Zona ini adalah salah satu struktur yang paling aktif di bumi, dan bertanggung jawab atas banyak gempa bumi besar di wilayah Andaman, Sumatra, dan Jawa, termasuk gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 yang membunuh lebih dari 230.000 jiwa. Zona ini dibagi menjadi Andaman Megathrust, Sumatra Megathrust, dan Jawa Megathrust. Segmen Bali-Sumbawa kurang aktif sehingga tidak ada istilah "megathrust" yang terkait dengannya.
Zona subduksi Selat Sunda terbentuk oleh subduksi miring Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Sunda dengan laju 61 mm/tahun (di selatan) dan 51 mm/tahun (di utara). Kerak samudra yang disubduksi melalui margin akresi ini memiliki umur dan struktur yang bervariasi (40 hingga 100 Ma) di sepanjang palung Sumatra–Jawa.[2]Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah Lempeng Sunda di sepanjang Palung Sumatra dan Palung Jawa, dimana peristiwa tersebut sering menimbulkan gempa bumi dan tsunami.
Zona subduksi Selat Sunda di dekat bagian barat laut dan barat Sumatra didefinisikan sebagai wilayah bahaya tinggi, di mana gempa bumi berkekuatan 6,0 dan 7,0 Mw sering terjadi, yaitu setiap 6–12 dan 10–30 tahun.
Setting tektonik
Lempeng yang menujam terdiri dari dua proto-lempeng, Lempeng Hindia dan Lempeng Australia. Lempeng yang tertujam (overriding plate) juga terdiri dari dua mikro-lempeng, Lempeng Sunda dan Lempeng Burma. Pergerakan relatif subduksi bermacam-macam sepanjang strike tapi umumnya oblique yang kuat. Komponen strike-slip dari konvergen oblique diakomodir oleh perpindahan yag terjadi pada Sesar sumatra, sedangkan komponen dip-slip oleh Sunda megathrust.
Geometri megathrust
Megathrust sunda berbentuk curviplanar, dimana membentuk sebuah busur jika dilihat dari atas, dan juga mengalami peningkatan dip dimulai dari palung mendekati garis pantai sumatra. Seperti contoh, dip dibawah Kepulauan mentawai adalah sebesar 15-20 derajat dan mencapai 30 derajat di garis pantai sumatra.
[3]
Gempa bumi
Pada batas lempeng ini, gempa bumi terjadi di sepanjang Sunda megathrust dan di dalam lempeng subduksi dan overriding. Gempa bumi terbesar dihasilkan ketika megathrust itu sendiri pecah. Studi baru-baru ini dan gempa bersejarah menunjukkan bahwa megathrust tersegmentasi.[1] Gempa bumi terbesar terjadi di 'patch' terpisah di sepanjang permukaan megathrust (1797, 1833 , 1861, 2004, 2005 & 2007), dengan peristiwa yang lebih kecil terjadi di perbatasan antara patch ini (1935, 1984, 2000 & 2002).[1] Area pecahnya peristiwa 1861 tampaknya sangat mirip dengan peristiwa 2005, menunjukkan bahwa itu dapat dianggap sebagai peristiwa berulang. Peristiwa 2007 ditafsirkan sebagai kegagalan sebagian dari daerah pecahnya peristiwa 1833.[1]
Gempa bumi tahun 2004 memecahkan sebagian besar permukaan megathrust. Penelitian tentang bukti untuk peristiwa sebelumnya dengan ukuran ini menunjukkan bahwa mereka jarang terjadi, dengan dua kandidat peristiwa sebelumnya terjadi segera setelah 1290–1400 M dan 780–990 M.[4] Segmen megathrust Jawa-Bali tampaknya tidak terkait dengan gempa bumi besar, kemungkinan besar karena slip aseismik.[5]
Daftar gempa bumi megathrust Sunda
Tabel ini mencantumkan gempa Sunda Megathrust dengan magnitudo 7 atau lebih besar, atau yang diketahui telah menyebabkan kematian. Catatan sejarah sebelum tahun 2004 tidak lengkap.
Zona subduksi Selat Sunda dan Zona subduksi Mentawai, belum pernah mengalami gempa berkekuatan besar dalam kurun waktu 100 hingga 200 tahun terakhir kecuali gempa 8.0–8.5 pada tahun 1780, yang merupakan gempa bersejarah terbesar di Palung Jawa.[20] Gempa bumi besar baru-baru ini di zona subduksi lainnya telah meragukan anggapan bahwa perilaku patahan jangka panjang dapat disimpulkan hanya dengan satu abad catatan sejarah gempa bumi. Tingkat konvergensi total melintasi Palung Jawa adalah sekitar 6 sampai 7 cm per tahun, lebih tinggi dari kebanyakan zona subduksi utama lainnya di wilayah tersebut.[21]
Celah seismik di Selat Sunda berpotensi memicu gempa bumi besar hingga bermagnitudo 8,7 atau lebih. Ketidakaktifan yang berkepanjangan di bagian ini dan kurangnya catatan sejarah yang mungkin menunjukkan adanya gempa bumi besar tipe subduksi menandakan potensi peristiwa megathrust di Selat Sunda yang dapat mempengaruhi selatan Jawa Barat dan Sumatra.[22]
Jika segmen megathrust Selat Sunda, Enggano, dan Jawa Tengah-Barat pecah pada saat yang sama, kekuatan gempa bisa mencapai hingga 9,0 atau lebih pada Skala Richter. Segmen Selat Sunda memiliki risiko kemungkinan tsunami yang tinggi, dan dapat menyebabkan tsunami yang besar.[23]
^Monecke, K.; Finger W.; Klarer D.; Kongko W.; McAdoo B.G.; Moore A.L.; Sudrajat S.U. (2008). "A 1,000-year sediment record of tsunami recurrence in northern Sumatra". Nature. 455 (7217): 1232–1234. Bibcode:2008Natur.455.1232M. doi:10.1038/nature07374.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Martin S.S.; Li L.; Okal E.A.; Morin J.; Tetteroo A.E.G.; Switzer A.D.; Sieh K.E. (2019-03-26). "Reassessment of the 1907 Sumatra "Tsunami Earthquake" Based on Macroseismic, Seismological, and Tsunami Observations, and Modeling". Pure and Applied Geophysics (dalam bahasa Inggris). 176 (7): 2831–2868. Bibcode:2019PApGe.176.2831M. doi:10.1007/s00024-019-02134-2. hdl:10356/136833. ISSN1420-9136.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abcIISEENET (Information Network of Earthquake disaster Prevention Technologies). "Search Parameters". Diakses tanggal 2009-11-04.