Hubungan Indonesia dengan Singapura adalah hubungan bilateral antara Republik Indonesia dengan Republik Singapura. Dari tahun ke tahun, Indonesia dan Singapura membina hubungan kunjungan kenegaraan tingkat tinggi. Hubungan ini ditandai dengan kerja sama ekonomi yang kuat. Dalam beberapa tahun terakhir, Singapura secara konsisten menjadi investor asing terbesar di Indonesia. Kerja sama antara Indonesia dan Singapura juga meliputi beberapa bidang, termasuk kesehatan, pertahanan, dan lingkungan hidup.
Hubungan antara Indonesia dan Singapura kebanyakan didorong karena kedekatan geografis. Singapura merupakan salah satu negara tetangga Indonesia. Wilayah negara kota ini dikepung wilayah Indonesia di bagian barat, selatan, dan timur, terjepit di antara Malaysia dan Indonesia. Kedua negara adalah pendiri ASEAN, dan negara anggota Gerakan Non-Blok dan APEC.
Sejarah
Hubungan antara Indonesia dan Singapura purba dimulai sejak masa kerajaan kuno, abad ke-7 wilayah selat di sekitar Singapura adalah bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. KitabNagarakretagama, sebuah puisi epik Jawa Majapahit yang ditulis pada tahun 1365 menyebutkan sebuah pemukiman di pulau yang disebut Temasek ('Kota Laut' dalam bahasa Jawa Kuno, dieja Tumasik).
Pada sekitar tahun 1390-an, seorang pengeran dari Palembang bernama Parameswara, melarikan diri ke Temasek setelah kerajaannya diserang oleh Majapahit. Selama abad ke-14, Singapura tejepit dalam persaingan antara Siam (sekarang Thailand) dan Kerajaan Majapahit berbasis di Jawa, untuk mengendalikan wilayah Semenanjung Melayu. Menurut Kitab Sejarah Melayu, Singapura dikalahkan dalam satu serangan Majapahit. Parameswara sempat memerintah pulau selama beberapa tahun, sebelum dipaksa untuk mengungsi berpindah ke Melaka di mana ia mendirikan Kesultanan Malaka.[1]
Pada awal abad ke-19, Singapura menjadi wilayah bawahan Inggris sebagai Negeri-Negeri Selat dan kemudian sebagai koloni, sementara pada periode yang sama kepulauan Indonesia secara bertahap jatuh ke bawah kendali VOC dan kemudian Hindia Belanda.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 dan pemisahan Singapura dari Malaysia pada tahun 1965, kedua negara membuka hubungan diplomatik bilateral resmi pada tahun 1966. Pada tahun 1967, kedua negara bersama-sama dengan Thailand, Filipina dan Malaysia mendirikan ASEAN untuk menjamin perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara.
Perdagangan dan ekonomi
Terletak di jalur perdagangan bahari tersibuk di Selat Malaka, menjabat sebagai salah satu pusat utama perdagangan dunia, perdagangan dengan dan melalui Singapura menjadi penting bagi Indonesia untuk menyediakan jalur perdagangan ke seluruh dunia. Begitu juga sebaliknya, pengusaha Indonesia juga penting bagi Singapura. Perdagangan adalah motivasi umum utama kedua negara hubungan luar negeri, masing-masing mitra adalah mitra dagang utama satu sama lain.
Volume perdagangan Indonesia-Singapura mencapai $36 miliar AS ($29,32 miliar AS). Singapura merupakan investor luar negeri teratas bagi Indonesia, dengan total kumulatif dari US $ 1,14 miliar pada 142 proyek. Perdagangan antara kedua negara juga mencapai sekitar $68 miliar AS pada tahun 2010. Pada saat yang sama, ekspor non-migas Indonesia ke Singapura adalah yang tertinggi di kawasan.[2]
Pariwisata
Singapura adalah sumber wisatawan asing terbesar bagi Indonesia, dengan sejumlah 1.373.126 wisatawan Singapura mengunjungi Indonesia pada tahun2010.[3] Sebaliknya, Indonesia juga menjadi sumber wisatawan terbesar bagi Singapura, mencapai jumlah 2.592.222 wisatawan Indonesia yang mengunjungi Singapura pada 2011.[4]
Selain tujuan bisnis, wisatawan Indonesia tertarik ke Singapura sebagian besar untuk wisata belanja, wisata kota, dan pulau resor dengan taman tema, kebun binatang, museum dan kebun. Sementara Singapura tertarik ke Indonesia sebagian besar untuk alam dan budaya, Bali dan pulau tetangga Batam sangat populer di kalangan wisatawan Singapura.
Keamanan dan antiterorisme
Pada tanggal 3 Oktober 2005 Perdana Menteri Lee Hsien Loong bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bali, hanya dua hari setelah Bom Bali. Mereka sepakat untuk memperkuat kerjasama melawan terorisme dan juga kerjasama yang dibahas dalam bidang ekonomi, perdagangan dan investasi.[5]
Masalah wilayah dan lingkungan hidup
Hubungan Singapura dengan Indonesia umumnya baik, meskipun isu yang beredar saat ini termasuk larangan ekspor pasir, dan granit;[6] yang sangat dibutuhkan oleh sektor konstruksi Singapura.
Masalah kelangkaan lahan dan ruang di Singapura telah mendorong mereka memperluas pulau mereka melalui upaya reklamasi lahan. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk reklamasi seperti pasir dan granit, sebagian besar diimpor dari Indonesia. Tambang pasir dari wilayah Indonesia telah menimbulan keprihatinan atas isu-isu lingkungan.[7]
Pada bulan Agustus 2005, Singapura dan Indonesia menandatangani Memorandum of Understanding untuk memperluas hak penerbangan antara kedua negara.[8]
Pada Juni 2013, Singapura menderita akibat kabut yang berasal dari praktik tebang-dan-bakar untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit di negara tetangga, Indonesia, provinsi Riau, Sumatra. Pada Juni 2013 kabut mencapai rekor terburuk, mencapai tingkat kabut polutan tertinggi sejak 1997. Kabut telah mendorong peringatan kesehatan dari pemerintah Singapura, warga Singapura yang marah juga menyebabkan beberapa ketegangan diplomatik, pemerintah Singapura memprotes keterlambatan di Indonesia dalam menangani masalah ini dan mendesak pemerintah Indonesia untuk mencari langkah-langkah efektif untuk mencegah terjadinya dan mengurangi polusi kabut asap lintas batas.[9]
Lihat juga
Catatan kaki
Prenala luar
|
---|
Afrika | | |
---|
Amerika | |
---|
Asia | |
---|
Eropa | |
---|
Oseania | |
---|
Terdahulu | |
---|
Multilateral | |
---|
Topik terkait | |
---|
|