Pembagian Korea
Pembagian Korea menjadi Korea Utara dan Korea Selatan bermula sejak kemenangan Blok Sekutu di dalam Perang Dunia II, mengakhiri 35 tahun Penjajahan Jepang atas Korea. Di dalam sebuah proposal yang ditolak oleh hampir seluruh bangsa Korea, Amerika Serikat dan Uni Soviet setuju untuk sementara menduduki negara Korea sebagai wilayah perwalian dengan zona pengawasan yang didemarkasi pada sepanjang 38 derajat lintang utara. Tujuan perwalian ini adalah untuk mendirikan pemerintah sementara Korea yang akan menjadi "bebas dan merdeka pada waktunya."[1] Meskipun pemilihan umum dijadwalkan, dua adidaya mendukung dari belakang para pemimpin yang berseberangan dan dua negara itu secara efektif telah didirikan, masing-masing mengakui kedaulatan atas seluruh Semenanjung Korea. Perang Korea (1950-1953) meninggalkan dua Korea yang dipisahkan oleh Zona Demiliterisasi Korea, yang secara teknis masih menyisakan perang melalui Perang Dingin hingga kini. Korea Utara adalah negara komunis, sering kali digambarkan sebagai Stalinis dan tertutup. Ekonominya pada awalnya menikmati pertumbuhan yang substansial namun runtuh pada tahun 1990-an, tidak seperti tetangga Komunisnya Republik Rakyat Tiongkok. Korea Selatan tumbuh, setelah beberapa dasawarsa di bawah penguasa otoriter, menjadi demokrasi liberal kapitalis, salah satu ekonomi terbesar di dunia. Sejak 1990-an, dengan pemerintahan Korea Selatan yang liberal progresif, juga mangkatnya pendiri Korea Utara Kim Il-sung, dua pihak mangambil jalan, langkah-langkah simbolik menuju Reunifikasi Korea yang mungkin.[2] Latar belakang sejarahPenjajahan Jepang atas Korea (1910-1945)Pada saat Perang Rusia-Jepang berakhir pada 1905, Korea menjadi protektorat nominal, dan diduduki oleh Jepang pada 1910. Akhir Perang Dunia II (1939–1945)Pada November 1943, Franklin Roosevelt, Winston Churchill, dan Chiang Kai-shek bertemu di Konferensi Kairo untuk membahas apa yang harus terjadi pada koloni Jepang, dan setuju bahwa Jepang harus kehilangan semua wilayah taklukkannya karena dikhawatirkannya bahaya kebangkitan Jepang. Dalam pernyataan setelah konferensi ini, Korea disebutkan untuk pertama kalinya. Tiga kekuatan menyatakan bahwa "kesadaran akan perbudakan rakyat Korea ditentukan bahwa pada saatnya Korea akan menjadi bebas dan merdeka" (Konferensi Kairo). Bagi nasionalis Korea yang menginginkan kemerdekaan langsung, frasa "pada waktunya" adalah alasan kecemasan. Roosevelt mungkin telah mengusulkan kepada Stalin bahwa 3 atau 4 tahun berlalu sebelum Korea merdeka sepenuhnya; Stalin keberatan, dengan mengatakan bahwa periode waktu yang lebih singkatlah yang diinginkan. Pada kasus manapun, perbincangan Korea di antara Blok Sekutu tidak akan dilanjutkan hingga kemenangan atas Jepang semakin dekat. Dengan berakhirnya perang yang tampak pada bulan Agustus 1945, masih belum ada mufakat mengenai nasib Korea di antara pemimpin Sekutu. Banyak orang Korea di Semenanjung Korea telah membuat rencana mereka sendiri untuk masa depan Korea, dan beberapa dari rencana ini termasuk pendudukan kembali Korea oleh kekuatan asing. Menyusul pengeboman atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, tentara Uni Soviet menyerbu Manchuria, sesuai kesepakatan Joseph Stalin dengan Harry Truman selama konferensi Potsdam.[3] Namun, para pemimpin Amerika khawatir bahwa seluruh semenanjung mungkin akan diduduki oleh Uni Soviet, dan ketakutan ini mungkin juga mengarah pada pendudukan Soviet atas Jepang. Peristiwa berikutnya menunjukkan rasa takut ini menjadi tidak berdasar. Pasukan Soviet tiba di Korea sebelum tibanya pasukan Amerika, tetapi mereka hanya menduduki bagian utara semenanjung, menghentikan perjalanan mereka di 38 derajat Lintang Utara, sesuai dengan kesepakatan mereka dengan Amerika Serikat. Pada tanggal 10 Agustus 1945 dua perwira muda - Dean Rusk dan Charles Bonesteel - ditugaskan untuk menciptakan zona pendudukan Amerika. Bekerja pada pemberitahuan yang sangat pendek dan sama sekali tidak punya persiapan yang cukup untuk tugas itu, mereka menggunakan peta National Geographic untuk menentukan 38 derajat LU; mereka memilihnya karena garis itu membagi Korea kira-kira di tengah-tengah tetapi akan menjadikan ibu kota Seoul di bawah kendali Amerika. Tidak ada ahli tentang Korea yang diminta konsultasi dan kedua orang tidak menyadari bahwa empat puluh tahun sebelumnya, Jepang dan Rusia telah membahas pembagian Korea pada sepanjang garis lintang yang sama; Rusk kemudian mengatakan bahwa dia tahu, dia "hampir pasti" akan memilih garis yang berbeda.[4] Bagaimanapun, keputusan itu dituliskan secara tergesa-gesa ke dalam Orde Umum Nomor 1 untuk pengurusan Jepang pascaperang. Jenderal Nobuyuki Abe, Gubernur-Jenderal Jepang di Korea yang terakhir, telah berhubungan dengan sejumlah orang Korea yang berpengaruh sejak awal Agustus 1945 untuk mempersiapkan peralihan kekuasaan. Pada 15 Agustus 1945, Lyuh Woon-Hyung, politisi sayap kiri yang moderat, setuju untuk mengambil alih. Dia bertugas mempersiapkan pembentukan sebuah negara baru dan bekerja keras untuk membangun struktur pemerintahan. Pada 6 September 1945, wakil-wakil kongres bersidang di Seoul. Penyusunan dasar negara Korea modern berlangsung hanya tiga minggu setelah Jepang menyerah. Pemerintah didominasi oleh sayap kiri, yang sebagiannya disebabkan oleh banyak pejuang antipenjajahan yang setuju dengan banyak pandangan komunisme mengenai imperialisme dan kolonialisme. Setelah Perang Dunia IIDi selatanPada 7 September 1945, Jenderal MacArthur mengumumkan bahwa Letnan Jenderal John R. Hodge mengelola urusan Korea, dan Hodge mendarat di Incheon baserta pasukannya keesokan harinya. "Pemerintah Sementara Republik Korea" mengirimkan delegasi beserta tiga orang penerjemah, namun dia menolak untuk menemui mereka. Dengan fokus mereka lebih dominan terhadap Jepang, penguasa militer Amerika menjadi kurang perhatian terhadap Korea dan tentara pada umumnya tidak ingin ditugaskan di sana. Sementara Jepang diletakkan di bawah pemerintahan sipil, Korea ditempatkan di bawah pemerintahan langsung satuan militer. Sedikit perubahan di dalam administrasi negara itu; petugas yang melakukan pelayanan di bawah otoritas Jepang tetap berada di posisi mereka masing-masing. Gubernur Jepang tidak diberhentikan sampai pertengahan September dan banyak petugas Jepang berada di kantor sampai 1946. Keputusan tersebut membuat marah sebagian besar warga Korea, karena Jepang selama ini telah membantu mengeksploitasi Korea. Kemarahan ini semakin menjadi-jadi tatkala militer Amerika memilih untuk memberikan banyak posisi pemerintahan bagi orang Korea yang dianggap telah mengkhianati negara mereka sendiri dengan bekerja sama dengan penguasa Jepang. Penguasa pendudukan Amerika Serikat di Korea bagian selatan melihat banyak upaya pemerintah pribumi sebagai pemberontakan komunis dan menolak untuk mengakui "Pemerintahan Sementara". Namun, seorang anti-komunis bernama Syngman Rhee, yang pindah kembali ke Korea setelah puluhan tahun di pengasingan di Amerika Serikat, dianggap sebagai calon yang dapat diterima untuk memimpin negeri ini sementara waktu karena ia dianggap ramah kepada Amerika Serikat. Di bawah Rhee, pemerintah sementara Korea Selatan melakukan sejumlah kampanye militer melawan pemberontak sayap kiri yang mengangkat senjata melawan pemerintah dan menganiaya lawan-lawan politik lainnya. Selama beberapa tahun berikutnya, antara 30.000[5] dan 100.000 orang kehilangan nyawa mereka selama perang melawan pemberontak sayap kiri.[6] Pada Agustus 1948, Syngman Rhee menjadi presiden pertama Korea Selatan, dan pasukan Amerika Serikat meninggalkan semenanjung. Di utara
Pada bulan Agustus 1945, tentara Uni Soviet membentuk Penguasa Sipil Soviet untuk memerintah negeri ini sampai rezim dalam negeri, yang ramah kepada Uni Soviet, dapat didirikan. Komite sementara didirikan di seluruh negara, meletakkan pihak Komunis di posisi kunci. Pada Maret 1946 reformasi tanah dilembagakan karena tanah yang pernah dikuasai Jepang dan para pemilik tanah yang berkolaborasi dibagi dan diserahkan kepada petani miskin. Kim Il-sung memprakarsai program reformasi tanah pada tahun 1946. Dengan mengorganisasi banyak warga sipil miskin dan pekerja pertanian di bawah komite rakyat, sebuah kampanye massa nasional menghancurkan kendali kaum penguasa lama tanah. Tuan tanah diizinkan hanya untuk mempertahankan tanah yang sama luasnya dengan tanah kaum sipil miskin yang pernah menyewa tanah mereka, sehingga pembagian tanah lebih merata. Reformasi tanah Korea Utara dicapai dengan cara yang tidak terlalu keras daripada yang terjadi di Cina atau Vietnam. Sumber-sumber resmi Amerika menyatakan, "Dari semua catatan, mantan tetua desa dihilangkan sebagai pemaksaan politik tanpa mengarah pada pertumpahan darah, tapi tindakan yang sangat hati-hati itu diambil untuk mencegah mereka kembali berkuasa."[7] Kebijakan ini sangat menyenangkan di kalangan petani, tetapi menyebabkan banyak kolaborator dan mantan tuan tanah melarikan diri ke Korea Selatan di mana beberapa di antaranya memperoleh posisi di pemerintahan Korea Selatan yang baru. Menurut pemerintah militer Amerika Serikat, 400.000 warga Korea Utara pergi ke Korea Selatan sebagai pengungsi.[8] Industri kunci dinasionalisasi. Situasi ekonomi di Korea Utara hampir sama sulitnya seperti di Korea Selatan, karena Jepang memusatkan pertanian di selatan dan industri berat di utara. Pada Februari 1946 pemerintah sementara yang disebut Komite Rakyat Sementara Korea Utara dibentuk di bawah pimpinan Kim Il-sung, yang telah menghabiskan beberapa tahun terakhir untuk berlatih perang bersama pasukan Soviet di Manchuria. Konflik dan perebutan kekuasaan memanas di tingkat atas pemerintahan di Pyongyang karena pihak aspiran yang berbeda melakukan manuver untuk mendapatkan posisi kekuasaan di dalam pemerintahan baru. Di tingkat lokal, komite rakyat secara terbuka menyerang kolaborator dan beberapa tuan lahan, dengan menyita banyak tanah dan harta benda mereka. Akibatnya, banyak kolaborator dan yang lainnya hilang atau tewas. Itu terjadi di banyak provinsi, dan melalui kerjasama dengan komite rakyat yang sama inilah pada akhirnya pemimpin Korea Utara, Kim Il-sung mampu membangun sistem pendukung akar rumput yang akan mengangkatnya untuk berkuasa di atas lawan-lawan politiknya yang pernah tinggal di Pyongyang. Pasukan Soviet berangkat pada tahun 1948. Dibentuknya dua negara KoreaDengan menguatnya ketidakpercayaan antara sekutu sebelumnya Amerika Serikat dan Uni Soviet, tidak ada persetujuan yang berhasil dicapai mengenai cara untuk mendamaikan pemerintah sementara yang saling bersaing. Amerika Serikat membawa masalah ini ke hadapan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada musim gugur 1947. Uni Soviet menentang keterlibatan PBB. PBB meloloskan resolusi pada tanggal 14 November 1947, dengan menyatakan bahwa pemilihan umum yang bebas harus ditunda, pasukan asing harus ditarik, dan sebuah komisi PBB untuk Korea harus dibentuk. Uni Soviet, walaupun anggota dengan kekuatan hak veto, memboikot pemungutan suara dan tidak mempertimbangkan resolusi yang akan mengikat. Pada April 1948, sebuah konferensi organisasi-organisasi dari Korea Utara dan Korea Selatan bertemu di Pyongyang. Konferensi ini tidak membuahkan hasil, dan Soviet memboikot pemilihan umum yang diawasi PBB di Korea Selatan. Tidak ada pemilihan yang diawasi PBB di utara. Pada tanggal 10 Mei Korea Selatan mengadakan pemilihan. Syngman Rhee, yang telah mengusulkan pemilihan umum parsial di Korea Selatan demi mewujudkan kekuasaannya sejak 1947, terpilih sudah, meskipun partai-partai sayap kiri memboikot pemilihan umum itu. Korupsi yang tersebar luas dilaporkan terjadi dalam pemilihan umum itu dan Republik Korea memulai hidup tanpa legitimasi yang cukup. Pada 15 Agustus, Republik Korea secara resmi mengambil alih kekuasaan dari militer AS. Perang KoreaDi Korea Utara, pembentukan Republik Rakyat Demokratik Korea telah dinyatakan pada 9 September, dengan Kim Il-sung sebagai perdana menteri. Pembagian Korea ini, setelah lebih dari satu milenium sebagai Korea yang bersatu, dipandang tidak dapat diterima dan bersifat sementara oleh masing-masing rezim. Sejak 1948 hingga awal perang saudara pada 25 Juni 1950, angkatan bersenjata dari masing-masing pihak terlibat dalam serangkaian konflik berdarah di sepanjang perbatasan. Pada tahun 1950, konflik ini memanas secara dramatis ketika pasukan Korea Utara menyerang Korea Selatan, memicu Perang Korea dan secara efektif membuat pembagian yang permanen. Sebuah gencatan senjata ditandatangani guna mengakhiri permusuhan, dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat zona penyangga selebar tiga mil di antara kedua-dua negara, di mana tak seorangpun boleh memasukinya. Daerah ini kemudian dikenal sebagai Zona Demiliterisasi. Setelah Perang Korea (1953–kini)Korea Utara dan Korea Selatan tidak pernah menandatangani perjanjian perdamaian secara resmi dan dengan demikian mereka secara resmi masih berperang; hanya gencatan senjata yang telah dinyatakan. Pemerintah Korea Selatan menjadi didominasi oleh militernya dan keadaan yang relatif damai ini diselingi oleh pertempuran perbatasan dan beberapa upaya pembunuhan. Korea Utara gagal dalam beberapa upaya pembunuhan terhadap para pemimpin Korea Selatan, terutama pada tahun 1968, 1974 dan 1983; terowongan sering ditemukan di bawah Zona Demiliterisasi dan perang hampir pecah karena terjadinya insiden pembunuhan kapak di Panmunjeom pada 1976. Pada 1973, beberapa kontak tingkat tinggi yang sangat rahasia mulai dilakukan melalui kantor-kantor Palang Merah, tetapi berakhir setelah insiden Panmunjeom dengan sedikit kemajuan yang telah dibuat. Pada akhir 1990-an, ketika Korea Selatan beralih ke demokrasi, keberhasilan kebijakan Nordpolitik, dan kekuasaan di Korea Utara beralih kepada Kim Jong-il putera Kim Il-sung, kedua-dua negara mulai terlibat secara terbuka untuk kali pertama, kemudian Korea Selatan memberlakukan Kebijakan Cuaca Cerah. Baru-baru ini, di dalam upaya untuk memajukan upaya rekonsiliasi, kedua Korea telah menerima Bendera Unifikasi tidak resmi, yang mewakili Korea di acara olahraga internasional. Korea Selatan memberi Korea Utara bantuan dan usaha ekonomi kerjasama yang signifikan, dan kedua pemerintah telah bekerjasama dalam mengupayakan pertemuan anggota keluarga yang terpisah dan pariwisata terbatas di situs Korea Utara. Namun, kedua negara masih tidak mengakui satu sama lain, dan Kebijakan Cuaca Cerah tetap kontroversial di Korea Selatan. Penyusupan dan penyerbuanSejak pembagian Korea, terdapatt banyak kejadian penyusupan dan penyerbuan lintas perbatasan oleh agen-agen Korea Utara, meskipun pemerintah Korea Utara tidak pernah mengakui pertanggungjawaban secara langsung atas segala insiden itu. Keseluruhannya ada 3.693 agen Korea Utara bersenjata yang telah disusupkan ke dalam Korea Selatan antara 1954 sampai 1992, dengan 20% darinya muncul antara 1967 dan 1968.[9] Kejadian-kejadian itu di antaranya: Insiden di perbatasan darat
Insiden di daerah lain
Insiden di laut
Insiden di udara
Lihat pula
Catatan
Referensi
Pranala luar
|