Pada tahun 1911, muncul gerakan prokemerdekaan menentang kebijakan kolonisasi bekas Dinasti Qing. Akhirnya, Partai Rakyat Mongolia mengambil alih kekuasaan di Mongolia pada tahun 1921 dengan bantuan Uni Soviet, setelah pasukan Rusia Putih dan Tiongkok diusir. Pada tahun 1924, partai ini berganti nama menjadi Partai Revolusioner Rakyat Mongolia.[1] Selama beberapa dasawarsa berikutnya, Mongolia selalu bersekutu sangat erat dengan Uni Soviet. Setelah pengunduran diri Yumjaagiin Tsedenbal tahun 1984, dan diilhami oleh reformasi Mikhail Gorbachev di Uni Soviet, kepemimpinan baru di bawah Jambyn Batmönkh menerapkan reformasi ekonomi, tetapi gagal untuk memikat mereka, yang pada akhir tahun 1989 menginginkan perubahan yang lebih luas.[2]
Alur peristiwa
Orang-orang muda di Mongolia menginginkan perubahan dalam masyarakat, cara pemerintah menjalankan bisnisnya. Mereka mulai bertemu dan berdiskusi secara diam-diam. Sebagai contoh, selama studinya di Uni Soviet, Tsakhiagiin Elbegdorj belajar tentang Glasnost, konsep-konsep seperti kebebasan berbicara dan kebebasan ekonomi. Setelah kembali ke Mongolia, dia bertemu orang-orang dengan pemikiran sama dan mencoba mengemukakan ide-ide itu kepada khalayak yang lebih luas,[3] meskipun upaya represi dari otoritas Politbiro pemerintah.[4] Pada 28 November 1989, di akhir pidatonya dalam Kongres Nasional Seniman Muda Kedua, Tsakhiagiin Elbegdorj mengatakan bahwa Mongolia membutuhkan demokrasi dan mengimbau agar kaum muda berkolaborasi untuk mewujudkan demokrasi di Mongolia. Dia berkata kepada hadirin "Kita menganggap bahwa Perestroika merupakan sebuah langkah tepat waktu dan berani. Kontribusi kaum muda untuk masalah revolusioner ini bukan melalui pembicaraan yang mendukung tetapi melalui pekerjaan tertentu. Kontribusi kita adalah tujuan kita yang harus dipenuhi. Tujuan kita adalah: ... mengikuti demokrasi dan transparansi dan berkontribusi pada glasnost; ... dan mendukung kekuatan progresif yang adil; ... Ini adalah tujuan dari sebuah kelompok inisiatif-organisasi yang akan bekerja. Setelah kongres ini, saya berharap kita akan berkumpul dan berdiskusi dengan Anda mengenainya dalam (kelompok yang baru terbentuk) ini. Organisasi tersebut harus didasarkan pada prinsip-prinsip publik, sukarela, dan demokratis."[5]
^Kaplonski, Christopher (2004). Truth, History, and Politics in Mongolia: The Memory of Heroes. Psychology Press. hlm. 51, 56, 60, 64–65, 67, 80–82. ISBN1134396732.
^Tsakhia, Elbegdorj (1999). Mongolian Democratic Union, New Period Youth Organization, and Mongolia's Young Leaders Foundation, ed. The Footstep of Truth is White book "Speech of Ulaan Od newspaper's correspondent Elbegdorj at Young Artists' Second National Congress". Ulaanbaatar: Hiimori. hlm. 15. ISBN99929-74-01-X.Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penyunting (link)