Marxisme merupakan dasar teori komunismemodern.[2] Teori ini tertuang dalam buku Manifesto Komunis yang ditulis oleh Marx dan Friedrich Engels.[1] Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme.[1] Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar.[3] Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum, sementara hasil pekerjaan mereka hanya dinikmati oleh kaum kapitalis.[4] Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh.[4] Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya "kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang kaya.[3] Untuk menyejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme perlu diganti dengan paham komunisme.[3]
Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx, kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan.[3] Inilah dasar dari marxisme.[3]
Pengaruh Marxisme
Marxisme merupakan sistem pemikiran memadukan tiga tradisi intelektual yang masi telah sangat berkembang saat itu, yaitu filsafatJerman, teori politikPrancis, dan ilmu ekonomiInggris.[5] Marxisme tidak bisa begitu saja dikategorikan sebagai "filsafat" seperti filsafat lainnya, sebab marxisme mengandung suatu dimensifilosofis yang utama dan bahkan memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap banyak pemikiran filsafat setelahnya.[5] Itulah sebabnya, sejarah filsafat zaman modern tidak mungkin mengabaikannya.[5]
Tradisi Hegel
Dalam mengemukakan teori ini, Marx sangat dipengaruhi oleh Hegel.[3][5] Bahkan sampai saat ini pun kalangan Marxis masih menggunakan terminologi Hegel.[5] Ada baiknya jika di sini disebutkan satu persatu ide Hegelianisme yang juga menjadi isi penting dari Marxisme:[5]
Pertama, realitas bukanlah suatu keadaan tertentu, melainkan sebuah proses sejarah yang terus berlangsung.[5]
Kedua, karena realitas merupakan suatu proses sejarah yang terus berlangsung, kunci untuk memahami realitas adalah memahami hakikat perubahan sejarah.[5]
Ketiga, perubahan sejarah tidak bersifat acak, melainkan mengikuti suatu hukum yang dapat ditemukan.[5]
Keempat, hukum perubahan itu adalah dialektika, yakni pola gerakan triadik yang terus berulang antara tesis, antitesis, dan sintesis.[3][5]
Kelima, yang membuat hukum ini terus bekerja adalah alienasi-yang menjamin bahwa urutan keadaan itu pada akhirnya akan dibawa menuju sebuah akhir akibat kontradiksi-kontradiksi dalam dirinya.[5]
Keenam, proses itu berjalan di luar kendali manusia, bergerak karena hukum-hukum internalnya sendiri, sementara manusia hanya terbawa arus bersama dengannya.[5]
Ketujuh, proses itu akan terus berlangsung sampai tercapai suatu situasi, di mana semua kontradiksi internal sudah terselesaikan.[5]
Kedelapan, ketika situasi tanpa konflik ini tercapai, manusia tidak lagi terbawa arus oleh kekuatan-kekuatan yang bekerja di luar kendali mereka.[5] Akan tetapi, untuk pertama kalinya manusia akan mampu menentukan jalan hidup mereka sendiri dan tentunya mereka sendiri akan menjadi penentu perubahan.[5]
Kesembilan, pada saat inilah untuk pertama kalinya manusia dimungkinkan untuk memperolah kebebasannya dan pemenuhan diri.[5]
Kesepuluh, bentuk masyarakat yang memungkinkan kebebasan dan pemenuhan diri itu bukanlah masyarakat yang terpecah-pecah atas individu-individu yang berdiri sendiri seperti dibayangkan oleh orang liberal.[5] Akan tetapi, merupakan sebuah masyarakat organik, di mana individu-individu terserap ke dalam suatu totalitas yang lebih besar, sehingga lebih mungkin memberi pemenuhan daripada kehidupan mereka yang terpisah-pisah.[5]
Dari kesepuluh kesamaan tersebut, kuantitas materiil yang semakin kompleks bisa berubah menjadi suatu kualitas baru.[3]
Ilmu ekonomi sebagai dasar
Menurut Karl Marx, hal paling mendasar yang harus dilakukan manusia agar dapat terus hidup adalah mendapatkan sarana untuk tetap bertahan hidup.[5] Apapun yang bisa menghasilkan pangan, sandang, dan papan bagi mereka, serta untuk memenuhi kebutuhan dasar.[5] Tidak ada yang bisa menghindar dari tugas memproduksi hal-hal itu.[5] Namun, ketika cara-cara produksi berkembang dari tahap primitif, segera muncul kebutuhan agar tiap individu dapat melakukan spesialisasi karena pemikiran mereka akan lebih makmur dengan cara itu.[5] Lalu, orang menjadi bergantung satu dengan yang lain.[5] Produksi sarana hidup kini menjadi aktivitas sosial, bukan lagi aktivitas individu.[5]
Dalam saling ketergantungan ini (masyarakat), setiap orang ditentukan hubungannya dengan sarana produksi.[5] "Apa yang kulakukan seorang diri untuk penghidupanku menentukan sebagian besar hal pokok dalam cara hidupku, dan sekaligus merupakan kontribusiku terhadap masyarakat secara keseluruhan."[5] Hubungan ini juga menentukan siapa saja yang punya kepentingan sama denganku dalam pembagian produk sosial itu dan siapa saja yang bertentangan dengan kepentinganku.[5]
Dengan cara pandang seperti itu, terbentuklah kelas-kelas sosial ekonomi, yang juga mengakibatkan timbulnya konflik di antara kelas-kelas itu.[5]