Slobodan Milošević (pelafalan [slobǒdan milǒːʃeʋitɕ] ⓘ; Serbia Cyrillic: Слободан Милошевић; 20 Agustus 1941 – 11 Maret 2006) adalah Presiden Serbia dan Yugoslavia. Ia menjabat Presiden Serbia pada 1989-1997 dan kemudian menjabat Presiden Republik Federal Yugoslavia pada 1997-2000. Ia juga memimpin Partai Sosialis sejak didirikannya pada 1990. Ia disidang dengan dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukannya di Kosovo. Pada 11 Maret 2006, ia meninggal di sel tahanannya di Den Haag, Belanda.
Masa muda
Milošević adalah seorang Serbia Montenegro, yang dilahirkan di Požarevac, Yugoslavia, pada saat pendudukan oleh Negara-negara As. Ayahnya, Svetozar Milošević, melakukan bunuh diri ketika Slobodan masih di sekolah menengah. Kabarnya ayahnya pernah belajar untuk menjadi imam di Gereja Ortodoks, namun ia tidak pernah ditahbiskan. Ibu Slobodan, Stanislava Milošević, menggantung dirinya sepuluh tahun kemudian. Slobodan menikah dengan Mirjana Marković (mereka mempunyai seorang anak laki-laki, Marko, dan anak perempuan, Marija).
Pada 1959, Milošević bergabung dengan Partai Komunis (juga dikenal sebagai Liga Komunis). Milošević juga belajar ilmu hukum di Universitas Beograd (lulus pada 1964), dan di sana ia bertemu dengan Ivan Stambolić, seorang pemuda yang sedang naik daun di lingkungan Partai Komunis Yugoslavia. Sesuai dengan langkah-langkah mentornya, Milošević belakangan menuduh Stambolić "telah mengkhianati perjuangan Serbia". Sejak 1969 ia menjadi wakil CEO Tehnogas, sebuah perusahaan dengan Stambolić sebagai CEO-nya. Ketika Stambolić menjadi pemimpin Partai Komunis Serbia (1973), Milošević menggantikannya sebagai CEO Tehnogas. Ia bekerja di sana hingga 1978 ketika ia menerima jabatan sebagai ketua Beogradska Banka (Bank Beograd). Sesekali ia tinggal di New York sebagai perwakilan resmi bank itu di luar negeri, dan akhirnya ia meninggalkannya pada 1983 untuk mengabdikan dirinya sepenuhnya dalam politik.
Naik ke panggung kekuasaan
Setelah terpilih sebagai presiden dari Komite Kota Beograd dari Liga Komunis pada April 1984, Milošević secara terbuka menentang nasionalisme dan menghalangi penerbitan sebuah buku yang mengandung tulisan Slobodan Jovanović, seorang sejarahwan Serbia terkemuka, profesor hukum, dan politikus nasionalis pada awal abad ke-20. Milošević juga membela agar Marxisme tetap dipertahankan sebagai sebuah mata pelajaran sekolah dan secara terbuka mengecam para remaja Beograd karena sedikit yang muncul pada Hari Pemuda Komunis. Menurutnya, ketidakhadiran mereka "mencemari" watak dan karya Tito.
Pada April 1987 Milošević muncul sebagai kekuatan yang menonjol dalam politik Serbia. Posisi politiknya kadang-kadang disebut nasionalis, meskipun sosialisme dan internasionalisme juga kadang-kadang menjadi ciri ideologinya. Belakangan tahun itu, ketika berbicara di depan khalayak Serbia di Kosovo yang berkumpul untuk memprotes kebrutalan polisi, ia mengatakan kepada mereka bahwa "Tak seorangpun yang boleh memukul kalian!". Pernyataan ini ditafsirkan para kritiknya sebagai petunjuk dari nasionalismenya. Yang lainnya mengklaim bahwa, sebagai wakil politik, ia memberikan keyakinan kepada massa bahwa ia tidak akan membiarkan begitu saja pelanggaran terhadap hak-hak asasi mereka. Namun itu adalah kali pertama sejak Perang Dunia II bahwa seorang pejabat Partai Komunis secara terbuka memihak suatu kelompok etnis tertentu. Stambolić belakangan berkata bahwa "ia menganggap hari itu sebagai akhir dari Yugoslavia".
Sementara itu, Stambolić terpilih sebagai pemimpin partai dari bagian Serbia dari Liga Komunis. Pada September 1987, ia menjadi Presiden Serbia. Ia mendukung Milošević dalam pemilihan sebagai ketua partai yang baru, dan hal ini menimbulkan rasa cemas di antara para tokoh senior partai. Selama tiga hari Stambolić membela Milošević sebagai pemimpin, dan berhasil memenangkannya dengan suara tipis. Ini adalah pemilihan yang paling ketat dalam sejarah pemilihan internal Partai Komunis Serbia.
Dragiša Pavlović, pengganti Milošević yang cukup liberal di pucuk pimpinan Komite Beograd partai, menentang kebijakan Milošević terhadap orang-orang Serbia Kosovo. Ia menyebutnya "janji yang diberikan dengan terburu-buru". Berlawanan dengan nasihat yang diberikan Stambolić, Milošević mengecam Pavlović yang dianggapnya terlalu lunak terhadap kaum radikal Albania. Pada 23 September dan 24, selama sebuah sesi Komite Sentral Komunis yang berlangsung 32 jam yang disiarkan langsung di televisi negara, Milošević berhasil membuat Pavlović tersingkir. Karena merasa malu dan tertekan oleh para pendukung Milošević, Stambolić mengundurkan diri beberapa hari kemudian.
Pada Februari 1988, pengunduran diri Stambolić dinyatakan resmi, dan memungkinkan Milošević mengambil jabatannya sebagai Presiden. Dua belas tahun kemudian, pada musim panas 2000, Stambolić diculik; mayatnya ditemukan pada 2003 dan Milošević dituduh telah memerintahkan pembunuhannya. Pada 2005, sejumlah anggota polisi rahasia dan gang kriminal Serbia dinyatakan bersalah di Beograd atas sejumlah pembunuhan, termasuk pembunuhan Stambolić.
Milošević menghabiskan sebagian besar tahun 1988 dan 1989 untuk memusatkan perhatian pada politiknya di sekitar "masalah Kosovo ". Bawahannya menyelenggarakan demonstrasi-demonstrasi umum – apa yang disebut "revolusi anti birokrat " – yang menyebabkan tersingkirkannya pimpinan terpilih Vojvodina (6 Oktober 1988), Montenegro (10 Januari 1989) dan akhirnya Kosovo sendiri (pada Februari-Maret 1989). Azem Vlasi, pemimpin mayoritas Kosovo Albania, ditangkap; campur tangan polisi khusus pada pemogokan para buruh tambang Stari trg yang terjadi kemudian menyebabkn kematian 32 orang.
Pada 28 Maret 1989, Dewan Nasional Serbia, di bawah kepemimpinan Milošević, mengamendemen Konstitusi Republik Sosialis Serbia dan mengurangi otonomi dua provinsinya. Tiga bulan kemudian, pada Vidovdan (hari St. Vitus) dan peringatan ke-600 Pertempuran Kosovo, Milošević berbicara di depan kerumunan besar rakyat yang berkumpul di tempat yang konon merupakan tempat berlangsungnya pertempuran itu. Di antaranya ia mengatakan:
"Kita kembali terlibat di dalam pertempuran dan menghadapi pertempuran. Bukan pertempuran bersenjata, meskipun tidak berarti pertempuran bersenjata tidak akan terjadi."
Kata-kata ini dianggap secara umum sebagai permulaan resmi dari kampanye nasionalis Serbia, sebuah unsur yang menentukan dari Perang Yugoslavia yang pecah beberapa tahun kemudian. Para pembela Milošević mengklaim bahwa pidato itu mengagung-agungkan kesatuan di antara semua rakyat di Serbia, sambil menunjukkan kepada pernyataan-pernyataan lain di dalam pidato Milošević seperti misalnya:
"Pada dasarnya, seluruh negara kita ini harus dibangun berdasarkan prinsip-prinsip seperti itu. Yugoslavia adalah sebuah komunitas multi nasional dan ia hanya dapat bertahan di bawah kondisi-kondisi kesetaraan penuh bagi semua bangsa yang hidup di dalamnya."
"Hubungan-hubungan yang sederajat dan harmonis di antara bangsa-bangsa Yugoslavia adalah syarat yang perlu bagi keberadaan Yugoslavia dan agar negara ini dapat keluar dari krisis ini."
Milošević menutupnya dengan mengatakan:
"Biarlah kenangan heroisme Kosovo hidup selama-lamanya! Hidup Serbia! Hidup Yugoslavia! Hidup perdamaian dan persaudaraan antara semua bangsa!"
Kepresidenan
Slobodan Milošević mula-mula terpilih sebagai Presiden Serbia oleh Dewan Nasional pada 1989.
Pada Kongres ke-14 Liga Komunis Yugoslavia pada Januari 1990, delegasi Serbia yang dipimpin oleh Milošević mendesak agar Konstitusi 1974 dikembalikan – yang mengandung kebijakan yang memberikan kekuasaan kepada republik-republik Yugoslavia – ketimbang memperkenalkan kebijakan "satu orang, satu suara ", yang akan memberdayakan penduduk mayoritas, orang-orang Serbia. Hal ini menyebabkan delegasi Slovenia dan Kroasia (yang masing-masing dipimpin oleh Milan Kučan dan Ivica Račan) meninggalkan Kongres sebagai protes dan menandai memuncaknya perpecahan dalam partai yang berkuasa di Yugoslavia.
Milošević memimpin transformasi Liga Komunis Serbia menjadi Partai Sosialis Serbia (Juli 1990) dan diterimanya sebuah Konstitusi Serbia yang baru (September 1990) yang memungkinkan diadakannya pemilu langsung dengan presiden yang memiliki kekuasaan yang lebih besar. Milošević kemudian terpilih kembali sebagai presiden dari Republik Serbia dalam pemilu langsung Desember 1990 dan Desember 1992.
Dalam pemilu parlementer pertama yang bebas pada Desember 1990, Partai Sosialis Milošević memenangkan 80,5% suara. Etnis Albania di Kosovo pada umumnya membokot pemilu itu, dan praktis melenyapkan oposisi yang paling sedikitpun yang dihadapi Milošević sebelumnya. Milošević sendiri memenangkan pemilu kepresidenan dengan persentase suara yang jauh lebih besar lagi.
Naiknya Milošević ke panggung kekuasaan terjadi di tengah-tengah berkembangnya nasionalisme di semua republik bekas Yugoslavia setelah runtuhnya pemerintah komunis di seluruh Eropa timur. Yang perlu dicatat, orang-orang Slovenia memilih sebuah pemerintahan nasionalis di bawah Milan Kučan, dan orang-orang Kroasia melakukan hal yang sama dengan Franjo Tuđman. Kaum politikus Bosnia juga berorientasi nasionalis.
Yugoslavia yang sosialis pada waktu itu diperintah oleh sebuah Kepresidenan dengan delapan orang anggota dan empat di antaranya cenderung mendukung gagasan-gagasan Slobodan Milošević (seperti misalnya pengumuman undang-undang darurat), sementara empat lainnya cenderung menentang. Karena keputusan-keputusan penting pada akhirnya macet, kepala negara pun tidak berfungsi.
Pada Juni 1991, Slovenia dan Kroasia memisahkan diri dari federasi, diikuti oleh republik Makedonia (September 1991) dan Bosnia dan Herzegovina (Maret 1992). Minoritas Serbia yang besar di Kroasia (580.000) dan Bosnia (1,36 juta) menuntut untuk tinggal di Yugoslavia berdasarkan hak untuk memutuskan nasib sendiri yang diklaim oleh tetangga-tetangga Kroasia dan Muslim (Bosnyak) mereka.
Orang-orang Serbia di Kroasia mulai mengorganisasi otonomi mereka sendiri sejak pertengahan 1990, dan mereka didukung dalam hal ini oleh pemerintah Yugoslavia. Sepanjang 1991 dan awal 1992, bersama-sama dengan Tentara Rakyat Yugoslavia, mereka terlibat dalam perang melawan pemerintah Kroasia. Pemimpin Serbia pertama di Kroasia, Milan Babić, telah menyatakan bahwa Milošević bertanggung jawab untuk semua ini, sementara penggantinya Goran Hadžić secara terbuka membanggakan dirinya bahwa dia adalah "perpanjangan tangan Slobodan Milošević".
Pada 1992, hal serupa terjadi di Bosnia dan Herzegovina, ketika Tentara Rakyat Yugoslavia memindahkan sebagian besar pasukan-pasukannya ke sana. Pada 1995, Milošević ikut perundingan dalam Kesepakatan Dayton atas nama orang-orang Serbia Bosnia (sama halnya dengan apa yang dilakukan Tuđman untuk orang-orang Kroasia Bosnia). Ketika perjanjian itu akhirnya menghentikan peperangan di Bosnia, Milošević dipuji oleh Dunia Barat sebagai salah satu tiang perdamaian Balkan.
Jatuhnya Kepresidenan
Pada 4 Februari 1997, Milošević mengakui kemenangan oposisi pada sejumlah pemilu lokal, setelah sebelumnya menolak hasilnya selama 11 minggu.
Meskipun secara konstitusional jabatannya sebagai Presiden Serbia dibatasi dua masa jabatan, pada 23 Juli 1997, Milošević menduduki jabatan presiden Federasi Yugoslavia (saat itu terdiri dari Serbia dan Montenegro). Tindakan-tindakan bersenjata oleh kelompok-kelompok separatis Albania dan tindakan balasan oleh polisi dan militer Serbia di wilayah Serbia yang tadinya otonom (dan 90% terdiri dari orang Albania) di provinsi Kosovo memuncak dengan peperangan pada 1998, serangan-serangan udara NATO terhadap Republik Federal Yugoslavia antara Maret dan Juni 1999, dan akhirnya semua pasukan keamanan Yugoslavia ditarik mundur sepenuhnya dari provinsi itu.
Selama Perang Kosovo Milošević dikenai tuduhan pada 27 Mei 1999, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Kosovo. Ia diadili hingga kematiannya di International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, yang dinyatakannya tidak legal, karena dibentuk berlawanan dengan anggaran dasar PBB.
Menurut konstitusi Yugoslavia pemilu harus dilangsungkan dalam dua putaran, dan putaran kedua diikuti oleh dua kandidat dengan suara terbanyak. Hasil-hasil resmi menunjukkan bahwa Koštunica unggul atas Milošević namun suara yang diperolehnya kurang dari 50%. Menurut jajak pendapat, para pendukung dari semua kandidat kecil akan dialihkan kepada Milošević, demikian pula suara orang-orang yang sebelumnya abstain pada putaran pertama, namun menentang oposisi yang didukung oleh kekuatan NATO.
Milošević menolak klaim pihak oposisi yang menyatakan bahwa mereka telah memenangi putaran pertama pada September 2000. Hal ini menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran di Beograd pada 5 Oktober dan runtuhnya kewibawaan pemerintah. Pemimpin oposisi Vojislav Koštunica akhirnya menjabat sebagai presiden Yugoslavia pada 6 Oktober ketika Milošević secara terbuka mengakui kekalahannya. Ironisnya, Milošević kehilangan kendali kekuasaannya setelah kalah dalam pemilu yang dijadwalkannya sebelum mandatnya berakhir, dan yang sesungguhnya tak perlu dimenangkannya untuk dapat bertahan dalam kekuasaan yang terpusat pada parlemen yang dikuasai oleh partainya dan rekan-rekannya. Kejatuhan Milošević disebut Revolusi Bulldozer.
Setelah dikeluarkannya perintah untuk penangkapannya oleh penguasa authorities atas tuduhan-tuduhan korupsi/penyalahgunaan kekuasaan, Milošević akhirnya menyerah kepada pihak keamanan pada 31 Maret 2001. Pada 28 Juni tahun yang sama, Milošević dipindahkan oleh pejabat-pejabat pemerintah dari Yugoslavian ke tahanan PBB di dalam wilayah Bosnia. Kemudian ia dipindahkan ke International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, meskipun Konstitusi secara eksplisit melarang ekstradisi warga negara Yugoslavia. Koštunica secara resmi menentang pemindahan ini.
Pengadilan
Setelah dipindahkannya Milošević, tuduhan-tuduhan awal berupa kejahatan perang di Kosovo ditambah dengan tuduhan-tuduhan genosida di Bosnia dan kejahatan perang di Kroasia. Pada 30 Januari 2002, Milošević menuduh bahwa pengadilan penjahat perang itu melakukan "serangan jahat dan penuh permusuhan" terhadap dirinya. Pengadilan dimulai di Den Haag pada 12 Februari 2002, dengan Milošević membela dirinya sendiri sementara menolak untuk mengakui keabsahan yurisdiksi pengadilan itu.
Popularitasnya di antara orang-orang Serbia dan Yugoslavia kembali meningkat tajam begitu pengadilan itu dimulai, karena para pendukungnya memandangnya sebagai cemoohan terhadap keadilan dan pelanggaran terhadap kedaulatan nasional.
Milošević mempunyai sebuah tim di Beograd yang menolongnya, sering kali mengirimkan kepadanya informasi yang didapat dari arsip-arsip polisi rahasia. Orang-orang dalam di Serbia sering kali mendukung sudut pandangan Milošević, sementara saksi-saksi Bosnia dan Kroasia menawarkan banyak kesaksian yang mendukung tuduhan-tuduhannya. Pengadilan ini harus membuktikan bahwa Milošević mempunyai tanggung jawab komando di Kroasia dan Bosnia, setidak-tidaknya secara de facto, karena secara resmi sebagai Presiden Serbia pada saat itu ia tidak berkuasa. Pengaruhnya mungkin telah melampaui tugas-tugas resmiknya, namun tidak ada catatan tentang semua itu.
Milošević sendiri tidak dianggap oleh sejumlah orang sezamannya sebagai seorang nasionalis radikal (meskipun sebagian pengikutnya termasuk). Retorika Milošević tidak menggunakan ucapan-ucapan yang mengandung kebencian.
Pada suatu saat pada masa perang Yugoslavia, Serbia menolak kerja sama lebih jauh dengan orang-orang Serbia Kroasia (Republik Serbia Krajina), dan juga dengan orang-orang Serbia Bosnia (Republika Srpska, pada 1993, ketika Serbia menutup perbatasan di sungai Drina. Setelah Persetujuan Dayton pada 1995, partai radikal) kaum nasionalis Serbia (Vojislav Šešelj menjadi lawan-lawannya yang paling kuat, hingga 1998 ketika mereka bergabung dengan partainya dalam suatu pemerintahan koalisi.
Pengadilan ini sendiri masih merupakan masalah kontrovesial dan telah menampilkan banyak kesaksian yang bertentangan dan aneh, yang dipandang oleh banyak pihak mendukung teori penyelubungan dan ketidakjujuran dari pihak-pihak yang belawanan. Misalnya:
- pernyataan oleh William Walker, bekas duta besar AS di El Salvador selama perang itu, bahwa ia tidak ingat menelepon sejumlah pejabat senior AS untuk mengatakan bahwa, di Racak, ia telah menemukan pembenaran untuk perang NATO, tetapi ia tidak menyangkal bahwa pejabat-pejabat yang mengatakan bahwa mereka telah menerima teleponnya menceritakan kebenaran,
- kesaksian oleh Jenderal Wesley Clark bahwa Milošević telah secara pribadi mendekatinya pada sebuah konferensi untuk mengakui bahwa ia mengetahui sebelumnya tentang rencana pembantaian Srebrenica dan dalam bukti yang sama bahwa NATO tidak mempunyai kaitan dengan KLA,
- pernyataan oleh Rade Marković bahwa sebuah pernyataan tertulis yang telah dibuatnya yang melibatkan Milošević didapatkan daripadanya melalui tekanan yang setara dengan siksaan oleh sejumlah perwira NATO yang disebutkan namanya,
- pernyataan oleh Lord Owen (pengarang Rencana Vance Owen) bahwa Milošević adalah satu-satunya pemimpin yang secara konsisten telah mendukung perdamaian dan bahwa bentuk rasisme apapun di matanya adalah suatu "anatema".
Jaksa penuntut membutuhkan dua tahun untuk menyampaikan tuntutannya pada bagian pertama dari pengadilan itu, yang mencakup perang di Kroasia, Bosnia dan Kosovo. Sepanjang dua tahun itu, proses peradilan ini diikuti dengan cermat oleh masyarakat dari republik-republik bekas Yugoslavia karena menakup berbagai kejadian penting dari perang tersebut serta melibatkan sejumlah saksi penting.
Milošević semakin parah sakitnya sepanjang waktu ini (tekanan darah tinggi dan flu yang parah), yang menyebabkan jeda dan pengadilan yang diperpanjang hingga sekurang-kurangnya enam bulan. Pada awal 2004, ketika akhirnya ia muncul di pengadilan untuk mulai menyampaikan pembelaanya (dengan menyebutkan lebih dari 1.200 orang saksi), kedua hakim ICTY memutuskan untuk menunjuk dua orang pengacara sesuai dengan pandangan-pandangan kardiolog di pengadilan. Tindakan ini ditentang oleh Milošević sendiri serta kedua pengacara Britania yang ditunjuk mendampinginya.
Pada November 2004, bekas Perdana Menteri Soviet, Nikolai Ryzhkov menjadi tokoh penting pertama yang memberikan kesaksian yang meringankan.
Ada anggapan bahwa bila diizinkan mengajukan pembelaan, Milošević akan berusaha membuktikan bahwa serangan NATO atas Yugoslavia adalah sebuah agresi, dan karena itu merupakan suatu kejahatan perang di bawah undang-undang internasinoal dan bahwa, sementara mendukung KLA, mereka sadar bahwa mereka telah mempraktikkan dan bermaksud untuk melanjutkan genosida, yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Bila tuntutan prima facie atas kedua klaim itu terbukti, ICTY secara hukum, berdasarkan kerangka acuannya sendiri, harus menyiapkan tuduhan terhadap para pemimpin dari kebanyakan negara NATO, meskipun Jaksa Penuntut telah menyimpulkan suatu “penelitian” terhadap para pemimpin NATO.
Para pendukung Milošević
Ada sejumlah penulis dan wartawan yang mengatakan bahwa kejahatan dari tindakan-tindakan Milošević selama Perang Saudara Bosnia telah dilebih-lebihkan untuk dijadikan pembenaran bagi intervensi militer. Ilmuwan politik Michael Parenti mengajukan pembelaan terhadap Milošević, dan mengatakan bahwa tindakan-tindakan orang-orang Serbia pada umumnya, secara sistematik telah dilebih-lebihkan oleh media arus utama AS selama masa pengeboman NATO (lihat buku Parenti "To Kill a Nation" untuk penjelasan lebih terinci).
Selain itu, wartawati yang berbasis di Paris, Diana Johnstone menyatakan dalam bukunya, Fool's Crusade, bahwa tindakan-tindakan Milošević paling-paling marginal, dan tidak lebih parah daripada kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang Kroasia maupun Muslim Bosnia, bahkan ia sampai menyatakan bahwa pembantaian Srebrenica tidak terjadi, dan hanya merupakan rekayasa media. Namun ada yang menyatakan bahwa Johnstone adalah seorang teman lama dari Mirjana Marković, istri Milošević.
Ilmuwan politik Edward Herman (bekas rekan penulis Noam Chomsky) secara terbuka mendukung temuan-temuan Johnstone di dalam tinjauannya di dalam The Fool's Crusade dalam Monthly Review setelah buku itu terbit.[1]
Noam Chomsky sendiri tidak memberikan komentar tentang keakuratan temuan-temuan Johnstone meskipun ia telah menyatakan bahwa ia menyesal bahwa ia tidak cukup kuat mendukung bukunya ketika diterbitkan. Komentar ini kemudian kabarnya didistorsikan oleh Emma Brockes, seorang wartawati, dalam sebuah wawancara dengan Chomsky dalam The Guardian yang membuat seolah-olah Chomsky seniri menyangkal pembantaian Srebrenica. Sebagai tanggapan Chomsky mengeluakan sebuah surat terbuka kepada The Guardian yang isinya menuduh Brockes dan para redakturnya telah membuat rekayasa [2] The Guardian belakangan meminta maaf kepada Chomsky dan mencabut kembali artikel itu dalam sebuah surat singkat.[3]
Diana Johnstone belakangan membuat komentar di koran The Guardian dalam jurnal Alexander Cockburn CounterPunch.[4] Chomsky tidak setuju dengan pandangan-pandangan Johnstone tentang Milošević, Serbia, ataupun Srebrenica khususnya, tetapi ia kritis tentang campur tangan NATO dan telah menyatakan bahwa kampanye itu dilakukan dengan pengetahuan sebelumnya bahwa pengeboman itu akan meningkatkan kekejaman. Pandangan-pandangannya tentang topik ini dapat ditemukan di dalam dalam bukunya The New Military Humanism.
Jurnalisme investigatif profesor dari Universitas Pennsylvania Francisco Gil-White tentang Baju Raja yang Baru dan Penelitian Historis dan Investigatif nya mengungkapkan dokumen-dokumen, yang diyakininya, mendukung bahwa klaim-klaim tentang tindakan kriminal Milošević sebagai Presiden Yugoslavia dilebih-lebihkan, kalau tidak malah direkayasa seluruhnya. Penelitiannya tentang hal ini dan berbagai topik kontroversial lainnya telah menyebabkan ia dipecat dari Universitas.
Kematian
Milošević ditemukan meninggal dunia di selnya pada 11 Maret 2006 di pusat tahanan pengadilan penjahat perang PBB di Den Haag.[5] Seorang pejabat di kantor jaksa penuntut utama mengatakan bahwa Milošević ditemukan sekitar pk. 10 pagi hari Sabtu dan tampaknya telah meninggal selama beberapa jam.[6] International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) mengatakan bahwa Milošević telah lama menderita masalah dengan jantungnya dan tekanan darah tinggi.[7][8] Peradilannya mestinya dilanjutkan kembali pada 14 Maret dengan mendengarkan kesaksian dari bekas presiden Montenegro, Momir Bulatović. Baru-baru ini pengadilan menolak permintaannya untuk pergi ke Rusia untuk mendapatkan perawatan dokter spesialis. Ia merencanakan untuk naik banding atas keputusan ini, karena katanya kondisinya semakin memburuk.[6] Kematiannya yang tampaknya disebabkan oeh hal-hal yang wajar, diumumkan oleh Partai Sosialis Serbia,[9] meskipun berbicara di depan kamera televisi di Den Haag, pengacara Milošević, Zdenko Tomanović, menyatakan bahwa Milošević telah menyatakan kekuatirannya bahwa ia diracuni, dan menuntut agar jenazahnya diotopsi di Rusia dan bukan di Belanda. Permintaan untuk otopsi di Rusia ditolak oleh ICTY dan jenazahnya dipindahkan ke Institut Forensik Belanda. Permintaan agar otopsi dihadiri oleh seorang ahli patologi dari Beograd dikabulkan.[10]
Rujukan
Bacaan lebih lanjut
- Chomsky, Noam. "The New Military Humanism: Lessons from Kosovo."
- Johnstone, Diana. "Fool's Crusade."
- Parenti, Michael. "To Kill A Nation: NATO's Attack on Yugoslavia." Verso
- Lebor, Adam. "Milosevic: A Biography."
Pranala luar