Hubungan Bangladesh dengan Indonesia
Hubungan Bangladesh dengan Indonesia adalah hubungan bilateral antara Bangladesh dan Indonesia. Indonesia dan Bangladesh adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam menjadi mitra di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai organisasi multilateral, khususnya di penjaga perdamaian internasional, 8 negara berkembang, gerakan non-blok, organisasi perdagangan dunia, dan organisasi kerjasama islam. Bangladesh memiliki kedutaan besar di Jakarta, sedangkan Indonesia memiliki kedutaan besar di Dhaka. Hubungan diplomatik resmi didirikan pada 1972 setelah Indonesia menjadi salah satu negara muslim pertama yang mengakui kemerdekaan Bangladesh.[1] SejarahKontak antara Daerah Teluk Benggala dengan kepulauan Indonesia telah dimulai sejak berabad-abad yang lalu. Indonesia dan Bangladesh dahulu terhubung dengan jalur sutra maritim dari jaringan perdagangan Samudera Hindia, di mana perjalanan barang dan ilmu dipertukarkan. Sejak abad ke-4 awal Indonesia telah menerima Hindu dan kemudian Buddha dari anak benua India. Pada abad ke-9 kerajaan Sriwijaya mendirikan kontak melalui hubungan agama dan pendidikan dengan sekolah-sekolah Buddhis, biara-biara dan universitas di India kuno dan Bangladesh, seperti Nalanda dan Somapura.[2][3] Setelah pemisahan Bangladesh dari Pakistan, Indonesia bersama dengan negara-negara muslim non-Arab lainnya, seperti Malaysia, Turki, dan Afghanistan segera mengakui kedaulatan Bangladesh pada 1971. Selanjutnya, setelah kemerdekaan pada 1971, Bangladesh segera menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia dan Kedutaan Besar mulai berfungsi sejak Mei 1972.[4] KerjasamaKedua negara menyambut inisiatif dalam memajukan kerjasama bilateral di berbagai bidang termasuk perdagangan dan investasi, pertanian, pertahanan, pendidikan, ketahanan pangan, tata pemerintahan yang baik, kontra-terorisme, riset dan teknologi serta mitigasi bencana, dan manajemen.[5] Selain kerjasama bilateral, kedua negara saling bertukar pandangan tentang kerjasama kedua negara di forum regional dan global. Sebagai negara mayoritas muslim, kedua negara juga bertukar pandangan dan menyuarakan keprihatinan mereka dalam mengatasi masalah pengungsi muslim Rohingya di Myanmar.[6] Pada akhir Oktober, di Bangladesh dan Indonesia, terdapat pemogokan yang melibatkan jutaan pekerja upah rendah menuntut kenaikan substansial dalam upah minimum mereka.[7] Semen Indonesia, semen terbesar di negara itu, sedang memikirkan rencana untuk memperluas usahanya ke Bangladesh dalam upaya untuk memanfaatkan meningkatnya permintaan konsumen bangsa Bengal.[8] Bangladesh, Indonesia, dan Iran telah dinilai sebagai negara yang paling berisiko dari cuaca ekstrem dan peristiwa geofisika menurut sebuah studi baru yang memeringkat 229 negara berdasarkan kerentanan mereka terhadap bencana alam. Indeks Risiko Bencana Alam (NDRI), dirilis oleh perusahaan penasehat global Maplecroft, telah dikembangkan untuk memungkinkan perusahaan dan perusahaan asuransi untuk mengidentifikasi risiko aset internasional .[9] PerdaganganIndonesia baru-baru ini menandatangani kesepakatan dengan sebuah perusahaan farmasi Bangladesh untuk mengekspor barang ke negara mereka di mana Bangladesh melihat potensi pasar lain untuk produk farmasi.[10] Lihat pula
Referensi
|