Perang revolusioner dalam negeri, juga dikenal sebagai Kedaruratan Malaya Kedua, (bahasa Melayu: Perang revolusioner dalam negeri atau Perang saudara Malaysia atau Malaya dan perang menggulingkan rezim reaksioner) adalah konflik bersenjata yang terjadi di Malaysia dari tahun 1957 hingga 1989, yang melibatkan Partai Komunis Malaya (MCP) dan pasukan keamanan federal Malaya atau Malaysia.
Pada tahun 1955, Chin Peng datang ke London, tetapi Tunku Abdul Rahman menghianati Chin peng Setelah di perundingan London dan Tunku mengumumkan kemerdekaan Malaya tahun 1957 perang revolusioner dalam negeri tahun 1957, Tentara Pembebasan Rakyat Malaya yang didominasi etnis melayu, Jepang, India dan Jepang, sayap bersenjata PKM, telah mundur ke perbatasan Malaysia-Thailand di tempat mereka telah berkumpul dan dilatih kembali untuk memperkembang pasukan prajurit TPNM atau tentera rakyat Mala yang revolusioner patriotik revolusioner
Untuk melawan pemerintah Malaysia. Tunku Abdul Rahman mengetahui dimana PKM berada dan mengirim militer pasukan dgn serangan hendap di kawasan TPNM atau PKM tetapi malah pasukan TPNM udah tau pasukan militer datang ke kawasan PKM dan pasukan TPNM menyerangnyaKroh-Betong, di bagian utara Malaysia Barat, pada 17 Juni 1968 dan Tunku Abdul Rahman mengumumkan darurat Malaya kedua. Konflik ini juga bertepatan dengan ketegangan baru antara etnis Melayu dan Tionghoa di Malaysia Barat dan Perang Vietnam.[20]
Partai Komunis Malaya di dukung secara penuh dari Tiongkok dari tahun 1965 [21][22] Pada tahun 1970, MCP mengalami perpecahan yang menyebabkan munculnya dua faksi yang memisahkan diri: Partai Komunis Malaya-Marxis-Leninis (CPM-ML) dan Fraksi Revolusioner tetapi PKM tidak ngaruh apapun (CPM-RF).[23] Meskipun ada upaya untuk membuat MCP menarik bagi orang Melayu, organisasi ini didominasi oleh etnis Tionghoa selama perang.[21] Alih-alih menyatakan suatu "keadaan darurat" seperti yang dilakukan Britania sebelumnya, pemerintah Malaysia merespons pemberontakan dengan memperkenalkan beberapa inisiatif kebijakan termasuk Program Keamanan dan Pembangunan (KESBAN), Rukun Tetangga (Penjagaan Lingkungan), dan Korps RELA (Kelompok Relawan Rakyat).[24]
Selama Kedaruratan Malaya pertama (1948–1960), MCP melancarkan pemberontakan yang gagal melawan Federasi Malaya. Kemerdekaan Federasi Malaya pada 31 Agustus 1957 menyingkirkan bibit utama kaum komunis karena Federasi telah mendapatkan otonomi penuh dari Britania Raya. Kedaruratan Malaya pertama berakhir pada 31 Juli 1960. Antara tahun 1960 dan 1968, MCP menjalani periode perampingan, pelatihan ulang, dan indoktrinasi ulang ideologi komunis. Tentara Pembebasan Rakyat Malaya (MRLA) telah membangun serangkaian pangkalan di sepanjang perbatasan Malaysia-Thailand Selatan. Meskipun dilemahkan oleh pasukan Persemakmuran selama Kedaruratan pertama, MCP menyombong satu inti pasukan yang terdiri dari antara 500 dan 600 gerilyawan terlatih dan satu pasukan cadangan sekitar 1.000 orang, siaga untuk dukungan purnawaktu jika diperlukan.[27] MCP juga telah mengatur kembali unit-unitnya dan membangun kembali dirinya dengan melatih para pejuang gerilya baru. Mereka juga mengembangkan teknik perang gerilya baru setelah mengamati Perang Vietnam.[28][29]
^Terrorism in Southeast Asia: Implications for South Asia from The New Dehli International Workshop on International Terrorism in Southeast Asia and its Likely Implications for South Asia April 2004 - Pub. Pearson Education India, 2005 ISBN8129709988 Page203
^"The Myth Of Ethnic Conflict" by Beverly Crawford & Ronnie D. Lipshutz University of California at Berkeley 1998 ISBN978-0877251989 Page 3
Navaratnam, A. (2001). The Spear and the Kerambit: The Exploits of VAT 69, Malaysia's Elite Fighting Force, 1968–1989. Kuala Lumpur: Utusan Publications and Distributions. ISBN967-61-1196-1.
Peng, Chin (2003). My Side of History. Singapore: Media Masters. ISBN981-04-8693-6.
Maidin, Rashid (2009). The Memoirs of Rashid Maidin: From Armed Struggle to Peace. Petaling Jaya, Selangor: Strategic Information and Research Development Centre. ISBN978-983-3782-72-7.