(PDF) dari versi asli tanggal 2023-01-30. Diakses tanggal 30 Januari 2023.Parameter |first1= tanpa |last1= di Authors list (bantuan)
^"Religion in Indonesia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 June 2024. Diakses tanggal 21 June 2024.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Leo Suryadinata, Evi Nurvidya Arifin, Aris Ananta; Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape; Institute of Southeast Asian Studies, 2003
^ abAnshory, Irfan (16 Agustus 2004). "Asal Usul Nama Indonesia". Pikiran Rakyat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 Desember 2006. Diakses tanggal 5 Oktober 2006.
^Earl, George S.W. (1850). "On The Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations". Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA): 119.
^Earl, George S.W. (1850). "On The Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations". Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA): 254, 277–278.
^MacKinnon, Kathy (1986). Alam Asli Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. hlm. 8.
^Smith, D.E.; Harrison, S.; Firth, C.R.; Jordan, J.T. (July 2011). "The early Holocene sea level rise". Quaternary Science Reviews. 30 (15–16): 1846–1860. Bibcode:2011QSRv...30.1846S. doi:10.1016/j.quascirev.2011.04.019. The rise, of ca 60m, took place over most of the Earth as the volume of the oceans increased during deglaciation and is dated at 11,650–7000 cal. BP. The EHSLR was largely driven by meltwater release from decaying ice masses and the break up of coastal ice streams. [...] The impact of the EHSLR on climate is reviewed and it is maintained that the event was a factor in the 8200 BP cooling event, as well as in changes in ocean current patterns and their resultant effects. The EHSLR may also have enhanced volcanic activity, but no clear evidence of a causal link with submarine sliding on continental slopes and shelves can yet be demonstrated. The rise probably influenced rates and patterns of human migrations and cultural changes.
^Herries AI, Martin JM, Leece AB, Adams JW, Boschian G, Joannes-Boyau R, et al. (April 2020). "Contemporaneity of Australopithecus, Paranthropus, and early Homo erectus in South Africa". Science. 368 (6486): eaaw7293. doi:10.1126/science.aaw7293. PMID32241925.
^Posth C, Renaud G, Mittnik M, Drucker DG, Rougier H, Cupillard C, et al. (2016). "Pleistocene Mitochondrial Genomes Suggest a Single Major Dispersal of Non-Africans and a Late Glacial Population Turnover in Europe". Current Biology. 26 (6): 827–833. doi:10.1016/j.cub.2016.01.037. hdl:2440/114930. PMID26853362.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Vogel, J. Ph. (1918). "The Yupa Inscription of King Mulawarman, from Koetei (East Borneo)". BKI. 74.
^Aris Munandar, Agus (2011). Indonesia Dalam Arus Sejarah 2: Kerajaan Hindu - Buddha. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve. hlm. 60.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Basri, Hasan (Ed). 2006. Pangeran Jagapati, Wong Agung Wilis dan Sayu Wiwit. 3 Pejuang Dari Blambangan. Banyuwangi: Penerbit Pemda Kabupaten Banyuwangi
^Kusniah, Siti Turmini (2018). Kiaiku, Guruku, Jaringan Ulama. Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. ISBN978-602-1289-85-3.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Lombard, Denys (2008). Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
^Brown 2003, p. 63: "On February 13, 1755, the Treaty of Giyanti was signed, dividing what was left of the kingdom of Mataram into two parts. One part, with its capital in the city of Solo, was headed by Pakubuwana II's son, Pakubuwana III. The other part, with its capital 60 kilometres to the west of Yogyakarta, was ruled by Pakubuwana II's half-brother Mangkubumi, who took the title Sultan Hamengkubuwono I. The treaty was not immediately accepted by all parties to the dispute: fighting went on for another two years. In 1757, though, an uneasy peace settled on Java when Pakubuwana III's territory was divided, with a portion going to his cousin Mas Said, who took the title Mangkunegara I."
^Jamil Al-Sufri, Tarsilah Brunei: The Early History of Brunei up to 1432 AD (Bandar Seri Begawan: Brunei History Centre, 2000)
^Adolf Heuken, 'Archdiocese of Jakarta - a Growing Local Church (1950-2000)' in Een vakkracht in het Koninkrijk. Kerk- en zendingshistorie opstellen onder redactie van dr. Chr.G.F. de Jong (2005:104-114) ISBN 90-5829-611-3
^Goh, Robbie B.H. (2005). Christianity in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 80. ISBN981-230-297-2.
^Miller, George, ed. (1996). To The Spice Islands and Beyond: Travels in Eastern Indonesia. New York: Oxford University Press. xvi. ISBN967-65-3099-9.
^Dagh-register gehouden int Casteel Batavia vant passerende daer ter plaetse als over geheel Nederlandts-India anno 1624–1629 [The official register at Castle Batavia, of the census of the Dutch East Indies]. VOC. 1624.
^"170 tahun kepahlawanan minangkabau". Majalah Tempo Online (dalam bahasa indonesian). 31 July 1982. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 March 2012. Diakses tanggal 11 March 2012.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^Romain Bertrand, L‘Histoire à parts égales. Récits d'une rencontre Orient-Occident (XVIe-XVIIe siècles), Paris, Seuil, 2011, bab 15, hlm. 420-436.
^Frederick & Worden 1993, The Dutch on Java, 1619–1755: "Perang berlangsung hingga tahun 1755, ketika Perjanjian Giyanti disahkan, mengakui Pakubuwana III (memerintah 1749–55) sebagai penguasa Surakarta dan Mangkubumi (yang mengambil gelar sultan dan nama Hamengkubuwana) sebagai penguasa Yogyakarta."
^Pramoedya sheds light on dark side of Daendels' highway. The Jakarta Post 8 January 2006.
^Ekspedisi Anjer-Panaroekan, Laporan Jurnalistik Kompas. Penerbit Buku Kompas, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta Indonesia. November 2008. hlm. 1–2. ISBN978-979-709-391-4.
^anonim (16 Januari 2012). "Mengenal Sejarah Tanah Perdikan Madiun". Madiun Info. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-05-20. Diakses tanggal 19 September 2015.Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link) Pemeliharaan CS1: Tanggal dan tahun (link)
^Kepper G. 1900. Wapenfeiten van het Nederlands Indische Leger; 1816-1900. Den Haag: M.M. Cuvee.
^Kielstra, Egbert Broer (1917). "Het sultanaat van Bandjermasin" [The Sultanate of Bandjermasin]. Onze Eeuw [Our Century] (dalam bahasa Belanda). 17. Haarlem: Erven F. Bohn. hlm. 12–30. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-09. Diakses tanggal 2023-05-24.
^Ibrahim, Alfian. "Aceh and the Perang Sabil." Indonesian Heritage: Early Modern History. Vol. 3, ed. Anthony Reid, Sian Jay and T. Durairajoo. Singapore: Editions Didier Millet, 2001. p. 132–133
^Andy Barski, Albert Beaucort and Bruce Carpenter, Barski (2007). Bali and Lombok. Dorling Kindersley, London. ISBN978-0-7566-2878-9.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Insight Guide: Bali 2002 Brian Bell, Apa Publications GmbH&Co ISBN1-58573-288-5.
^Soejitno, Hardjosoediro (1984). Kronologi Pergerakan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Parmita.
^"Riwayat Berdirinya PNI". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2016-07-15. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-14. Diakses tanggal 2021-07-27.
^Amersfoort, Herman; Kamphuis, Piet, ed. (2005), Mei 1940 — De Strijd op Nederlands grondgebied (dalam bahasa Belanda), Den Haag: Sdu Uitgevers, ISBN90-12-08959-X
^Benda, Harry S. (1956). "The Beginnings of the Japanese Occupation of Java". The Far Eastern Quarterly. 14 (4): 541–560. doi:10.2307/2941923. JSTOR2941923.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Nasution, Adnan Buyung (1995), Aspirasi Pemerintahan Konstitutional di Indonesia: Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1956 (The Aspiration for Constitutional Government in Indonesia: A Socio-Legal Study of the Indonesian Konstituante 1956-1959), Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, ISBN978-979-444-384-2
^Boland, B.J. (1971), The Struggle of Islam in Modern Indonesia, Den Haag: Martinus Nijhoff
^Kusuma, A.B (2004). Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 : memuat salinan dokumen otentik badan oentoek menyelidiki oesaha2 persiapan kemerdekaan [The Birth of the 1945 Constitution: including copies of the authentic documents of the Investigating Committee for Preparatory Work for Independence] (dalam bahasa Indonesian). Depok, Indonesia: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. ISBN979-8972-28-7.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^Westerling, Raymond Paul Pierre (1952). Mes aventures en Indonesie (dalam bahasa Prancis).Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abc"World Economic Outlook Database" (Siaran pers). International Monetary Fund. April 2006. Diarsipkan dari Estimate versi asli Periksa nilai |url= (bantuan) tanggal 1 Mei 2018. Diakses tanggal 5 Oktober 2006."Salinan arsip". Archived from the original on 2018-05-01. Diakses tanggal 2008-07-29.Pemeliharaan CS1: Url tak layak (link)
^"Indonesia Regions". Indonesia Business Directory. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Desember 2005. Diakses tanggal 24 April 2007.Parameter |first1= tanpa |last1= di Authors list (bantuan)
^Frederick, William H.; Worden, Robert L. (1993). Indonesia: A Country Study. Area Handbook Series (dalam bahasa Inggris). 550. Washington, D.C.: Federal Research Division, Library of Congress. hlm. 98. ISBN9780844407906. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-20. Diakses tanggal 2021-08-10.
^Article 55, 1982 UN Convention on the Law of The Sea.
^Hope, G.S.; Peterson, J.A., ed. (1976). The Equatorial Glaciers of New Guinea. Rotterdam: A.A. Balkema. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-03. Diakses tanggal 2021-08-11.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Aldrian, E.; Karmini, M.; Budiman (2011). Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia(PDF). Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. hlm. 19–21. Diarsipkan(PDF) dari versi asli tanggal 2021-08-11. Diakses tanggal 2021-08-11.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ ab"Indonesia: Volcano nation". BBC. 5 November 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 November 2017. Diakses tanggal 28 November 2017.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Tambora". Volcano Discovery. 29 Mei 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 Desember 2016. Diakses tanggal 20 December 2016.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Chrysolite, Hanny; Juliane, Reidinar; Chitra, Josefhine; Ge, Mengpin (4 Oktober 2017). "Evaluating Indonesia's Progress on its Climate Commitments". World Resources Institute. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 Oktober 2017. Diakses tanggal 26 Agustus 2018.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Evans, Kevin (2019). "Guide to the 2019 Indonesian Elections"(PDF). Australia-Indonesia Centre. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 17 April 2019. Diakses tanggal 30 Juli 2019.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Indonesia – Foreign Policy". U.S. Library of Congress. U.S. Library of Congress. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-27. Diakses tanggal 5 May 2007.
^Indonesia temporarily withdrew from the UN on 20 January 1965 in response to the fact that Malaysia was elected as a non-permanent member of the Security Council. It announced its intention to "resume full cooperation with the United Nations and to resume participation in its activities" on 19 September 1966, and was invited to re-join the UN on 28 September 1966.
^"Travel Warning: Indonesia" (Siaran pers). US Embassy, Jakarta. 10 May 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 November 2006. Diakses tanggal 26 December 2006.Parameter |= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)"Salinan arsip". Archived from the original on 2006-11-11. Diakses tanggal 2015-02-14.Pemeliharaan CS1: Url tak layak (link)
^Lateline TV Current Affairs (20 April 2006). "Sidney Jones on South East Asian conflicts"(PDF). TV Program transcript, Interview with South East Asia director of the International Crisis Group. Australian Broadcasting Commission (ABC). Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 September 2006.; International Crisis Group (5 September 2006). "Papua: Answer to Frequently Asked Questions"(PDF). Update Briefing. International Crisis Group (53): 1. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 18 September 2006. Diakses tanggal 17 September 2006.
^"2014BPS". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-13. Diakses tanggal 2015-10-04.
^"BPS". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-13. Diakses tanggal 2015-10-04.
^"USD". www.usd.ac.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-29. Diakses tanggal 26-06-2017.Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)
^"Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia". Undang-Undang No. 29 Tahun 2007."Salinan arsip". Archived from the original on 2022-09-10. Diakses tanggal 2022-08-21.Pemeliharaan CS1: Url tak layak (link)
^"Beberapa Indikator Penting Mengenai Indonesia"(PDF) (Siaran pers) (dalam bahasa Bahasa Indonesia). Badan Pusat Statistik Indonesia. 2008-12-02. Diakses tanggal 2008-03-18.Parameter |= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link) "Salinan arsip"(PDF). Archived from the original on 2008-04-01. Diakses tanggal 2008-08-07.Pemeliharaan CS1: Url tak layak (link)
^Astuti, Kismi Dwi (31 Oktober 2022). "Kedelai Dunia Turun: Pemda Harus Bantu Subsidi". Pikiran Rakyat. hlm. 5.
^"Official Statistics and its Development in Indonesia"(PDF). Sub Committee on Statistics: First Session 18–20 February, 2004. Economic and Social Commission for Asia & the Pacific. hlm. 19. Diarsipkan(PDF) dari versi asli tanggal 2009-09-29. Diakses tanggal 2008-08-07.
^"Indonesia at a Glance"(PDF). Indonesia Development Indicators and Data. Bank Dunia. 2006-08-13. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2009-12-23. Diakses tanggal 2008-08-07.
^"Index of Economic Freedom". The Heritage Foundation & The Wall Street Journal. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-08. Diakses tanggal 2018-12-08.
^"cpi 2017 table". Transparency International. 2018-02-21. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-23. Diakses tanggal 2008-06-31.Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)
^Badan Pusat Statistik (21 Januari 2021), Hasil Sensus Penduduk 2020(PDF), Jakarta: Badan Pusat Statistik, diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 22 Januari 2021
^Badan Pusat Statistik (1962). Sensus Penduduk 1961 Republik Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-19. Diakses tanggal 2021-08-08.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"World Population Prospect: 2017 Revision"(PDF). United Nations Department of Economics and Social Affairs–Population Division. 21 Juni 2017. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 20 Desember 2017. Diakses tanggal 20 Desember 2017.
^Krisetya, Beltsazar (14 September 2016). "Tapping the Indonesian Diaspora Potential". Forum for International Studies. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 Desember 2017. Diakses tanggal 20 Desember 2017.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Tanudirjo, Daud Aris (2017). "Mempertanyakan Austronesia, Meneguhkan Identitas Indonesia". Dalam Harry, Widianto. Jejak Austronesia di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 11–12. ISBN978-602-386-158-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-20. Diakses tanggal 2021-08-07.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Ananta, Aris; Arifin, Evi Nurvidya; Hasbullah, M. Sairi; Handayani, Nur Budi; Pramono, Agus (2015). Demography of Indonesia's Ethnicity. SG: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN978-981-4519-88-5. OCLC1011165696. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-20. Diakses tanggal 2021-08-07.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Kridalaksana, H. (1991). "Pengantar tentang Pendekatan Historis dalam Kajian Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia". Dalam Kridalaksana, H. Masa Lampau bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai(PDF). Yogyakarta: Kanisius. ISBN979-413-476-7. Diarsipkan(PDF) dari versi asli tanggal 2021-08-08. Diakses tanggal 2021-08-08.