Keseluruhan atau sebagian dari artikel ini membutuhkan perhatian dari ahli subyek terkait. Jika Anda adalah ahli yang dapat membantu, silakan membantu perbaiki kualitas artikel ini.
Krisis keuangan Asia adalah periode krisis keuangan yang menerpa hampir seluruh Asia Tenggara pada Juli 1997 dan menimbulkan kepanikan bahkan ekonomi dunia akan runtuh akibat penularan keuangan.
Krisis ini bermula di Thailand (dikenal dengan nama krisis tom yum kung di Thailand; Thai: วิกฤตต้มยำกุ้ง) seiring jatuhnya nilai mata uang baht setelah pemerintah Thailand terpaksa mengambangkan baht karena sedikitnya valuta asing yang dapat mempertahankan jangkarnya ke dolar Amerika Serikat. Waktu itu, Thailand menanggung beban utang luar negeri yang besar sampai-sampai negara ini dapat dinyatakan bangkrut sebelum nilai mata uangnya jatuh.[1] Saat krisis ini menyebar, nilai mata uang di sebagian besar Asia Tenggara dan Jepang ikut turun,[2] bursa saham dan nilai aset lainnya jatuh, dan utang swastanya naik drastis.[3]
Rasio utang luar negeri terhadap PDB naik dari 100% menjadi 167% di empat negara besar ASEAN pada tahun 1993–96, lalu melonjak hingga 180% pada masa-masa terparah dalam krisis ini. Di Korea Selatan, rasionya naik dari 13% menjadi 21%, lalu memuncak di angka 40%. Negara industri baru lainnya masih lebih baik. Kenaikan rasio pembayaran utang ekspor hanya dialami oleh Thailand dan Korea Selatan.[4]
Meski sebagian besar negara di Asia memiliki kebijakan fiskal yang bagus, Dana Moneter Internasional (IMF) turun tangan melalui program senilai US$40 miliar untuk menstabilkan mata uang Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia, negara-negara yang terdampak parah dalam krisis ini. Upaya menghambat krisis ekonomi global gagal menstabilkan situasi dalam negeri di Indonesia. Setelah 31 tahun berkuasa, PresidenSoehartoterpaksa mundur pada tanggal 21 Mei 1998 di bawah tekanan demonstran massa serta aspirasi rakyat NKRI yang mengeluh kebijakan kenaikan harga secara tajam akibat devaluasi rupiah. Dampak krisis masih terasa hingga 1998. Tahun 1998, pertumbuhan Filipina anjlok hingga nol persen. Hanya Singapura dan Taiwan yang agak terhindar dari krisis ini, tetapi keduanya sempat mengalami tekanan besar; Singapura ikut tertekan karena ukuran dan letak geografisnya antara Malaysia dan Indonesia. Tahun 1999, sejumlah analis mengamati bahwa ekonomi di Asia mulai pulih.[5] Setelah krisis tahun 1997, ekonomi di Asia mulai stabil di bawah pengawasan keuangan.[6]
Sebelum tahun 1999, Asia menarik hampir separuh arus modal ke negara berkembang. Negara-negara Asia Tenggara mempertahankan nilai tukar tinggi demi menarik investor asing yang mencari tingkat pengembalian saham tinggi. Hasilnya, Asia Tenggara menerima arus uang yang besar dan mengalami lonjakan harga aset. Pada saat yang sama, Thailand, Malaysia, Indonesia, Singapura, dan Korea Selatan mengalami tingkat pertumbuhan tinggi, PDB 8–12%, pada akhir 1980-an dan awal 1993. Prestasi ini diakui oleh lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia dan dijuluki sebagai "keajaiban ekonomi Asia".
Sejarah
Gelembung kredit dan nilai tukar tetap
Penyebab krisis ini masih diperdebatkan. Ekonomi Thailand berkembang menjadi gelembung ekonomi yang digerakkan oleh "dana panas" (dana yang masuk ke sebuah pasar hanya untuk keuntungan jangka pendek dan spekulatif). Seiring membesarnya gelembung, semakin banyak pula dana yang diperlukan. Situasi serupa terjadi di Malaysia dan Indonesia melalui "kapitalisme kroni".[7] Arus modal jangka pendek mahal dan dirancang untuk meraup untung cepat. Dana pembangunan tersalurkan secara tak terkendali ke orang-orang tertentu saja, bukan orang yang pantas atau layak, melainkan orang yang dekat dengan pusat kekuasaan.[8]
Pada pertengahan 1990-an, Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan memiliki defisit transaksi berjalan sektor swasta yang besar. Penerapan nilai tukar tetap meningkatkan pinjaman luar negeri dan memperbesar keterpaparan risiko valuta asing di sektor keuangan dan perusahaan.
Pada pertengahan 1990-an, serangkaian goncangan luar negeri mulai mengubah tatanan ekonomi. Devaluasirenminbi Cina dan yen Jepang setelah Perjanjian Plaza 1985, kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang memperkuat nilai dolar A.S., dan penurunan harga semikonduktor menghambat pertumbuhan ekonomi.[9] Seiring pulihnya ekonomi Amerika Serikat dari resesi pada awal 1990-an, Federal Reserve Bank di bawah pimpinan Alan Greenspan mulai menaikkan suku bunga AS untuk menurunkan inflasi.
Keputusan ini menjadikan Amerika Serikat negara yang lebih menarik bagi investor dibandingkan Asia Tenggara. Asia Tenggara menerima arus dana panas berkat suku bunga jangka pendek yang tinggi dan tingginya nilai dolar Amerika Serikat. Bagi negara-negara Asia Tenggara yang mata uangnya dijangkarkan ke dolar AS, nilai dolar AS yang lebih tinggi membuat harga barang ekspornya lebih mahal dan kurang bersaing di pasar global. Pada saat yang bersamaan, pertumbuhan ekspor Asia Tenggara melambat drastis pada musim semi 1996 sehingga memperburuk posisi neraca berjalannya.
Sejumlah ekonom menyebut pertumbuhan ekspor Cina sebagai salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan ekspor negara-negara ASEAN. Namun demikian, para ekonom yang sama juga menyebut spekulasi properti berlebiihan sebagai penyebab utamanya.[10] Cina mulai bersaing secara efektif dengan negara-negara pengekspor di Asia pada tahun 1990-an setelah diterapkannya beberapa reformasi berorientasi ekspor. Ekonom lainnya mempertanyakan dampak Cina dan mengatakan bahwa ASEAN dan Cina mengalami pertumbuhan ekspor yang pesat pada awal 1990-an.[11]
Banyak ekonom yang meyakini bahwa krisis Asia tercipta bukan karena psikologi pasar atau teknologi, melainkan kebijakan yang mengubah insentif dalam hubungan antara peminjam dan pemberi pinjaman. Besarnya pinjaman yang tersedia lewat kebijakan ini menciptakan ekonomi yang nilainya sangat terdongkrak (leveraged). Harga aset pun naik ke tingkat yang sangat rentan.[12] Harga aset akhirnya jatuh dan membuat individu dan perusahaan tidak mampu membayar obligasi utang.
Kepanikan pemberi pinjaman dan penarikan kredit
Kepanikan yang terjadi di kalangan pemberi pinjaman memicu penarikan kredit besar-besaran dari negara yang mengalami krisis. Tindakan ini mengakibatkan penyusutan kredit dan kebangkrutan. Selain itu, ketika investor asing berusaha menarik uangnya, pasar valas dibanjiri oleh mata uang negara yang mengalami krisis sehingga memaksa depresiasi terhadap nilai tukarnya. Demi mencegah jatuhnya nilai mata uang, negara-negara yang mengalami krisis menaikkan suku bunga dalam negeri sampai puncaknya (mengurangi pelarian modal dengan membuat pemberian pinjaman lebih menarik bagi investor) dan turun tangan mencampuri pasar valas, membeli mata uang domestik berlebih apapun dalam nilai tukar tetap dengan cadangan valuta asing. Tak satu pun kebijakan yang dampaknya bertahan lama.
Selain mengacaukan ekonomi yang sehat-sehat saja, suku bunga terlampau tinggi juga mampu mengacaukan ekonomi negara rapuh. Di sisi lain, bank sentral semakin kehabisan cadangan mata uang asing yang jumlahnya terbatas. Ketika semakin jelas bahwa arus keluarnya modal dari negara-negara tersebut tidak dapat dihentikan, pemerintah menghentikan penerapan nilai tukar tetap dan mengizinkan mata uangnya mengambang. Nilai mata uang yang terdepresiasi berarti bahwa utang bermata uang asing terus bertambah dalam nilai mata uang nasional. Hal ini memicu kebangkrutan dan memperparah krisis.
Ekonom seperti Joseph Stiglitz dan Jeffrey Sachs mengabaikan peran ekonomi riil dalam krisis ini dibandingkan dengan pasar keuangan. Laju cepat krisis ini membuat Sachs dan ekonom lainnya membandingkannya dengan fenomena penarikan massal (bank run) yang dipicu oleh goncangan risiko mendadak. Sachs menyalahkan kebijakan moneter ketat dan kebijakan kontraksi fiskal yang diterapkan oleh pemerintah atas saran IMF setelah krisis, sedangkan Frederic Mishkin menyalahkan informasi asimetris dalam pasar keuangan yang menciptakan "mental ikut-ikutan" di kalangan investor yang membesar-besarkan risiko kecil dalam ekonomi riil. Krisis ini menarik perhatian para ekonom perilaku yang sedang mempelajari psikologi pasar.[13]
Salah satu dugaan penyebab goncangan risiko yang mendadak adalah penyerahan kedaulatan Hong Kong tanggal 1 Juli 1997. Sepanjang 1990-an, dana panas masuk Asia Tenggara lewat penghubung keuangan seperti Hong Kong. Para investor abai dengan profil risiko negara tujuan investasinya. Setelah krisis menerpa kawasan tersebut, diperparah dengan ketidakpastian politik terkait masa depan Hong Kong sebagai pusat keuangan Asia, banyak investor yang memutuskan untuk keluar dari Asia. Menyusutnya investasi malah memperparah kondisi keuangan di Asia[14] dan mendorong depresiasi baht Thailand pada tanggal 2 Juli 1997.[15]
Menteri luar negeri dari 10 negara ASEAN yakin bahwa manipulasi mata uang direncankaan dengan sengaja untuk menggoyahkan ekonomi ASEAN. Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, menuduh George Soros mengacaukan ekonomi Malaysia melalui "spekulasi mata uang besar-besaran". Soros mengaku membeli ringgit saat nilainya jatuh dan melakukan jual kosong pada tahun 1997.
Pada Pertemuan Menteri ASEAN ke-30 di Subang Jaya, Malaysia, tanggal 25 Juli 1997, menteri luar negeri seluruh ASEAN mengeluarkan deklarasi bersama yang meminta penguatan kerja sama ASEAN untuk mempertahankan dan mengutamakan kepentingan ASEAN di bidang ekonomi.[22] Pada hari yang sama, kepala bank sentral dari seluruh negara yang terdampak krisis bertemu di EMEAP (Executive Meeting of East Asia Pacific) di Shanghai. Mereka gagal menyepakati New Arrangement to Borrow. Satu tahun sebelumnya, menteri keuangan dari negara-negara yang sama menghadiri pertemuan menteri keuangan APEC ke-3 di Kyoto, Jepang, tanggal 17 Maret 1996. Menurut deklarasi bersama tersebut, mereka tidak mampu menggandakan jumlah dana cadangan General Agreements to Borrow dan Emergency Finance Mechanism.
Krisis ini dapat dipandang sebagai kegagalan membangun kapastias untuk mencegah manipulasi mata uang. Hipotesis ini tidak banyak didukung oleh para ekonom. Mereka berpendapat bahwa tak satu investor pun yang mampu memengaruhi pasar dengan cara memanipulasi nilai mata uang. Selain itu, butuh perencanaan yang sangat besar untuk menarik investor dari Asia Tenggara agar bisa memanipulasi nilai mata uangnya.
Thailand
Dari 1985 sampai 1995, Ekonomi Thailand tumbuh rata-rata 9%. Pada tanggal 14-15 Mei 1997, mata uang Baht, terpukul oleh serangan spekulasi besar. Pada tanggal 30 Juni, Perdana Menteri Chavalit Yonchaiyudh berkata bahwa dia tidak akan mendevaluasi Baht, tetapi pemerintah Thailand yang tak memiliki cukup cadangan devisa untuk mempertahankan nilai tukar tetap dengan dolar AS akhirnya mengambangkan mata uang lokal tersebut pada 2 Juli. Pada 1996, "dana hedge" Amerika telah menjual US$400 juta dalam bentuk mata uang Thailand. Dari 1985 sampai 2 Juli 1997, baht dipatok pada 25 kepada dolar AS. Baht jatuh tajam dan hilang setengah harganya. Baht jatuh ke titik terendah di 56 ke dolar AS pada Januari 1998. Pasar saham Thailand jatuh 75% pada 1997. Finance One, perusahaan keuangan Thailand terbesar bangkrut. Pada 11 Agustus, Bank Dunia dan IMF membuka paket penyelamatan dengan lebih dari US$16 milliar (kira-kira Rp160 triliun). Pada 20 Agustus, Bank Dunia dan IMF menyetujui paket "bailout" sebesar US$3,9 miliar.
Filipina
Bank sentral Filipina menaikkan suku bunga sebesar 1,75 persentasi point pada Mei dan 2 point lagi pada 19 Juni. Thailand memulai krisis pada 2 Juli. Pada 3 Juli, bank sentral Filipina dipaksa untuk campur tangan besar-besaran untuk menjaga peso Filipina, menaikkan suku bunga dari 15 persen ke 24 persen dalam satu malam.
Hong Kong
Pada Oktober 1997, dolar Hong Kong, yang dipatok 7,8 ke dolar AS, mendapatkan tekanan spekulatif karena inflasi Hong Kong lebih tinggi dibanding AS selama bertahun-tahun. Pejabat keuangan menghabiskan lebih dari US$1 miliar untuk mempertahankan mata uang lokal. Meskipun adanya serangan spekulasi, Hong Kong masih dapat mengatur mata uangnya dipatok ke dolar AS. Pasar saham menjadi tak stabil, antara 20 sampai 23 Oktober, Index Hang Seng menyelam 23%. Otoritas Moneter Hong Kong berjanji melindungi mata uang. Pada 15 Agustus 1997, suku bunga Hong Kong naik dari 8 persen ke 23 persen dalam satu malam.
Korea Selatan
Korea Selatan adalah ekonomi terbesar ke-11 dunia pada 1997. Mereka memiliki landasan makroekonomi yang bagus namun perbankannya dibebani kredit macet. Utang berlebihan menuntun ke kegagalan besar dan pengambil-alihan. Contohnya, pada Juli, pembuat mobil ketiga terbesar Korea, Kia Motors meminta pinjaman darurat. Di awal penurunan pasar Asia, Moody's menurunkan rating kredit Korea Selatan dari A1 ke A3 pada 28 November 1997, dan diturunkan lagi ke Baa2 pada 11 Desember. Yang menyebabkan penurunan lebih lanjut di saham Korea sejak jatuhnya pasar saham di November. Bursa saham Seoul jatuh 4% pada 7 November 1997. Pada 8 November, jatuh 7%, penurunan terbesar yang pernah tercatat di negara tersebut. Dan pada 24 November, saham jatuh lagi 7,2 persen karena ketakutan IMF akan meminta reform yang berat. Pada 1998, Hyundai Motor mengambil alih Kia Motors.
Malaysia
Pada 1997, Malaysia memiliki defisit neraca modal besar, lebih dari 6 persen dari GDP. Pada bulan Juli, ringgit Malaysia diserang oleh spekulator. Malaysia mengambangkan mata uangnya pada 17 Agustus 1997 dan ringgit jatuh secara tajam. Empat hari kemudian Standard and Poor's menurunkan rating hutang Malaysia. Seminggu kemudian, agensi rating menurunkan rating Maybank, bank terbesar Malaysia. Pada hari yang sama, Bursa saham Kuala Lumpur jatuh 856 point, titik terendahnya sejak 1993. Pada 2 Oktober, ringgit jatuh lagi. Perdana Menteri MalaysiaMahathir Mohamad memperkenalkan kontrol modal. Tetapi, mata uang jatuh lagi pada akhir 1997 ketika Mahathir mengumumkan bahwa pemerintah akan menggunakan 10 miliar ringgit di proyek jalan, rel dan saluran pipa.
Pada 1998, pengeluaran di berbagai sektor menurun. Sektor konstruksi menyusut 23,5 persen, produksi menyusut 9 persen dan agrikultur 5,9 persen. Keseluruhan GDP negara ini turun 6,2 persen pada 1998. Tetapi, Malaysia merupakan salah satu negara di dunia yang berhasil memulihkan krisis keuangan ini dalam waktu singkat dengan menolak tawaran langsung Bank Dunia dan IMF.
Indonesia
Pada bulan Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, surplus perdagangan lebih dari US$900 juta, cadangan devisa yang besar, lebih dari US$20 miliar, dan perbankan yang baik.
Tapi banyak perusahaan di Indonesia yang meminjam dalam bentuk dolar AS. Pada tahun berikutnya, ketika rupiah menguat terhadap dolar, kebijakan ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut—level efektivitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat.
Pada bulan Juli 1997, Thailand mengambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran mengambang teratur ditukar dengan pertukaran mengambang-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. Bank Dunia dan IMF datang dengan paket bantuan 23 miliar dolar, tetapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September. Moody's menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi junk bond.
Meskipun krisis rupiah dimulai pada bulan Juli dan Agustus 1997, krisis ini menguat pada bulan November ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul pada neraca perusahaan. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah. Akibatnya, banyak rakyat yang bereaksi dengan menukarkan rupiah dengan dolar AS, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi. Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di Indonesia. Pada bulan Februari 1998, Presiden Soeharto memecat Gubernur Bank Indonesia, Sudrajad Djiwandono. Akhirnya, Presiden Soeharto dipaksa untuk mundur pada tanggal 21 Mei 1998 dan B. J. Habibie diangkat menjadi presiden. Mulai dari sini krisis moneter Indonesia memuncak.
Singapura
Ekonomi Singapura berhasil mengatur performa yang relatif sehat dibandingkan dengan negara lain di Asia selama dan setelah krisis finansial, meskipun hubungan erat dan ketergantungan ekonomi regional tetap membawa efek negatif terhadap ekonominya. Tetapi, secara keseluruhan kemampuannya menghilangkan krisis diperhatikan secara luas, dan meningkatkan penelitian kebijakan fiskal Singapura sebagai pelajaran bagi negara tetangganya. Sebagai ekonomi terbuka, dolar Singapura terbuka terhadap tekanan spekulatif seperti telah terjadi pada 1985. Ekonomi sangat penting dalam keberlangsungan Singapura sebagai negara merdeka, pemerintah Singapura berhasil mengatur suku pertukaran mata uangnya untuk menghindari potensi penyerangan speklulatif.
Tiongkok
Tiongkok tidak terpengaruh oleh krisis ini karena renminbi yang tidak dapat ditukar dan kenyataan bahwa hampir semua investasi luarnya dalam bentuk pabrik dan bukan bidang keamanan. Meskipun Tiongkok telah dan terus memiliki masalah solvency parah dalam sistem perbankannya, kebanyakan deposit di semua bank Tiongkok adalah domestik dan tidak ada pelarian bank.
Amerika Serikat dan Jepang
Flu Asia juga memberikan tekanan kepada Amerika Serikat dan Jepang. Ekonomi mereka tidak hancur, tetapi terpukul kuat. Pada 27 Oktober 1997, Industri Dow Jones jatuh 554-point, atau 7,2 persen, karena kecemasan ekonomi Asia. Bursa Saham New York menunda sementara perdagangan. Krisis ini menuju ke jatuhnya konsumsi dan keyakinan mengeluarkan uang. Jepang terpengaruh karena ekonominya berperan penting di wilayah Asia. Negara-negara Asia biasanya menjalankan defisit perdagangan dengan Jepang karena ekonomi Jepang dua kali lebih besar dari negara-negara Asia lainnya bila dijumlahkan, dan tujuh kali lipat RRT. Sekitar 40 persen ekspor Jepang ke Asia. Pertumbuhan nyata GDP melambat di 1997, dari 5 persen ke 1,6 persen dan turun menjadi resesi pada 1998. Krisis Finansial Asia juga menuntun ke kebangkrutan di Jepang.
Laos
Laos terpengaruh ringan oleh krisis ini dengan nilai tukar Kip dari 4.700 ke 6.000 terhadap satu dolar AS.
Konsekuensi
Krisis Asia berpengaruh ke mata uang, pasar saham, dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia. Indonesia, Korea Selatan dan Thailand adalah beberapa negara yang terpengaruh besar oleh krisis ini.
Krisis ekonomi ini juga menuju ke kekacauan politk, paling tercatat dengan mundurnya Soeharto di Indonesia dan Chavalit Yongchaiyudh di Thailand. Ada peningkatan anti-Barat, dengan George Soros dan IMF khususnya, keluar sebagai kambing hitam.
Secara budaya, krisis finansial Asia mengakibatkan kemunduran terhadap ide adanya beberapa set "Asian value", yaitu Asia Timur memiliki struktur ekonomi dan politik yang superior dibanding Barat. Krisis Asia juga meningkatkan prestise ekonomi RRT.
Krisis Asia menyumbangkan ke krisis Rusia dan Brasil pada 1998, karena setelah krisis Asia bank tidak ingin meminjamkan ke negara berkembang.
Krisis ini telah dianalisis oleh para pakar ekonomi karena perkembangannya, kecepatan, dinamismenya; dia mempengaruhi belasan negara, memiliki efek ke kehidupan berjuta-juta orang, terjadi dalam waktu beberapa bulan saja. Mungkin para pakar ekonomi lebih tertarik lagi dengan betapa cepatnya krisis ini berakhir, meninggalkan ekonomi negara berkembang tak berpengaruh. Keingintahuan ini telah menimbulkan ledakan di pelajaran tentang ekonomi finansial dan "litani" penjelasan mengapa krisis ini terjadi. Beberapa kritik menyalahkan tindakan IMF dalam krisis, termasuk oleh pakar ekonomi Bank DuniaJoseph Stiglitz.
^Yamazawa, Ippei (September 1998). "The Asian Economic Crisis and Japan"(PDF). The Developing Economies. 36 (3): 332–351. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2015-09-24. Diakses tanggal 16 November 2015.
Noland, Markus, Li-gang Liu, Sherman Robinson, and Zhi Wang. (1998) Global Economic Effects of the Asian Currency Devaluations. Policy Analyses in International Economics, no. 56. Washington, DC: Institute for International Economics.
Pempel, T. J. (1999) The Politics of the Asian Economic Crisis. Ithaca, NY: Cornell University Press.
Ries, Philippe. (2000) The Asian Storm: Asia's Economic Crisis Examined.
Portuguese footballer (born 1993) Agostinho Cá Cá with Portugal U19 in 2012Personal informationFull name Agostinho Odiquir Cá[1]Date of birth (1993-07-24) 24 July 1993 (age 30)[1]Place of birth Bissau, Guinea-Bissau[1]Height 1.70 m (5 ft 7 in)[1]Position(s) Defensive midfielderTeam informationCurrent team CanedoYouth career2008–2009 Oeiras2009–2012 Sporting CPSenior career*Years Team Apps (Gls)2012–2016 Barcelona B 4 (0)2014 → Girona…
American political consultant (born 1942) Not to be confused with David Bergen. David GergenCounselor to the PresidentIn officeMay 29, 1993 – June 28, 1994PresidentBill ClintonPreceded byClayton YeutterSucceeded byMack McLartyWhite House Communications DirectorIn officeJune 17, 1981 – January 15, 1984PresidentRonald ReaganPreceded byFrank UrsomarsoSucceeded byMichael A. McManus Jr.In officeJuly 4, 1976 – January 20, 1977PresidentGerald FordPreceded byMargita Whit…
City in Andhra Pradesh, India This article is about the city in Andhra Pradesh, India. For other uses, see Tirupati (disambiguation). City in Andhra Pradesh, IndiaTirupatiCityVenkateshwara Temple, Alipiri Garuda Circle, Sri Venkateswara University entrance, View of Tirupati International Airport, View of Tirumala hills, Tirupati City night view, FOXLINK Facility at APIIC EMC TirupatiNickname(s): Spiritual Capital of Andhra Pradesh,Heritage City,City Of DevotionInteractive mapTirupatiLocatio…
ХристианствоБиблия Ветхий Завет Новый Завет Евангелие Десять заповедей Нагорная проповедь Апокрифы Бог, Троица Бог Отец Иисус Христос Святой Дух История христианства Апостолы Хронология христианства Раннее христианство Гностическое христианство Вселенские соборы Ни…
Christiane Nüsslein-VolhardLahir20 Oktober 1942 (umur 81)Magdeburg, JermanTempat tinggalJermanKebangsaanJermanAlmamaterUniversitas Tübingen (Ph.D.)Penghargaan Nobel Fisiologi dan Kedokteran (1995) Medali Sir Hans Krebs (1993) Penghargaan Louis-Jeantet untuk Kedokteran (1992)[1] Penghargaan Albert Lasker untuk Penelitian Kedokteran Dasar (1991) Penghargaan Gottfried Wilhelm Leibniz (1986) Karier ilmiahBidang Genetika Embriologi Institusi Laboratorium Biologi Molekuler Eropa Institu…
Gabriel Jesus Gabriel Jesus con la nazionale brasiliana nel 2018 Nazionalità Brasile Altezza 175 cm Peso 73 kg Calcio Ruolo Attaccante Squadra Arsenal CarrieraGiovanili 2013-2015 PalmeirasSquadre di club1 2015-2017 Palmeiras47 (16)[1]2017-2022 Manchester City159 (62)2022- Arsenal47 (15)Nazionale 2015 Brasile U-209 (2)2015-2016 Brasile olimpica11 (5)2016- Brasile64 (19)Palmarès Olimpiadi Oro Rio de Janeiro 2016 Copa América Oro Brasile 20…
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini.Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala.Tag ini diberikan pada Januari 2023. Krisis sandera Kedutaan Besar Israel di Bangkok 1972 TKPLokasiBangkok, ThailandTanggal28 Desember 1972SasaranKedutaan besar IsraelJenis seranganpenyanderaanPelakuEmpat militan Palestina. Penanggungjawaban diklaim September Hitam. lbsPemberontakan Palestin…
SMP Negeri 50 SurabayaInformasiRentang kelasVII, VIII, IXKurikulumKurikulum Tingkat Satuan PendidikanAlamatLokasiJl. Sukomanunggal 93 C Surabaya, Sukomanunggal, Surabaya, Jawa TimurMoto SMP Negeri 50 Surabaya, merupakan salah satu sekolah menengah pertama negeri yang ada di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Sama dengan SMP pada umumnya di Indonesia masa pendidikan sekolah di SMP Negeri 50 Surabaya ditempuh dalam waktu tiga tahun pelajaran, mulai dari Kelas VII sampai Kelas IX Fasilitas Berbagai fa…
2024 single by Depeche Mode Before We DrownSingle by Depeche Modefrom the album Memento Mori Released9 February 2024 (2024-02-09)Recorded2022Genre Electronic rock synth-pop Length4:08LabelColumbiaSongwriter(s) Dave Gahan Peter Gordeno Christian Eigner Producer(s)James FordDepeche Mode singles chronology My Favourite Stranger (2023) Before We Drown (2024) People Are Good (2024) Music videoBefore We Drown on YouTube Before We Drown is a song by English electronic music band Depeche …
Anti-colonial movement in British India This article is about the Home Rule movement in India. For home rule in general, see Home rule. This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: Indian Home Rule movement – news · newspapers · books · scholar · JSTOR (April 2017) (Learn how and when to remove this message)…
2001 Kodori crisisPart of the Abkhaz–Georgian conflict and Second Chechen WarMap of Abkhazia showing the location of the Kodori GorgeDateOctober 4–18, 2001LocationKodori Valley, AbkhaziaResult Abkhazian victoryBelligerents Abkhazia Abkhaz military Chechen division under Gelayev Georgian guerrillas[1]Commanders and leaders Vladislav Ardzinba Ruslan GelayevCasualties and losses At least 40 killed[2] vtePost-Soviet conflicts Caucasus Nagorno-Karabakh 1st 2016 2nd Border cr…
Questa voce sull'argomento bioinformatica è solo un abbozzo. Contribuisci a migliorarla secondo le convenzioni di Wikipedia. Segui i suggerimenti del progetto di riferimento. National Center for Biotechnology InformationLogo del National Center for Biotechnology Information Stato Stati Uniti Istituito1988 SedeBethesda, Maryland Sito webwww.ncbi.nlm.nih.gov/ Modifica dati su Wikidata · Manuale Il National Center for Biotechnology Information (NCBI), Centro Nazionale per le Inform…
Alfred HitchcockLahirAlfred Joseph HitchcockNama lainHitchThe Master of SuspensePekerjaanSutradaraTahun aktif1921–1976Suami/istriAlma Reville (1926–1980) Sir Alfred Joseph Hitchcock (13 Agustus 1899 – 29 April 1980) adalah seorang sutradara asal Inggris yang terkenal dengan film-film thriller-nya. Terpengaruh oleh gerakan ekspresionisme di Jerman, dia kemudian memulai debut sutradaranya di Inggris sebelum akhirnya bekerja di Amerika Serikat pada 1939. Dengan film-fi…
Artikel ini bukan mengenai Joko Tingkir. Joko TingkirGenre Drama Laga Sejarah PembuatMD EntertainmentDitulis olehNur RahmawatiSkenarioNur RahmawatiSutradaraFerry SetiawanPemeran Andryan Bima David Chalik Akbar Kurniawan Attar Syah Arthur Tobing Adam Jordan Penggubah lagu temaNNLagu pembukaJoko TingkirLagu penutupJoko TingkirNegara asalIndonesiaBahasa asliBahasa IndonesiaJmlh. musim2Jmlh. episode36ProduksiProduser eksekutifShania PunjabiProduser Dhamoo Punjabi Manoj Punjabi Pengaturan kameraMulti…
Jamaïque aux Jeux olympiques d'hiver de 1998 Code CIO JAM Comité Association Olympique Jamaïcaine Lieu Nagano Participation 4e aux Jeux d'hiver Athlètes 6 Porte-drapeau Ricky McIntosh MédaillesRang : - Or0 Arg.0 Bron.0 Total0 Jamaïque aux Jeux olympiques d'hiver Jamaïque aux Jeux olympiques d'hiver de 1994 Jamaïque aux Jeux olympiques d'hiver de 2002 modifier Les Jeux de Nagano constituent la quatrième participation de la Jamaïque à des Jeux olympiques d'hiver. Sa délégat…
Welsh-born actress (1755–1831) For other uses, see Sarah Siddons (disambiguation). Sarah Siddons1785 portrait by Thomas GainsboroughBornSarah Kemble(1755-07-05)5 July 1755Brecon, WalesDied8 June 1831(1831-06-08) (aged 75)London, EnglandResting placeSaint Mary's Cemetery, Paddington Green, London, EnglandOccupationActressSpouseWilliam SiddonsChildren7, including Henry SiddonsParent(s)Roger KembleSarah WardRelativesKemble family Sarah Siddons (née Kemble; 5 July 1755 – 8 June 1831)[1…