Hiperinflasi, dalam ilmu ekonomi, adalah inflasi yang tidak terkendali, kondisi ketika harga-harga naik begitu cepat dan nilai uang menurun drastis dan diluar kendali yang terjadi dalam perekonomian suatu negara. Secara formal, hiperinflasi terjadi jika tingkat inflasi lebih dari 50% dalam satu bulan.[1] Sebagai sebuah aturan ibu jari, inflasi biasanya dilaporkan setahun sekali, tetapi dalam kondisi hiperinflasi, tingkat inflasi dilaporkan dalam interval yang lebih singkat, biasanya satu bulan sekali. Hiperinflasi biasanya muncul ketika adanya peningkatan persediaan uang yang tidak diketahui atau perubahan sistem mata uang secara drastis. Hiperinflasi biasanya dikaitkan dengan perang, depresi ekonomi, dan memanasnya kondisi politik atau sosial suatu negara.
Negara yang mengalami hiperinflasi bukan berarti negara tersebut tidak mampu mengatasinya dengan kebijakan moneter, tetapi bisa juga karena negara tersebut sedang mencetak uang sebagai salah satu cara untuk membiayai pengeluaran mereka. Ketika pemerintah sedang ingin membangun infrastruktur fisik (jembatan, jalan raya), membayar gaji pegawai pemerintah & militer, atau memberi bantuan kepada masyarakat miskin & lansia, pertama pemerintah harus mengumpulkan dana yang diperlukan. Umumnya pemerintah akan memungut pajak dari publik, serta meminjam dana dari publik dengan menjual surat obligasi pemerintah. Namun, pemerintah juga dapat membiayai pengeluaran dengan mencetak uang baru yang dibutuhkan. Ketika pemerintah menambah penghasilan dengan mencetak uang, pemerintah dikatakan sedang memungut pajak inflasi (inflation tax). Namun pajak ini berbeda dengan pajak lain karena pemerintah tidak menerima tagihan untuk pajak ini, pajak inflasi lebih tidak terlihat. Ketika pemerintah mencetak uang, tingkat harga naik dan nilai uang di dalam dompet menjadi turun. Jadi, pajak inflasi seperti pajak yang dikenakan kepada semua orang yang memegang uang.[2]
Sejarah
Beberapa negara sempat mengalami hiperinflasi, antara lain: