Dinasti Goryeo adalah dinasti yang didirikan oleh Wang Geon di Songdo, (Kaesong pada saat ini). Dinasti ini berdiri dari tahun 918 dan berakhir pada tahun 1392.[1] Dinasti Goryeo menggabungkan Tiga Kerajaan Akhir Korea dengan menguasai Silla dan menumbangkan kerajaan Baekje Akhir (Hubaekje) tahun 935. Nama Goryeo adalah singkatan dari nama Kerajaan Korea, Goguryeo. Nama Korea juga diambil dari kata Goryeo.[2]
Korea pada era ini tercatat mengalami kemajuan dalam bidang seni budaya seperti arsitektur, keramik, percetakan dan produksi kertas.[2] Penemuan terkenal dari Dinasti Goryeo adalah alat cetak pertama di dunia (tahun 1234) dan Tripitaka Koreana.
Dinasti ini tidak dapat lepas dari serbuan bangsa Mongol pada abad ke-13 yang pada akhirnya ikut mempengaruhi budaya Korea.[2] Invasi Mongol ini melemahkan Goryeo hingga Raja Gongmin (1352–1574) memulai reformasi untuk menyingkirkan bangsa Mongol dari istana tapi tidak berhasil.[3] Akhirnya di tengah kekacauan ini Dinasti Goryeo diakhiri oleh pemberontakan yang dilakukan oleh Jenderal Yi Seong-gye tahun 1392 dan digantikan oleh Dinasti Joseon.
Sejarah
Di akhir abad ke-9, Silla dan Balhae sedang mengalami kekacauan. Di Silla, konflik internal atas suksesi tahta mengakibatkan goncangan politik, meletusnya pemberontakan petani dan munculnya pemimpin-pemimpin pemberontak di daerah-daerah. Di utara, Balhae menghadapi krisis dan tekanan Dinasti Liao, kerajaan bangsa Khitan. Di awal abad ke-10, lahir gerakan-gerakan kebangkitan dari bekas orang-orang Baekje dan Goguryeo seperti Gerakan Baekje Baru dan Goguryeo Baru, mengantarkan pada Periode Tiga Kerajaan Baru. Sementara, negeri Balhae telah dikalahkan oleh Khitan (926).
Seorang tokoh militer yang muncul dari daerah bernama Wang Geon mendirikan kekuatan baru bernama Goryeo dan mengikutsertakan para jenderal lain untuk berpartisipasi dalam politik pemerintahan. Pendiri Goryeo menganggap kerajaan mereka adalah anak cucu Goguryeo dan menerima pengungsi-pengungsi dari Balhae dengan terbuka. Mulai saat itu Goryeo serius melancarkan ekpansi teritori ke utara. Lahirnya Goryeo menandai akhir dari Periode Negara Selatan dan Utara dan dimulainya unifikasi Korea yang sesungguhnya.
Pada tahun 958, Goryeo mengadopsi sistem ujian nasional yang digunakan untuk memilih para pegawai pemerintahan oleh Dinasti Sui dan Dinasti Tang di Tiongkok . Ujian nasional ini dilaksanakan memilih orang-orang berkualitas dalam menduduki posisi penting pemerintahan.
Invasi Mongol
Pada tahun 1231, Invasi Mongol dilancarkan untuk menghancurkan Goryeo. Invasi Pertama yang terdiri dari 6 seri, memporak-porandakan Goryeo selama lebih dari 40 tahun. Saat Mongol menyerbu, rezim militer mengungsi ke Pulau Ganghwa dan bertahan dari gempuran. Resistensi Goryeo menghasilkan perjanjian damai yang syaratnya kerajaan itu dapat meneruskan silsilah keturunan dan kedaulatan raja-rajanya. Namun begitu, rezim militernya dikendalikan dan otoritasnya dipegang oleh monarki. Mongol mensyaratkan Goryeo untuk menyediakan tentara dan material untuk persiapan menyerbu Jepang pada tahun 1274 dan 1281. Mereka juga membebankan upeti dan Goryeo diharuskan mengganti pemimpin sesuai dengan keinginan istana Dinasti Yuan.
Pada abad ke-12 terjadi pemberontakan militer yang membawa perubahan signifikan terhadap agama dan landasan Goryeo. Kesuksesan kudeta oleh para pemimpin militer menyebabkan penyingkiran menteri-menteri sipil dari pemerintahan dan penurunan pentingnya sistem ujian nasional. Para sarjana-sarjana Konfusius berhenti dari kursi pemerintahan dan beristirahat ke tempat-tempat sunyi.
Akhir perang terhadap Mongol membawa perubahan besar terhadap kehidupan politik kerajaan, saat kekuasaan jatuh ke tangan monarki dengan dukungan Mongol. Kuil-kuil Buddha yang didukung aristokrat ini dihidupkan kembali secara ekonomi dan politik. Para pendeta diberi kesempatan untuk turun ke arena politik sebagai pejabat dan penasehat kerajaan. Festival-festival agama Buddha dirayakan besar-besaran.
Sarjana Konfusian Goryeo mengimpor ide-ide Neo Konfusianisme dari Dinasti Yuan dan mengkritik agama Buddha yang sekarang telah menjadi terlalu duniawi dalam ide dan tindakan. Mereka mengkritik kuil dan biksu telah memanfaatkan tujuan dan fungsi utama komunitas Buddhis sebagai niat untuk mengumpulkan kekayaan dan kekuasaan. Para sarjana ini ingin menciptakan tatanan masyarakat secara jelas dan tepat lalu, membentuk program reformasi membentuk masyarakat sesuai pola-pola Konfusianisme.
Pada abad ke-14, Goryeo sudah mengadakan reformasi politik dan ekonomi. Faksi reformis Goryeo diakhir abad ke-14 terdiri dari 2 kelompok, pegawai negeri sipil Neo-Konfusian yang dipimpin Jeong Do-jeon dan pemimpin militer bernama Yi Seong-gye. Kedua kelompok ini dihubungkan oleh elemen yang sama, mereka berasal dari elit lokal yang berkoneksi dengan bangsawan yang berkuasa di ibu kota. Pada tahun 1388, Yi Seong-gye dan Jeong Do-jeon mengerahkan pasukan mereka dan melakukan kudeta. Kudeta yang sukses ini mengantarkan fondasi dinasti yang baru, Joseon, dengan Yi Seong-gye sebagai pemimpinnya (1392).
Pada akhir perang dengan Mongol, anggota kerajaan dapat keuntungan lewat pertukaran budaya dengan bangsa Mongol. Pada masa ini kapas masuk ke Korea untuk pertama kali, menyebabkan perkembangan besar bagi industri sandang rakyat Goryeo.
Ekonomi, agama dan kebudayaan
Goryeo adalah masyarakat pertanian yang telah mencapai progres terus menerus dalam teknik bertani. Promosi pertanian adalah tugas penting bagi pegawai negeri dan dukungan pemerintah seperti pengenalan keterampilan bertani yang baru dan konstruksi saluran irigasi, memainkan peran penting dalam memajukan efisiensi dan produktivitas pertanian.
Konfusianisme, Buddhisme, dan Taoisme berpengaruh besar dalam kehidupan religius rakyat Goryeo. Nilai-nilai Konfusianisme seperti kesetiaan dan bakti berpengaruh penting dalam bidang politik. Taoisme dan Buddhisme dilaksanakan dalam bentuk ritual penghormatan kepada leluhur, menolak bala dan ritual memohon kesejahteraan.
Pada abad ke-11, Goryeo mengembangkan kesenian keramik hijau yang memikat banyak orang dengan warna biru dan hijau. Pada abad ke-12, kesenian ini semakin maju dengan penemuan teknik sanggam (menatah) desain di atas permukaan.
Dalam bidang percetakan, Goryeo juga memberikan kontribusi penting. Sebelumnya orang Goryeo menyalin tulisan dengan tangan sebelum teknik cetak dikembangkan. Saat permintaan akan buku meningkat, mereka mencari metode yang lebih cepat dan lebih baik dalam memproduksi buku sehingga menghasilkan cetak pres kayu.
Pada periode Goryeo, cetak pres kayu berkembang pesat dan dipergunakan secara luas untuk publikasi buku. Metode cetak dilakukakn dengan menyiapkan susnan cetakan huruf satu per satu sebelum mencetaknya di atas kertas. Penemuan bersejarah huruf cetak metal perunggu yang mudah disusun juga membawa perkembangan besar dalam seni cetak buku. Contohnya adalah Jikji, buku yang dicetak pada tahun 1377 dengan huruf cetak metal praktis pertama di dunia. Sementara menurut catatan sejarah Goryeo, percetakan dengan alat tersebut sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1234.
Sistem pemerintahan dan lapisan masyarakat
Sistem pemerintahan Dinasti Goryeo mirip dengan sistem kerajaan sebelumnya (Tiga Kerajaan) yang ditandai dengan adanya pemerintahan terpusat di mana sang raja dibantu oleh dewan kecil.[2] Pemerintahan sipil berciri khas kekuasaan oleh kelas para bangsawan di atas kaum rakyat jelata. Di antara kedua kelas ini terdapat para magistrat lokal kaya.[2]
Kajian sejarah kuno
Seorang biksu yang bernama Iryeon (1206-1289) memiliki perhatian mendalam terhadap warisan budaya dan sejarah dari masa Tiga Kerajaan. Ia menuliskan bahwa negeri nenek moyang bangsa Korea yang pertama adalah Joseon, yang didirikan oleh Dangun. Sarjana-sejarawan Konfusius, Yi Seung-hyu (1224-1300) meneliti silsilah penguasa, mulai dari Joseon Kuno sampai Goryeo dan menuliskannya dalam buku Jewang Ungi (Kisah Para Raja dan Kaisar). Samguk Sagi (Babad Tiga Kerajaan) dan Samguk Yusa (Riwayat Tiga Kerajaan). Ketiganya adalah buku-buku sejarah Korea terpenting yang berisi fakta-fakta tentang sejarah kuno Korea. Samguk Sagi diselesaikan pada tahun 1145 dengan dukungan dari kerajaan, ditulis berdasarkan penelitian yang mendalam terhadap materi-materi sejarah yang tersedia pada zaman itu, yang sekarang ini sudah hilang. Biksu Iryeon, penulis Samguk Yusa, menuliskan koleksi legenda-legenda kuno, cerita rakyat dan ajaran Buddha. Samguk Yusa ditulis 1281 dan selesai tahun 1283.
Pranala luar
Referensi