Revolusi Industri
Revolusi Industri terjadi pada periode antara tahun 1760-1850 di mana terjadinya perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia.[1] Revolusi ini menyebabkan terjadinya perkembangan besar-besaran yang terjadi pada semua aspek kehidupan manusia. Singkatnya, revolusi industri adalah masa pekerjaan manusia di berbagai bidang mulai digantikan oleh mesin.[2][3] Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan menyebar ke seluruh dunia.[4] Revolusi Industri menandai terjadinya titik balik besar dalam sejarah dunia, hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh Revolusi Industri, khususnya dalam hal peningkatan pertumbuhan penduduk dan pendapatan rata-rata yang berkelanjutan dan belum pernah terjadi sebelumnya. Selama dua abad setelah Revolusi Industri, rata-rata pendapatan perkapita negara-negara di dunia meningkat lebih dari enam kali lipat. Seperti yang dinyatakan oleh pemenang Hadiah Nobel, Robert Emerson Lucas, bahwa: "Untuk pertama kalinya dalam sejarah, standar hidup rakyat biasa mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan. Perilaku ekonomi yang seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya".[5] Inggris memberikan landasan hukum dan budaya yang memungkinkan para pengusaha untuk merintis terjadinya Revolusi Industri.[6] Faktor kunci yang turut mendukung terjadinya Revolusi Industri antara lain:
Revolusi Industri dimulai pada akhir abad ke-18, di mana terjadinya peralihan dalam penggunaan tenaga kerja di Inggris yang sebelumnya menggunakan tenaga hewan dan manusia, yang kemudian digantikan oleh penggunaan mesin yang berbasis menufaktur.[8] Periode awal dimulai dengan dilakukannya mekanisasi terhadap industri tekstil, pengembangan teknik pembuatan besi dan peningkatan penggunaan batubara. Ekspansi perdagangan turut dikembangkan dengan dibangunnya terusan, perbaikan jalan raya dan rel kereta api.[9] Adanya peralihan dari perekonomian yang berbasis pertanian ke perekonomian yang berbasis manufaktur menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk besar-besaran dari desa ke kota, dan pada akhirnya menyebabkan membengkaknya populasi di kota-kota besar di Inggris.[10] Awal mula Revolusi Industri masih diperdebatkan. T.S. Ashton menulisnya kira-kira 1760-1830.[11] Tidak ada titik pemisah dengan Revolusi Industri II pada sekitar tahun 1850, ketika kemajuan teknologi dan ekonomi mendapatkan momentum dengan perkembangan kapal tenaga-uap, rel, dan kemudian di akhir abad tersebut perkembangan mesin pembakaran dalam dan perkembangan pembangkit tenaga listrik. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya Revolusi Industri adalah terjadinya revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke-16 dengan munculnya para ilmuwan seperti Francis Bacon, René Descartes, Galileo Galilei.[12] Disamping itu, disertai adanya pengembangan riset dan penelitian dengan pendirian lembaga riset seperti The Royal Improving Knowledge, The Royal Society of England, dan The French Academy of Science. Adapula faktor dari dalam seperti ketahanan politik dalam negeri, perkembangan kegiatan wiraswasta, jajahan Inggris yang luas dan kaya akan sumber daya alam. Istilah "Revolusi Industri" sendiri diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan Louis-Auguste Blanqui di pertengahan abad ke-19. Beberapa sejarawan abad ke-20 seperti John Clapham dan Nicholas Crafts berpendapat bahwa proses perubahan ekonomi dan sosial yang terjadi secara bertahap dan revolusi jangka panjang adalah sebuah ironi.[13][14] Produk domestik bruto (PDB) per kapita negara-negara di dunia meningkat setelah Revolusi Industri dan memunculkan sistem ekonomi kapitalis modern.[15] Revolusi Industri menandai dimulainya era pertumbuhan pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi kapitalis.[16] Revolusi Industri dianggap sebagai peristiwa paling penting yang pernah terjadi dalam sejarah kemanusiaan sejak domestikasi hewan dan tumbuhan pada masa Neolitikum.[17] EtimologiAwal mula penggunaan istilah "Revolusi Industri" ditemukan dalam surat oleh seorang utusan dari Paris bernama Louis-Guillaume Otto pada tanggal 6 Juli 1799, yang mana di saat itu dia menuliskan bahwa Prancis telah memasuki era industrialise.[18] Dalam buku terbitan tahun 1976 yang berjudul: Keywords: A Vocabulary of Culture and Society, Raymond Williams menyatakan bahwa kata itu sebagai sebutan untuk istilah "industri". Revolusi Industri adalah perubahan besar, secara cepat, dan juga radikal yang memengaruhi kehidupan corak manusia sering disebut revolusi. Istilah revolusi biasanya digunakan dalam melihat perubahan politik atau sistem pemerintahan. Namun, Revolusi Industri di Inggris pada hakikatnya adalah perubahan dalam cara pembuatan barang-barang yang semula dikerjakan dengan tangan (tenaga manusia) kemudian digantikan dengan tenaga mesin. Dengan demikian, barang-barang dapat dihasilkan dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif singkat.[19] Latar belakangRevolusi Industri untuk kali pertamanya muncul di Inggris. Adapun faktor-faktor yang menyebabkannya adalah sebagai berikut:
PerkembanganPada akhir abad Pertengahan kota-kota di Eropa berkembang sebagai pusat kerajinan dan perdagangan. Warga kota (kaum Borjuis) yang merupakan warga berjiwa bebas menjadi tulang punggung perekonomian kota. Mereka bersaing secara bebas untuk kemajuan dalam perekonomian. Pertumbuhan kerajinan menjadi industri melalui beberapa tahapan, seperti berikut.
Tahap ini dapat disebut sebagai tahap kerajinan rumah (home industry). Para pekerja bekerja di rumah masing-masing dengan alat yang mereka miliki sendiri. Bahkan, kerajinan diperoleh dari pengusaha yang setelah selesai dikerjakan disetorkan kepadanya. Upah diperoleh berdasarkan jumlah barang yang dikerjakan. Dengan cara kerja yang demikian, majikan yang memiliki usaha hanya membayar tenaga kerja atas dasar prestasi atau hasil. Para majikan tidak direpotkan soal tempat kerja dan gaji.
Setelah kerajinan industri makin berkembang diperlukan tempat khusus untuk bekerja agar majikan dapat mengawasi dengan baik cara mengerjakan dan mutu produksinya. Sebuah manufaktur (pabrik) dengan puluhan tenaga kerja didirikan dan biasanya berada di bagian belakang rumah majikan. Rumah bagian tengah untuk tempat tinggal dan bagian depan sebagai toko untuk menjual produknya. Hubungan majikan dengan pekerja (buruh) lebih akrab karena tempat kerjanya jadi satu dan jumlah buruhnya masih sedikit. Barang-barang yang dibuat kadang-kadang juga masih berdasarkan pesanan
Tahap sistem pabrik sudah merupakan industri yang menggunakan mesin. Tempatnya di daerah industri yang telah ditentukan, bisa di dalam atau di luar kota. Tempat tersebut untuk tempat kerja, sedangkan majikan tinggal di tempat lain. Demikian juga toko tempat pemasaran hasil industri diadakah di tempat lain. Jumlah tenaganya kerjanya (buruhnya) sudah puluhan, bahkan ratusan. Barang-barang produksinya dibuat untuk dipasarkan. Berbagai jenis penemuanAdanya penemuan teknologi baru, besar peranannya dalam proses industrialisasi sebab teknologi baru dapat mempermudah dan mempercepat kerja industri, melipatgandakan hasil, dan menghemat biaya. Penemuan-penemuan yang penting, antara lain sebagai berikut.
Selain itu, Revolusi Industri merupakan masa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan penemuan-penemuan baru, seperti berikut:
DampakRevolusi Industri mengubah Inggris menjadi negara industri yang maju dan modern. Di Inggris muncul pusat-pusat industri, seperti, Manchester, Liverpool, dan Birmingham yang menempati urutan keempat, ketiga, dan kedua setelah London.[27] Seperti halnya revolusi yang lain, Revolusi Industri juga membawa akibat yang lebih luas dalam bidang ekonomi, sosial dan politik, baik di negeri Inggris sendiri maupun di negara-negara lain. Akibat di bidang ekonomi
Revolusi Industri telah menimbulkan peningkatan usaha industri dan pabrik secara besar-besaran melalui proses mekanisasi. Dengan demikian, dalam waktu singkat dapat menghasilkan barang-barang yang melimpah. Produksi barang menjadi berlipat ganda sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang lebih luas. Akibat pembuatan barang menjadi cepat, mudah, serta dalam jumlah yang banyak sehingga harga menjadi lebih murah.
Dengan penggunaan mesin-mesin maka biaya produksi menjadi relatif kecil sehingga harga barang-barang pun relatif lebih murah. Hal ini membawa akibat perusahaan tradisional terancam dan gulung tikar karena tidak mampu bersaing.
Berkat peralatan komunikasi yang modern, cepat dan murah, produksi lokal berubah menjadi produksi internasional. Pelayaran dan perdagangan internasional makin berkembang pesat.
Adanya penemuan di berbagai sarana dan prasarana transportasi yang makin sempurna dan lancar. Dengan demikian, dinamika kehidupan masyarakat makin meningkat. Di Amerika, produksi mobil Ford model T mulai berkembang dengan pesat setelah menerapkan konsep lintasan perakitan (assembly line) menggunakan ban berjalan (conveyor belt) sehingga dapat mereduksi waktu dan biaya produksi.[28] Akibat di bidang sosial
Berkembangnya industrialisasi telah memunculkan kota-kota dan pusat-pusat keramaian yang baru. Karena kota dengan kegiatan industrinya menjanjikan kehidupan yang lebih layak maka banyak petani desa pergi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini mengakibatkan terabaikannya usaha kegiatan pertanian.
Akibat makin meningkatnya arus urbanisasi ke kota-kota industri maka jumlah tenaga kerja makin melimpah. Sementara itu, pabrik-pabrik banyak yang menggunakan tenaga mesin. Dengan demikian, upah tenaga kerja menjadi murah.[29] Selain itu, jaminan sosial pun berkurang sehingga kehidupan mereka menjadi susah. Bahkan para pengusaha banyak memilih tenaga buruh anak-anak dan wanita yang upahnya lebih murah dibandingkan pekerja pria.[30]
Di dalam kegiatan industrialisasi dikenal adanya kelompok pekerja (buruh) dan kelompok pengusaha (majikan) yang memiliki industri atau pabrik. Dengan demikian, dalam masyarakat timbul golongan baru, yakni golongan pengusaha (kaum kapitalis) yang hidup penuh kemewahan dan golongan buruh yang hidup dalam kemiskinan.
Dengan munculnya golongan pengusaha yang hidup mewah di satu pihak, sementara terdapat golongan buruh yang hidup menderita di pihak lain, maka hal itu menimbulkan kesenjangan antara pengusaha dan buruh. Kondisi seperti itu sering menimbulkan ketegangan-ketegangan yang diikuti dengan pemogokan kerja untuk menuntut perbaikan nasib. Hal ini menimbulkan kebencian terhadap sistem ekonomi kapitalis, sehingga kaum buruh condong kepada paham sosialis.
Pada tahun 1820-an terjadi huru hara yang ditimbulkan oleh penduduk kota yang miskin dengan didukung oleh kaum buruh. Gerakan sosial ini menuntut adanya perbaikan nasib rakyat dan buruh. Akibatnya, pemerintah mengeluarkan undang-undang yang menjamin perbaikan nasib kaum buruh dan orang miskin. Undang-undang tersebut, antara lain sebagai berikut:
Akibat di bidang politik
Kaum buruh yang diperlakukan tidak adil oleh kaum pengusaha mulai bergerak menyusun kekuatan untuk memperbaiki nasib mereka. Mereka kemudian membentuk organisasi yang lazim disebut gerakan sosialis. Gerakan sosialis dimotivasi oleh pemikiran Thomas Marus yang menulis buku Otopia. Tokoh yang paling populer di dalam pemikiran dan penggerak paham sosialis adalah Karl Marx dengan bukunya Das Kapital.
Dalam upaya memperjuangkan nasibnya maka kaum buruh terus menggalang persatuan. Apalagi dengan makin kuatnya kedudukan kaum buruh di parlemen mendorong dibentuknya suatu wadah perjuangan politik, yakni Partai Buruh. Partai ini berhaluan sosialis. Di pihak pengusaha menggabungkan diri ke dalam Partai Liberal.
Kaum pengusaha/kapitalis umumnya mempunyai pengaruh yang kuat dalam pemerintahan untuk melakukan imperialisme demi kelangsungan industrialisasinya. Dengan demikian, lahirlah imperialisme modern, yaitu perluasan daerah-daerah sebagai tempat pemasaran hasil industri, mencari bahan mentah, penanaman modal yang surplus, dan tempat mendapatkan tenaga buruh yang murah. Dalam hal ini, Inggris yang menjadi pelopornya. Pengaruh Revolusi Industri terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan politik di IndonesiaRevolusi Industri yang terjadi di Eropa dan Inggris khususnya membawa dampak di bidang sosial, ekonomi, dan politik. Di bidang sosial munculnya golongan buruh yang hidup menderita dan berusaha berjuang untuk memperbaiki nasib. Gerakan kaum buruh inilah yang kemudian melahirkan gerakan sosialis yang menjadi lawan dari kapitalis. Bahkan kaum buruh akhirnya bersatu dalam suatu wadah organisasi, yakni Partai Buruh. Di bidang ekonomi, perdagangan makin berkembang. Perdagangan lokal berubah menjadi perdagangan regional dan internasional. Sebaliknya, di bidang politik, Revolusi Industri melahirkan imperialisme modern. Perubahan di bidang politikSejak VOC dibubarkan pada tahun 1799, Indonesia diserahkan kembali kepada pemerintahan Kerajaan Belanda. Pindahnya kekuasaan pemerintahan dari VOC ke tangan pemerintah Belanda tidak berarti dengan sendirinya membawa perbaikan. Kemerosotan moral di kalangan para penguasa dan penderitaan penduduk jajahan tidak berubah. Usaha perbaikan bagi penduduk tanah jajahan tidak dapat dilaksanakan karena Negeri Belanda sendiri terseret dalam perang dengan negara-negara besar tetangganya. Hal ini terjadi karena Negeri Belanda pada waktu itu diperintah oleh pemerintah boneka dari Kerajaan Prancis di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte. Dalam situasi yang demikian, Inggris dapat memperluas daerah kekuasaannya dengan merebut jajahan Belanda, yaitu Indonesia. Hindia Belanda di bawah Daendels (1808–1811)Dalam usaha mengadakan pembaharuan pemerintahan di tanah jajahan, di Negeri Belanda ada dua golongan yang mengusulkannya.
Di satu pihak pemerintah condong kepada pemikiran kaum konservatif karena kebijaksanaannya akan mendatangkan keuntungan yang cepat dan mudah dilaksanakan. Di pihak lain, pemerintah juga ingin menjalankan pembaharuan yang dikemukakan oleh kaum Liberal. Gagasan pembaharuan pemerintahan kolonial dimulai semenjak pemerintahan Daendels. Sebagai gubernur jenderal pemerintahan Belanda di Indonesia, Daendels banyak melakukan langkah-langkah baru dalam pemerintahan. Daendels mengadakan perombakan pemerintahan secara radikal, yakni meletakkan dasar-dasar pemerintahan menurut sistem Barat. Langkah- langkah tersebut, antara lain:
Pada awal pemerintahannya, Daendels menentang sistem kerja paksa dan merombak sistem feodal. Akan tetapi, tugas untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris menyebabkan Daendels terpaksa harus mengadakan penyerahan kerja paksa secara besar-besaran (dengan menggunakan pengaruh penguasa pribumi) untuk membangun jalan-jalan dan benteng-benteng pertahanan.[31] Demikian juga karena kas negara kosong menyebabkan ditempuhnya cara-cara lama untuk mengisi kas negara. Dengan demikian, kehidupan rakyat pribumi tetap menderita. Ketika akhirnya Inggris menyerbu Pulau Jawa, Daendels sudah dipanggil kembali ke Eropa. Penggantinya tidak mampu menahan serangan Inggris dan terpaksa menyerah. Dengan demikian, Indonesia berada di bawah kekuasaan Inggris. Masa pemerintahan Raffles (1811–1816)Setelah Indonesia (khususnya Pulau Jawa) jatuh ke tangan Inggris, oleh pemerintah Inggris dijadikan bagian dari jajahannya di India. Gubernur Jenderal East India Company (EIC), Lord Minto yang berkedudukan di Calcuta (India) kemudian mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai wakil gubernur untuk Indonesia (Jawa). Raffles didampingi oleh suatu badan panasihat yang disebut Advisory Council. Tugas yang utama adalah mengatur pemerintahan dan meningkatkan perdagangan, serta keuangan. Sebagai seorang yang beraliran liberal, Raffles menginginkan adanya perubahan-perubahan dalam pemerintahan di Indonesia (Jawa). Selain bidang pemerintahan, ia juga melakukan perubahan di bidang ekonomi. Ia hendak melaksanakan kebijaksaaan ekonomi yang didasarkan pada dasar-dasar kebebasan sesuai dengan ajaran liberal. Langkah-langkah yang diambil oleh Raffles dalam bidang pemerintahan dan ekonomi adalah sebagai berikut.
Perubahan di Bidang Sosial EkonomiSejak awal abad ke-19, pemerintah Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai peperangan baik di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan rakyat Belgia), maupun di Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar. Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebrangkrutan maka Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang. Untuk melaksanakan tugas berat itu, van den Bosch memusatkan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor. Untuk itu, yang perlu dilakukan ialah mengerahkan tenaga rakyat tanah jajahan untuk melakukan penanaman tanaman yang hasilnya laku di pasaran dunia dan dilakukan dengan sistem paksa. Setelah tiba di Indonesia (1830) van den Bosch menyusun program kerja sebagai berikut.[33]
Apa yang dilakukan oleh van den Bosch itulah yang kemudian dikenal dengan nama sistem tanam paksa atau cultuur stelsel.[34] Sistem tanam paksa yang diajukan oleh van den Bosch pada dasarnya merupakan gabungan dari sistem tanam wajib (VOC) dan sistem pajak tanah (Raffles). Pelaksanaan sistem tanam paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya dan cenderung untuk mengadakan eskploitasi agraria semaksimal mungkin.[35] Akibat Tanam Paksa Bagi Indonesia (Khususnya Jawa)
Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849) dan Grobogan (1850). Kejadian ini mengakibatkan jumlah penduduk menurun drastis. Penyakit busung lapar (hongorudim) juga berkembang di mana-mana. Akibat Tanam Paksa Bagi BelandaApabila sistem tanam paksa telah menimbulkan malapetaka bagi bangsa Indonesia, sebaliknya bagi bangsa Belanda berdampak sebagai berikut.
Sistem tanam paksa yang mengakibatkan kemelaratan bagi bangsa Indonesia, khusunya Jawa, menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, seperti golongan pengusaha, Baron Van Hoevel, dan Edward Douwes Dekker. Akibat adanya reaksi tersebut, pemerintah Belanda secara berangsur-angsur menghapuskan sistem tanam paksa. Sesudah tahun 1850, kaum Liberal memperoleh kemenangan politik di Negeri Belanda. Mereka juga ingin menerapkan asas-asas liberalisme di tanah jajahan. Dalam hal ini kaum Liberal berpendapat bahwa pemerintah semestinya tidak ikut campur tangan dalam masalah ekonomi, tugas ekonomi haruslah diserahkan kepada orang-orang swasta, dan agar kaum swasta dapat menjalankan tugasnya maka harus diberi kebebasan berusaha. Sesuai dengan tuntutan kaum Liberal maka pemerintah kolonial segera memberikan peluang kepada usaha dan modal swasta untuk menanamkan modal mereka dalam berbagai usaha di Indonesia, terutama perkebunan-pekebunan di Jawa dan di luar Jawa. Selama periode tahun 1870–1900 Indonesia terbuka bagi modal swasta Barat. Oleh karena itu masa ini sering disebut zaman Liberal. Selama masa ini kaum swasta Barat membuka perkebunan-perkebunan seperti, kopi, teh, gula dan kina yang cukup besar di Jawa dan Sumatra Timur. Selama zaman Liberal (1870–1900), usaha-usaha perkebunan swasta Barat mengalami kemajuan pesat dan mendatangkan keuntungan yang besar bagi pengusaha. Kekayaan alam Indonesia mengalir ke Negeri Belanda. Akan tetapi, bagi penduduk pribumi, khususnya di Jawa telah membawa kemerosotan kehidupan, dan kemunduran tingkat kesejahteraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti berikut.
Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 yang mengakibatkan perusahaan- perusahaan mengadakan penghematan, seperti menekan uang sewa tanah dan upah kerja baik di pabrik maupun perkebunan. Pada akhir abad ke-19 muncullah kritik-kritik tajam yang ditujukan kepada pemerintah Hindia Belanda dan praktik liberalisme yang gagal memperbaiki nasib kehidupan rakyat Indonesia. Para pengkritik itu menganjurkan untuk memperbaiki rakyat Indonesia. Kebijaksanaan ini didasarkan atas anjuran Mr. C. Th. van Deventer yang menuliskan buah pikirannya dalam majalah De Gids (Perinstis/Pelopor) dengan judul Een Ereschuld (Berhutang Budi) sehingga dikenal politik etis atau politik balas budi. Gagasan van Deventer terkenal dengan nama Trilogi van Deventer. Referensi
Daftar Pustaka
Lihat pula
Revolusi besar lain dalam sejarah
Pranala luar |