Gempa bumi dan tsunami Jawa Timur 1994 adalah bencana gempa bumi besar yang berpusat di lepas pantai Samudra Hindia, terjadi pada hari Kamis, 2 Juni 1994 sekitar pukul 01:17 WIB. Getaran gempa dirasakan kuat diseluruh wilayah Jawa Timur, Bali, dan sebagian Jawa Tengah.[2] tsunami datang 2 jam berselang sejak gempa bumi tersebut terjadi, gelombang tsunami kemudian menghantam pesisir pantai selatan Jawa Timur bagian timur tepatnya di wilayah kabupaten Banyuwangi pada 3 Juni 1994 dini hari[3] Bencana tsunami akibat gempa bumi tektonik ini menyebabkan kerusakan total yang melanda pemukiman penduduk di pesisir selatan Kabupaten Banyuwangi seperti Pantai Plengkung, Pantai Pancer dan Pantai Rajegwesi yang rata dengan tanah. Korban meninggal diperkiraan mencapai 250 jiwa.[3] Korban jiwa sangat banyak dikarenakan peristiwa tsunami tersebut terjadi pada dini hari sekira pukul 01.00 WIB[2] di mana banyak warga yang masih tertidur lelap.
Dampak tsunami juga terjadi pada para peselancar yang tinggal di bibir Pantai Plengkung. Seorang peselancar bernama John Philbin berada di Plengkung pada malam terjadinya tsunami. Dia menggambarkan tsunami tersebut sebagai ombak yang sangat besar.
"Saat gemuruh makin keras, saya masih duduk di dalam kamar saya, dan tiba-tiba air datang menghantam gubukku."
Peselancar lain bernama Richie Lovett menggambarkan pengalaman itu seperti "ditabrak kereta api dengan kecepatan penuh". Seorang lainnya bernama Richard Marsh awalnya mengira harimau telah menyerang mereka, tetapi kemudian ia menyadari itu adalah gelombang besar. Marsh dan Lovett tersapu ratusan meter ke dalam hutan oleh gelombang.
"Aku benar-benar panik. Aku hanya berusaha menggapai sesuatu yang terapung untuk bertahan hidup dan menghindari puing-puing jatuh di kepala saya serta berusaha untuk bisa bernapas."
Lovett akhirnya harus kembali ke Australia untuk perawatan medis.
"Pondok telah menghilang dan aku terjebak oleh kayu dan potongan bambu. Ketika air mulai mereda. Aku terjebak dan kakiku terjepit tumpukan kayu dan sampah."
Menanggapi hal ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk tidak mendirikan pemukiman di jarak 1 km di garis pantai. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi kerusakan jika bencana seperti ini terulang kembali. Selain itu di dekat Pantai Rajegwesi dibangun perumahan warga yang disebut Perumahan Tsunami.
Palung Sunda di bagian Selatan (Jawa) memanjang dari Selat Sunda di barat hingga ke Bali di timur. Konvergensi kerak samudera yang relatif tua terjadi dengan kecepatan 6 sentimeter (2,4 inci) per tahun di bagian barat dan 4,9 cm (1,9 inci) per tahun di bagian timur, serta penurunan Zona Benioff (sudut kemiringan). zona kegempaan yang membatasi lempengan yang bergerak ke bawah pada batas konvergen) adalah sekitar 50° dan meluas hingga kedalaman sekitar 600 kilometer (370 mil).
Peristiwa sangat besar terjadi pada tahun 1840, 1867, 1875, dan 1994 namun tidak seperti segmen barat laut Sumatra, tidak ada gempa bumi megathrust yang terjadi di segmen bagian Pulau Jawa dalam kurun waktu 300 tahun terakhir.[4]