Pulau Enggano adalah salah satu pulau terluar Indonesia yang terletak di samudra Hindia. Pulau Enggano ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, dan merupakan satu kecamatan Enggano. Pulau ini berada di sebelah barat daya dari kota Bengkulu dengan koordinat 05° 23′ 21″ LS, 102° 24′ 40″ BT. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2020, jumlah penduduk Enggano sebanyak 4.035 jiwa.[2]
Nama
Pulau Enggano telah lama dikenal oleh orang Melayu. Orang Melayu menamai Pulau Enggano sebagai "Pulau Telanjang" karena pada masa lalu masyarakat adat Enggano baik pria maupun wanita bertelanjang dada.[3][4][5] Sementara itu, orang Enggano menyebut pulau mereka sebagai "È Loppeh" yang dalam bahasa Enggano berarti ‘tanah’, ‘daratan’, atau ‘bumi’.[5][6]
Di samping itu, nama “Enggano” yang dikenal sekarang kemungkinan berasal dari bahasa Portugisengano (diucapkan /eŋgano/) yang bermakna ‘kesalahan’. Nama tersebut kemungkinan diberikan oleh Talesso, seorang pelaut Portugis, yang terdampar di pulau tersebut.[7]
Geografi
Secara geografis, Pulau Enggano berada di wilayah Samudera Indonesia yang posisi astronomisnya terletak pada 05°31'13 LS dan 102°16'00 BT. Secara administratif,Pulau Enggano termasuk dalam wilayah Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Enggano merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Bengkulu Utara dengan pusat pemerintahan berada di Desa Apoho. Luas wilayah Pulau Enggano mencapai 400,6 km² yang terdiri dari enam desa yaitu Desa Banjarsari, Meok, Apoho, Malakoni, Kaana,dan Kahyapu.
Kawasan Enggano memiliki beberapa pulau-pulau kecil, yaitu Pulau Dua, Merbau, Bangkai yang terletak di sebelah barat Pulau Enggano, dan Pulau Satu yang berada di sebelah selatan Pulau Enggano. Jarak Pulau Enggano ke Ibukota Provinsi Bengkulu sekitar 156 km atau 90 mil laut, sedangkan jarak terdekat adalah ke kota Manna, Bengkulu Selatan sekitar 96 km atau 60 mil laut. Pulau Enggano tersusun oleh perbukitan bergelombang lemah, perbukitan karst, daratan dan rawa. Perbukitan bergelombang terdapat di daerah tenggara, ketinggian antara 170-220 meter, sedangkan perbukitan karst yang mempunyai ketinggian antara100-150 meter terdapat di bagian barat laut, menunjukkan morfologi yang khas dan didominasi oleh batu gamping. Di bagian utara terutama daerah pantai merupakan dataran rendah alluvial yang berawa-rawa dengan ketinggian 0-2 meter.
Bentuk permukaan tanah di Pulau Enggano secara umum dapat dikatakan cukup datar hingga landai, dengan sedikit daerah yang agak curam. Pada bagian timur pulau lebih datar daripada bagian barat. Secara proporsional dapat dikatakan 63,39% dari pulau ini mempunyai kemiringan landai (0-8%), 27,95% agak miring (8-15%) dan sisanya daerah miring sampai terjal (15-40%). Berdasarkan klasifikasi tanah, kawasan daratan Pulau Enggano didominasi oleh jenis tanah kambisol, litosol, dan alluvial. Selain itu, tanah di Pulau Enggano memiliki tekstur lempeng berliat.
Perairan
Di wilayah Pulau Enggano mengalir beberapa sungai di mana secara umum airnya dipengaruhi musim. Pada musim hujan debit air sungai tinggi, sebaliknya pada musim kemarau debit air rendah. Sungai-sungai tersebut antara lain Sungai Kikuba, Sungai Kuala Kecil, Sungai Kuala Besar, Sungai Kahabi, Sungai Kinono, dan Sungai Berhawe. Beberapa sungai kecil lainnya antara lain Sungai Kaay, Sungai Kamamum, Sungai Maona, dan Sungai Apiko.
Karakteristik pantai yang terdapat di Pulau Enggano dapat dikategorikan dalam 5 (lima) tipe utama yaitu pasir berlumpur, pasir, pasir berkarang, pasir karang berlumpur, dan pantai karang berbatu. Karakteristik pantai di Pulau Enggano erat kaitannya dengan keberadaan ekosistem terumbu karang dan mangrove. Tipe pantai pasir berlumpur ditemukan di Kahyupu, Tanjung Harapan, dan muara Sungai Banjarsari sampai Teluk Berhau. Tipe pantai pasir berkarang terdapat di Kaana dan Meok, sedangkan tipe pantai pasir karang berlumpur ditemui di Malakoni dan Banjarsari. Pantai karang berbatu dijumpai di bagian timur Pulau Enggano. Pulau Enggano beriklim tropis basah yang sangat dipengaruhi oleh laut.
Iklim
Curah hujan pada bulan kering masih di atas 100mm. Bulan kering biasanya terjadi pada bulan Juni dan Juli. Bulan basah kadang mencapai lebih dari 400 mm per bulannya. Suhu udara rata-rata setiap harinya berkisar antara 27,8 °C dengan suhu terendah 23,2 °C dantertinggi 34 °C. Kelembaban nisbi umumnya di atas 80% dengan variasi terendah 78% dan tertinggi 96%. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Pulau Enggano kelembaban udara relatif tinggi sepanjang tahun. Angin dominan terbagi dalam dua musim, yaitu angin musim barat (terjadi pada Bulan September sampai Januari) dan angin musim tenggara (bulan april).
Sejarah
Marco Polo diduga adalah orang pertama yang mencatat keberadaan Pulau Enggano saat melakukan perjalanan kembali ke Venesia setelah 24 tahun di Asia.[8] Pada 1345 atau 53 tahun setelah Marco Polo, Ibnu Batutah juga mencatat keberadaan "Pulau Telanjang" di selatan Pulau Sumatra.[9][10][11][12] Meski demikian, tidak diketahui apakah keduanya mendarat di Pulau Enggano.
Terdapat catatan-catatan awal pendaratan pelaut-pelaut Eropa ke Pulau Enggano. Pelaut Eropa yang tercatat pertama kali mendarat di Pulau Enggano adalah pelaut Portugis di bawah pimpinan Alvaro Talesso atau Alonzo Talesso. Pada 1506, kapalnya terhempas badai sehingga mereka terdampar di Pulau Enggano.[5] Pada 5 Juni 1596, ekspedisi Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman tercatat mendarat di Pulau Enggano.[7]
Sejak 1596 hingga 1771, tidak ada orang Eropa yang hadir secara terus menerus di Pulau Enggano.[7] Meski Belanda pernah melakukan ekspedisi dari Batavia pada 1645, Pulau Enggano termasuk pulau yang mereka telantarkan. Pada 1684, Pulau Enggano berada di bawah kekuasaan Inggris bersamaan dengan keberhasilan mereka merebut Bengkulu dari Belanda.[7] Catatan pertama tentang keberadaan masyarakat adat Enggano berasal dari buku catatan pelayaran pelaut Inggris bernama Charles Miller yang berlayar dari Bengkulu ke Pulau Enggano pada 1771.[13]
Lingkungan Hidup
Luas lahan hutan di Enggano masih cukup lebat dan memiliki perincian sbb;
3.724,75 ha merupakan hutan desa, 24.184 hutan ulayat, hutan nibung 719 ha, hutan waru 465,25 ha, rawa 1.967,75 ha, sawah 301,75 ha, perkebunan 2.614,50 ha, perkampungan 123,25 ha, hutan bakau 1.710,50 ha, hutan keramat 394,74 ha.
Ekosistem
Vegetasi
Vegetasi yang tumbuh di dataran rendah Pulau Enggano diantaranya Havea suplantiolata, Diplospora singularis, Koompasia sp, Pterospermum javanicum. Selain itu ditemukan juga berbagai jenis aggrek hutan dan salak hutan. Vegetasi rawa yang banyak tumbuh adalah jenis nibung sedangkan vegetasi pantai yangada seperti Terminalia catappa dan Hibiscus tiliaceus
Fauna
Fauna di Pulau Enggano dibagi menjadi empat kelompok yaitu jenis hewanhutan dan gunung, hewan pulau, hewan perkebunan dan sawah dan hewan rawa. Jenis hewan hutan dan gunung diantaranya ekami (rusa), babi, biawak, ular, kadal, katak, dan 12 jenis burung seperti hahiu, kabihoa, emiko, deko,mahkowak, korea dan lain-lain. Jenis hewan pulau adalah burung kupan danular. Jenis hewan perkebunan dan sawah diantaranya kerbau, sapi, ular, beberapa jenis burung seperti panokeh, emiko, korea dan lain-lain. Jenis hewan rawa antara lain buaya, kura-kura, biawak, dan beberapa jenis burung yaituburung ubik-ubik, eyakhai, akomah, dan bakdit. Beberapa fauna air tawar yangterdapat di Pulau Enggano adalah ikan garin, mungkus, pelus, barau, bentutu,lele, mujair, tawes, ketam, udang, siput sungai, dan lain-lain.
Pesisir
Pulau Enggano dengan garis pantai yang panjangnya mencapai 112 km mempunyai luas hutan mangrove yang paling luas di Provinsi Bengkulu. Hutan mangrove di Pulau Enggano mempunyai ketebalan antara 50-1500m. Tanjung Kaana merupakan daerah yang mempunyai hutan mangrove paling lebat, Ketebalannya mencapai 1000m.
Terumbu Karang
Tanjung Kokonahdi dan Tanjung Kaana merupakan satu garis pantai bagian timur Pulau Enggano dengan pasir putih dan reef flat kurang lebih 100-200 meter dari pantai yang berarus tenang. Dasar perairan berupa batu karang yang ditutupi terumbu karang. Jenis terumbu karang yang dijumpai adalah kelompok Acropora tabulat dengan lebar mencapai 2 meter, Acropora hystrik, Pocillopora, Seryatopora hystrik, Montipora sp. Biota lain yang ditemukan adalah jenis lili laut dan soft coral. Pada kedalaman 15-20 meter ditemukan pasir denga rubble dengan sedikit jenis teripang. Di Teluk Enggano, kecerahan perairan kurang bagus pada kedalaman lebih dari 5 meter dengan dasar perairan berpasir dan bercampur lumpur. Pada kedalaman 4 meter ditemukan beberapa koloni karang hidup yang didominasi jenis coral massif yaitu Goniopora sp, Porites sp, dan Acroporadigitete. Biota lain yang ditemukan seperti kelompok soft coral sponge, kelompok Antipeae
Sumber daya alam
Sumber daya alam Enggano terletak di wilayah perairan Tanjung Laksaha dan Teluk Berhau yaitu:
Tambang Fosfat di pinggir pantai wilayah Tanjung Laksaha-Teluk Berhau mengandung potensi fosfat yang besar.
Wisata sejarah berupa kapal-kapal perang Portugis dan kapal-kapal jelajah Belanda yang telah tenggelam.
Sarana dan Prasarana
Pulau Enggano saat ini sudah memiliki beberapa sarana dan prasarana yang lumayan bagus walaupun beberapa diantaranya masih dalam tahap pembangunan dan pengerjaan. Enggano memiliki 1 kantor camat yang berlokasi di desa Apoho, 2 buah puskesmas yang masih-masing terletak di Apoho dan Banjarsari, 2 buah dermaga yakni di Kahyapu dan Malakoni, 1 buah bandara di perbatasan antara Meok dan Banjarsari, 1 buah area peluncuran satelit dalam tahap awal, jalan raya beraspal sepanjang 35,5 km, jalan tanah sepanjang 18 km, 1 buah SMA di Malakoni, 2 buah SMP di Kahyapu dan Apoho, 5 buah SD inpress dan 1 buah perpustakaan di Meok. Bandara juga sudah dibangun di pulau ini, yakni Bandar Udara Enggano, khususnya tujuan Kota Bengkulu.[14]
Demografi
Suku bangsa
Penduduk asli Pulau Enggano adalah Suku Enggano, yang terbagi menjadi lima puak asli (penduduk setempat menyebutnya suku). Semuanya berbahasa sama, bahasa Enggano. Suku atau Puak Kauno yang mulai menempati tempat ini pada zaman Belanda (sekitar tahun 1934). Di Pulau Enggano masyarakat terbagi atas sukusuku dimana masing-masing suku dikepalai seorang Ketua Suku. Penduduk asli Pulau Enggano terdiri dari Suku Kauno, Suku Kaahoao, Suku Kaharuba, Suku Kaitaro, Suku Kaaruhi, dan Suku Kaamay.[15]
Penduduk pulau ini rata-rata hidup dari perkebunan kakao dan merica atau lada yang hasilnya dijual ke Kota Bengkulu. Perkebunan terbesar di Enggano adalah perkebunan pisang yang hasilnya dijual ke Provinsi Lampung.
Agama
Sebagian besar masyarakat Pulau Enggano beragama Islam yakni 55,30%, dan sebagian lainnya beragama KristenProtestan yakni 44,70%. Kondisi kerukunan antar umat beragama di Enggano sangat terjaga dengan baik sehingga tidak pernah terjadi konflik horizontal diantara penduduk. Jumlah masjid dan gereja di Pulau Enggano 12 buah, masing-masing desa memiliki satu masjid dan satu gereja.[15]
Perekonomian
Areal persawahan saat ini terdapat di Desa Kaana dan Desa Banjar Sari, luas sekitar 25 Ha dan hanya ada satu buah sungai (Sungai Kikuba) yang telah dijadikan sumber irigasi teknis. Produksi sawah di Enggano sekitar 75 ton beras per tahun. Sedangkan areal perkebunan tersebar cukup luas mulai dari Desa Kahyapu sampai dengan Desa Banjar Sari.
Perkebunan yang dikembangkan merupakan jenis perkebunan rakyat jenis cokelat, melinjo, cengkeh, kelapa, buah-buahan dan kopi. Masyarakat Pulau Enggano mengelola peternakan kerbau, sapi, kambing, ayam, dan itik dalam skala kecil. Hasil peternakan ini biasanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Dalam bidang kehutanan, Pulau Enggano memiliki beragam jenis vegetasi hutan yang beraneka ragam dan cukup bernilai ekonomis. Beberapa produk kehutanan antara lain kayu merbau, kayu jambu, nehek, abihu, rengas, cemara laut, bakau,dan beringin. Berdasarkan potensi sumber daya alam yang ada, industri yang dapat dikembangkan adalah industri kerajinan tangan (seperti dari bahan rotan, kerang, mutiara dll), industri pengolahan cokelat, melinjo dan buah-buahan,industri pengawetan atau pengolahan ikan, industri budidaya seperti rumput laut dan anggrek hutan.
Potensi wisata
Beberapa obyek wisata alam yang ada di Enggano, termasuk berupa kawasan konservasi diantaranya Hutan Suaka Alam Kioyo I dan Hutan Suaka Alam Kioyo II. Kemudian ada puala Hutan Suaka Alam Teluk Klowel, Hutan Wisata Alam Tanjung Laksaha, Hutan Suaka Alam Bahuewo. Ada tempat penjelajahan hutan mangrove di Pulau Merbau dan Banjar Sari, kemudian ada tempat pengataman yang disebut Kaana.[15]
Kawasan Pulau Enggano juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata bahari seperti selancar, memancing, wisata selam, snorkeling, wisata pantai, berenang, dan wisata desa binaan. Dalam hal wisata bahari, potensi Enggano sama dengan Mentawai, Simeulue dan Nias. Lokasi wisata bahari terdapat di perairan Pulau Dua, Pulau Merbau, Kahyapu, Pantai Teluk Harapan, TelukLabuho, Teluk Berhawe, Tanjung Kioyo, Tanjung Koomang, dan pantai di Kaana. Potensi wisata bahari lainnya yang belum banyak terungkap adalah wisata sejarah di perairan Tanjung Laksaha – Teluk Berhau, tempat di mana harta karun berada.
Berikut adalah wisata di pulau Enggano
Wisata danau Bak Blau di Meok.
Wisata batu lobang di Banjarsari
Wisata Pulau Dua di Kahyapu
Pulau Merbau di Kahyapu
Kolam Podipo
Status pulau
Pada 2 Maret 2017, Presiden Joko Widodo menetapakan Pulau Enggano bersama 110 pulau kecil lainnya sebagai pulau berstatus pulau-pulau kecil terluar. Status tersebut tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar.[16]
^Bartoli, Adolfo (1863). I viaggi di Marco Poli. Felice Le Monnier.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Monteil, Vincent (1970). "The Introduction to the Voyages of Ibn Battutah". The Islamic Review & Arab Affairs.
^Battuta, Ibn (1980). Travels in Asia and Africa: 1325–1354. Routledge & Kegan Paul.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)