Kesultanan Johor

Kesultanan Johor

کسلطانن جوهر
1528–1855

Peta yang menunjukkan pembagian Kesultanan Johor sebelum dan sesudah Perjanjian Inggris-Belanda tahun 1824, dengan Kesultanan Johor pasca-partisi ditampilkan dalam warna ungu paling terang, di ujung Semenanjung Malaya [1]
Peta yang menunjukkan pembagian Kesultanan Johor sebelum dan sesudah Perjanjian Inggris-Belanda tahun 1824, dengan Kesultanan Johor pasca-partisi ditampilkan dalam warna ungu paling terang, di ujung Semenanjung Malaya [1]
Ibu kota
  • Sayong Pinang
  • (1528–1536)
  • Muar
  • (1536–1540)
  • Johor Lama
  • (1540–1564)
  • (1571–1587)
  • Bukit Seluyut
  • (1564–1570)
  • Batu Sawar
  • (1587–1615)
  • (1642–1673)
  • Bintan
  • (1617–1618)
  • Lingga
  • (1618–1623)
  • (1812–1824)
  • Kepulauan Tambelan
  • (1623–1641)
  • Kota Tinggi
  • (1641–1642)
  • (1685–1699)
  • (1678–1685)
  • (1708–1716)
  • (1718–1788)
  • Panchor
  • (1700–1708)
  • Pekan
  • (1788–1795)
  • Singapura
  • (1819–1824)
Bahasa yang umum digunakanMelayu
Agama
Islam Sunni
PemerintahanMonarki
Sultan 
• 1528–1564
Alauddin Riayat Shah II
• 1835–1855
Ali Iskandar
Bendahara 
• 1513–1520
Tun Khoja Ahmad
• 1806–1857
Tun Ali
Sejarah 
• Didirikan
1528
• Dibubarkan
1855
Mata uangTin ingot, koin emas dan perak asli
Didahului oleh
Digantikan oleh
kslKesultanan
Malaka
kslKesultanan
Pahang
kslKesultanan
Siak Sri Indrapura
kslKesultanan
Lingga
Negeri-Negeri Selat
Johor
Pahang
Sekarang bagian dari Malaysia
 Indonesia
 Singapura
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini


Kesultanan Johor Riau (Melayu:‏کسلطانن جوهر رياو‎‎) atau Kesultanan Johor Lama, Johor Empire, atau turut juga disebut Kemaharajaan Melayu adalah sebuah kesultanan Melayu berlandaskan Islam yang didirikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah II pada tahun 1528, putra dari Sultan Mahmud Syah I, Raja terakhir Kesultanan Melaka.

Pada puncak kejayaannya kerajaan ini memerintah kawasan yang saat ini meliputi beberapa wilayah di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Yakni mencakup Johor, Pahang, Terengganu, Selangor, Negeri Sembilan, Tanjung Tuan Melaka, Muar, Batu Pahat, Singapura, Pulau Tinggi, Kepulauan Karimun, Kepulauan Bintan, Bulang, Lingga, Bunguran, Bengkalis, Kampar, Siak, Jambi dan pulau-pulau lain di lepas pantai timur Semenanjung Malaya.

Dalam perjalanan sejarahnya, ibukota Johor Riau kerap berpindah-pindah karena berbagai alasan. Mulai dari Kota Kara (Bintan), Pekantua (Riau), Sayong Pinang (Malaysia), Johor Lama (Malaysia), Daik, Lingga, Tanjung Pinang, Singapura dan lainnya.

Semasa zaman penjajahan, beberapa wilayah Johor di bagian semenanjung Malaysia dijajah oleh Inggris, sementara beberapa wilayah Johor di Riau dijajah oleh Belanda. Inilah yang dikemudian hari menyebabkan pemisahan antara Johor dan Riau, dimana pada saat ini wilayah Johor di Semenanjung Malaysia menjadi bagian dari Negara Malaysia, sedangkan wilayah Johor di Riau menjadi wilayah dari Indonesia.

Berdirinya kerajaan Johor-Riau tidak terlepas dari runtuhnya Kesultanan Melaka. Pada tahun 1511, Melaka runtuh ditangan Portugis dan Sultan Mahmud Syah I yang ketika itu memerintah Melaka melarikan diri ke Pahang, lalu ke Bentan atau Pulau Bintan dan mendirikan pusat pemerintahan baru bernama Kota Kara.

Di Pulau Bintan, Sultan Mahmud Shah berusaha untuk membangunkan kekuatan kembali dengan mengumpulkan semua prajurit terlatihnya. Beberapa serangan dan boikot jalur perdagangan dilakukan terhadap Portugis. Usaha itu membuat Portugis yang telah menguasai Melaka mengalami banyak kerugian. Portugis muka dan pada tahun 1526,

Pedro Mascarenhaas memimpin angkatan laut Portugis untuk menyerang Kota Kara di Bintan. Angkatan laut Portugis yang kuat tidak mampu dikalahkan oleh Sultan Mahmud Syah. Sultan dilarikan oleh orang-orang kepercayaannya keluar Pulau Bintan dengan melintasi Selat Melaka dari Bintan menuju Pekantua Kampar, tepatnya di wilayah Kabupaten Pelalawan saat ini dan wafat disana. Dengan wafatnya Sultan Mahmud Syah I, berakhirlah riwayat trah Sri Parameswara memerintah Melaka.

Sultan Mahmud Syah wafat dengan meninggalkan beberapa orang putra dan putri, diantaranya adalah Sultan Mudzaffar yang mendirikan kerajaan Perak, dan Sultan Ali yang mendirikan kerajaan Johor-Riau.

Sultan Mudzaffar dan keturunannya terus menerus menjadi penguasa Kesultanan Perak, sementara Sultan Ali dan keturunannya terus menerus menjadi penguasa Kesultanan Johor-Riau.

Daftar Nama-Nama Sultan Penguasa Johor

Wangsa Parameswara

Wangsa ini berasal dari keturunan raja-raja Melaka pertama hingga terakhir. Setelah Melaka dihancurkan Portugis, Sultan Mahmud Syah I, Raja Melaka ke-8 melarikan diri ke Kampar, Riau bersama anaknya dan mangkat di sana.

Raja Muzaffar putra Sultan Mahmud Syah I ditabalkan menjadi Sultan Perak yang pertama dengan menggelarkan dirinya sebagai Sultan Muzaffar Syah. Sedangkan putra lainnya, Raja Ali mendirikan Kesultanan Johor Riau yang dinisbatkan sebagai pelanjut tahta kesultanan Melaka.

Oleh sebab itu pemberian nomor pada nama-nama sultan yang serupa di Kesultanan Johor Riau merupakan kelanjutan dari nama-nama dari Sultan Melaka.

Periode Nama Raja Catatan dan peristiwa penting
Wangsa Parameswara (Wangsa Melaka)
1528-1564 Sultan Alauddin Riayat Syah II Mendirikan Kesultanan Riau Johor
1564-1570 Sultan Muzaffar Syah II
1570-1571 Sultan Abdul Jalil Syah I Serangan Portugis pada 1587
1571-1579 Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Syah II
1597-1615 Sultan Alauddin Riayat Syah III Serangan Portugis tahun 1604, membuat perjanjian dengan VOC tahun 1606
1613-1615 Masa peralihan Penaklukan Kesultanan Aceh tahun 1613
1615-1623 Sultan Abdullah Muayat Syah Di bawah pengaruh Kesultanan Aceh
1623-1673 Sultan Abdul Jalil Syah III Melepaskan diri dari Aceh selepas mangkatnya Sultan Iskandar Muda
1673-1677 Masa peralihan Penaklukan Jambi tahun 1673
1677-1685 Sultan Ibrahim Syah
1685-1699 Sultan Mahmud Syah II Dibunuh dalam perjalanan menunaikan Sholat Jum'at
1718-1722 Raja Kecil Putra Sultan Mahmud Syah II yang dilarikan ke Sumatera ketika masih dalam kandungan.

Menuntut kembali takhta dari keluarga Bendahara dengan dukungan penuh Pagaruyung, Riau, Jambi, Palembang, dan Orang Laut di Kepulauan Riau. Memindahkan pusat kerajaan ke Riau

Wangsa Bendahara
1699-1718 Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV Kekosongan pemerintahan akibat terbunuhnya Sultan Mahmud Syah II membuat pembesar kerajaan melantik Bendahara sebagai Sultan.

Ditaklukkan Raja Kecil dan dikembalikan menjadi Bendahara Dibunuh Raja Kecil atas persengkongkolan pemberontakan

1728-1760 Sulaiman Badrul Alam Syah Putra Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV

Merebut kembali takhta Johor dari Raja Kecil atas bantuan VOC dan 5 Bugis bersaudara

1760-1770 Masa peralihan Penaklukan Raja Ismail
1779-1781 Raja Ismail
1781-1791 Raja Yahya
1791-1811 Sultan Sayyid Ali
1811-1818 Sultan Sayyid Ibrahim
1818-1819 Masa peralihan Siak melepaskan diri dari Johor, kemudian diperebutkan Inggris di Singapura dan Belanda di Tanjungpinang
1819-1824 Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah**
Sultan Husain***
Johor diklaim oleh 2 raja
1824-1855 Masa peralihan Johor menjadi wilayah jajahan Inggris****
1855-1862 Daeng Ibrahim Tumenggung Johor*****
1862-1895 Sultan Abu Bakar ibni Daeng Ibrahim
1895-1959 Sultan Ibrahim ibni Sultan Abu Bakar Kemerdekaan Malaysia, Johor menjadi bagian dari Malaysia
1959-1981 Sultan Ismail ibni Sultan Ibrahim
1981-2010 Sultan Iskandar ibni Sultan Ismail
2010-sekarang Sultan Ibrahim Ismail ibni Sultan Iskandar
Catatan:
* Berdasarkan Sulalatus Salatin versi Raffles.
** Raja Lingga di bawah perlindungan Belanda.
*** Raja Singapura di bawah perlindungan Inggris.
**** Pengaruh Perjanjian London tahun 1824.
***** Diangkat oleh Inggris menjadi raja di Johor.

Catatan kaki

  1. ^ Turner, Peter; Hugh Finlay (1996). Malaysia, Singapore and Brunei. Lonely Planet. ISBN 978-0-86442-393-1.