Krisis Suez

Krisis Suez
Perang Sinai

Tentara Israel bersiap untuk berperang di Semenanjung Sinai.
TanggalOktober 1956 – Maret 1957
LokasiMesir (Sinai dan Terusan Suez)
Hasil

Kemenangan militer Inggris, Prancis dan Israel
Kemenangan politik Mesir

Pihak terlibat
Britania Raya Britania Raya
Prancis Prancis
Israel Israel
Mesir Mesir
Tokoh dan pemimpin
Britania Raya Anthony Eden
Britania Raya Charles Keightley
Prancis Pierre Barjot
Israel Moshe Dayan
Mesir Gamal Abdel Nasser
Mesir Abdel Hakim Amer
Kekuatan
45.000 tentara Britania
34.000 tentara Prancis
40.000 tentara Israel
70.000
Korban
Britania Raya: 16 tewas
96 terluka
Prancis: 10 tewas
33 terluka
Israel:186 tewas
899 terluka
4 ditangkap[2]
1.650 tewas [1]
4.900 terluka
6.185 ditangkap

Krisis Suez (bahasa Arab: أزمة السويس - العدوان الثلاثي ʾAzmat al-Sūwais/Al-ʿIdwān al-Thalāthī; bahasa Prancis: Crise du canal de Suez; bahasa Ibrani: מבצע קדשMivtza' Kadesh "Operasi Kadesh," atau מלחמת סיני Milẖemet Sinai, "Perang Sinai") adalah serangan militer Britania Raya, Prancis dan Israel terhadap Mesir yang dimulai pada tanggal 29 Oktober 1956.[3][4] Serangan ini dilancarkan karena pada tanggal 26 Juli 1956, Mesir menasionalisasikan Terusan Suez setelah tawaran Britania Raya dan Amerika Serikat untuk mendanai pembangunan Bendungan Aswan dicabut.[5]

Latar belakang

Terusan Suez dibuka pada tahun 1869, didanai oleh pemerintah Prancis dan Mesir.[6] Secara teknis, wilayah yang mengelilingi terusan ini merupakan wilayah kedaulatan Mesir, dan perusahaan yang mengurusnya, Universal Company of the Suez Maritime Canal (Suez Canal Company) adalah perusahaan mesir.

Terusan ini penting bagi Britania Raya dan negara-negara Eropa lainnya. Bagi Britania, terusan ini merupakan penghubung ke koloni Britania di India, Timur Jauh, Australia dan Selandia Baru. Maka pada tahun 1875, Britania membeli saham dari Suez Canal Company, memperoleh sebagian kekuasaan atas pengoperasian terusan dan membaginya dengan investor swasta Prancis. Pada tahun 1882, selama invasi dan pendudukan Mesir, Britania Raya secara de facto menguasai terusan ini.

Konvensi Konstantinopel 1888 mendeklarasikan terusan ini sebagai zona netral dibawah perlindungan Britania.[7] Dalam meratifikasinya, Kesultanan Utsmaniyah setuju untuk memberikan izin terhadap kapal internasional melewati terusan tersebut, baik saat perang maupun damai.[8]

Terusan Suez menunjukan betapa strategis wilayah tersebut selama Perang Rusia-Jepang ketika Jepang melakukan persetujuan dengan Britania. Jepang melancarkan serangan kejutan terhadap Armada Pasifik Rusia yang berbasis di Port Arthur. Ketika Rusia mengirim bantuan dari Baltik, Britania tidak memperbolehkan Rusia melewati terusan. Hal ini menyebabkan armada Rusia mengelilingi seluruh benua Afrika, memberikan waktu bagi tentara Jepang untuk mereorganisir tentara mereka dan memperkuat posisi mereka di Timur Jauh.

Kepentingan terusan ini juga terlihat jelas selama Perang Dunia. Pada Perang Dunia Pertama, Britania dan Prancis menutup terusan ini untuk kapal non-Sekutu. Selama Perang Dunia Kedua, Terusan Suez dilindungi selama Kampanye Afrika Utara.

Pada Mei 1948, Mandat Britania atas Palestina berakhir, dan tentara Britania mundur dari wilayah tersebut. Deklarasi Kemerdekaan Israel dideklarasikan, dan ditentang oleh Liga Arab. Hal ini menyebabkan terjadinya Perang Arab-Israel 1948. Tentara Israel berhasil memenangkan perang melawan Arab, termasuk Mesir. Negosiasi perdamaian setelah perang gagal, ditambah dengan meningkatnya ketegangan perbatasan antara Israel dan tetangganya, menyebabkan meningkatnya permusuhan antara Arab dan Israel.

Akhir peperangan

Operasi yang bertujuan merebut Terusan Suez ini berhasil dari sisi militer, namun merupakan bencana politik. Bersama dengan krisis Suez, Amerika Serikat juga harus mengurus Revolusi Hungaria. Amerika Serikat juga takut akan adanya perang yang lebih luas setelah Uni Soviet dan negara-negara Pakta Warsawa lainnya mengancam untuk membantu Mesir dan melancarkan serangan roket ke London, Paris[9] dan Tel Aviv.

Maka dari itu, pemerintahan Eisenhower menyatakan gencatan senjata. Amerika Serikat meminta invasi dihentikan dan mensponsori resolusi di Dewan Keamanan PBB yang meminta gencatan senjata. Britania dan Prancis, sebagai anggota tetap, memveto resolusi tersebut. Amerika Serikat lalu memohon kepada Majelis Umum PBB dan mengusulkan resolusi meminta gencatan senjata dan ditariknya pasukan.[10]

Majelis Akhir peperangan

Majelis Umum mengadakan "sesi khusus kedaruratan" dan mengadopsi resolusi Majelis 1001,[11] yang mendirikan United Nations Emergency Force (UNEF), dan menyatakan gencatan senjata. Portugal dan Islandia mengusulkan untuk mengeluarkan Britania dan Prancis dari pakta pertahanan North Atlantic Treaty Organization (NATO) jika mereka tidak mau mundur dari Mesir.[12] Britania dan Prancis mundur dari Mesir dalam waktu seminggu.

Amerika Serikat juga melancarkan tekanan finansial terhadap Britania Raya untuk mengakhiri invasi. Eisenhower memerintahkan George M. Humphrey untuk menjual bagian dari "US Government's Sterling Bond holdings". Pemerintah AS memegangnya sebagai bagian dari bantuan ekonomi terhadap Britania setelah Perang Dunia II, dan pembayaran sebagian hutang Britania kepada AS, dan juga bagian dari Rencana Marshall untuk membangun kembali ekonomi Eropa Barat.

Arab Saudi juga memulai embargo minyak terhadap Britania dan Prancis. AS menolak membantu minyak bumi hingga Britania dan Prancis setuju untuk mundur. Negara NATO lainnya juga menolak untuk menjual minyak bumi yang mereka terima dari negara-negara Arab ke Britania atau Prancis.[13]

Pemerintah Britania dan pound sterling berada dalam tekanan. Sir Anthony Eden, Perdana Menteri Britania Raya, terpaksa untuk mundur dan mengumumkan gencatan senjata pada tanggal 6 November. Tentara Prancis dan Inggris selesai mundur pada tanggal 22 Dessember 1956, dan digantikan oleh tentara Kolombia dan Denmark yang merupakan bagian dari UNEF.[14] Pasukan Israel meninggalkan Sinai pada Maret 1957.

Catatan kaki

  1. ^ Kunz, Diane B. The Economic Diplomacy of the Suez Crisis. hlm. 187. ISBN 0-80781967-0. 
  2. ^ Dupuy, R. Ernest; Dupuy, Trevor N. (1994). The Collins Encyclopedia of Military History. HarperCollins. hlm. 1343. 
  3. ^ Damien Cash "Suez crisis" The Oxford Companion to Australian History. Ed. Graeme Davison, John Hirst and Stuart Macintyre. Oxford University Press, 2001.
  4. ^ Roger Owen "Suez Crisis" The Oxford Companion to the Politics of the World, Second edition. Joel Krieger, ed. Oxford University Press Inc. 2001.
  5. ^ "Suez crisis" The Concise Oxford Dictionary of Politics. Ed. Iain McLean and Alistair McMillan. Oxford University Press, 2003.
  6. ^ Turner, Barry. Suez 1956: The First Oil War. hal. 21–4.
  7. ^ "Suez Canal". Egyptian State Information Service. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-04-11. Diakses tanggal 18 March 2007. 
  8. ^ Howard M. Sachar. A History of Israel from the Rise of Zionism to Our Time. Published by Alfred A. Knopf (New York). 1976. ISBN 0-394-28564-5.
  9. ^ Lowe, Vaughan; Roberts, Adam; Welsh, Jennifer; Zaum, Dominik (2008). The United Nations Security Council and War: The Evolution of Thought and Practice Since 1945. Oxford University Press. hlm. 291. ISBN 978-0-19953-343-5. 
  10. ^ Hendershot, Robert; Family Spats: Perception, Illusion, and Sentimentality in the Anglo-American Special Relationship
  11. ^ UNGA Emergency Special Sessions
  12. ^ Brecher, Jeremy (2 April 2003). "Uniting for Peace" Diarsipkan 2007-12-24 di Wayback Machine., Z Magazine. Retrieved on 28 February 2007.
  13. ^ Kennett Love, Suez: The Twice-Fought War, New York: McGraw Hill, 1969, p.651
  14. ^ Service Cinématographique des Armées SCA reportage de Paul Corcuff, 22 December 1956 Diarsipkan 2008-12-06 di Wayback Machine. French Ministry of Defense arcvhives ECPAD MO56141AR14

Daftar pustaka

Pranala luar

Referensi