Hubungan Australia dengan Indonesia
Indonesia adalah tetangga Australia yang terdekat. Hubungan antara kedua negara ini mempunyai sejarah yang panjang. Ikatan kuat antara Australia dan Indonesia sudah terjalin sejak 1945. Australia menjadi pendukung utama kemerdekaan Indonesia dan menjadi negara pertama yang mengirimkan misi diplomatik untuk bertemu Presiden Soekarno. Tonggak sejarah 70 tahun kedua negara dimulai saat Soekarno memilih Australia untuk mewakili Indonesia dalam diskusi-diskusi di tingkat PBB, yang akhirnya berujung pada pengakuan kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949.[1] Saat ini, hubungan kedua negara berjalan baik. Pada Februari 2020, kedua kepala negara, baik Indonesia maupun Australia sama-sama merayakan 70 tahun hubungan diplomatik,[2] dibuktikan dengan Presiden Indonesia, Joko Widodo, mengunjungi Parlemen Australia di Canberra. Keduanya diagendakan akan bertemu untuk melakukan kunjungan kenegaraan serta menghadiri Annual Leaders Meeting (ALM) di Canberra, Australia.[3] Kerja sama kedua negara juga saling menguatkan dalam berbagai bidang, termasuk bidang ekonomi. Indonesia dan Australia berkomitmen untuk menjalankan ekonomi terbuka. Kedua negara juga sepakat untuk meningkatkan kerja sama perdagangan, dan investasi. Salah satunya mendorong Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) yang telah disahkan ketika kunjungan presiden Indonesia berkunjung ke Canberra pada Februari 2020.[4] Di sisi lain, melihat perjalanannya di masa lalu, hubungan antara Indonesia dan Australia tidak terlepas dari konflik. Salah satu contohnya, seperti ketika terjadinya konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia, Australia turut campur dengan berpihak kepada Malaysia. Militer Australia yang ketika itu mendukung Malaysia, terlibat pertempuran dengan militer Indonesia di Kalimantan. Masa Pemerintahan Orde Baru di Indonesia merupakan suatu masa berkembangnya hubungan antara Indonesia dengan Australia. Namun, ketika terjadi pemisahan Timor Timur (sekarang Timor Leste) dari Indonesia pada 1999, hubungan kembali memanas. Indonesia menganggap bahwa lepasnya Timor Timur kala itu akibat dari turut campur Australia. Isu mengenai pencari suaka dan penyadapan yang dilakukan oleh intelijen Australia terhadap biro-biro hukum di Indonesia, dan sikap abstain Australia terhadap isu tersebut, membuat Indonesia mulai mempertanyakan hubungan teman atau lawan dengan Australia. HubunganBidang pendidikanBanyak pelajar dari Indonesia yang belajar di universitas yang ada di Australia. Selain itu, pemerintah Australia juga membantu pemerintah Indonesia di dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Di bidang pendidikan, Australia juga akan mendirikan kampus asing pertama di Indonesia, yakni Universitas Monash Australia. Universitas Monash cabang Indonesia rencananya akan dibangun di Jakarta dan akan menjadi kampus pascasarjana dengan menawarkan gelar Master dan PhD serta program eksekutif dan kredensial mikro.[5] Universitas ini akan memiliki kerjasama jangka panjang antar dua negara di bidang pendidikan, penelitian, dan kolaborasi industri. Bidang kesehatanAustralia berkomitmen untuk membantu pemerintah Indonesia dalam bidang kesehatan. Australia membantu memperkuat kapasitas Indonesia dalam menangani kasus HIV/AIDS melalui program kemitraan senilai 100 juta dolar Australia atau sekitar Rp800 miliar.[6] Selain itu, saat ini juga telah terjalin kemitraan antara Australia dan Indonesia di dalam penanggulangan penyakit mata di Indonesia, khususnyaBali. Hal ini ditunjukkan dengan itikad baik kedua negara membangun Pusat Mata Australia-Bali, di Denpasar, Bali. Pusat Mata itu sendiri telah diresmikan pada 27 Juli 2007 oleh pemimpin kedua negara. Bidang ekonomiPerdagangan dan perniagaan antara Australia dan Indonesia semakin tumbuh. Perdagangan dua-arah telah meningkat menjadi 25,2% selama tahun 2000-2002. Lebih dari 400 perusahaan Australia sedang melakukan perniagaan di Indonesia, mulai dari usaha pertambangan sampai telekomunikasi. Perusahaan-perusahaan ini bekerja sebagai mitra dagang dengan perusahaan dan pemerintah Indonesia. Kunjungan Presiden Indonesia, Joko Widodo, ke Australia memiliki arti penting untuk hubungan kedua negara kedepannya. Ketika melakukan kunjungan kenegaraan pada Februari 2020, Jokowi membahas berbagai permasalahan kedua negara,[7] diantaranya yakni membahas investasi serta kerjasama ekonomi Australia dan Indonesia. Pembahasan bidang kerja sama di bidang ekonomi detailnya membahas mengenai implementasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA)[8] untuk meningkatkan akses pasar Australia dan investasi Australia di Indonesia. Dengan diselesaikannya ratifikasi IA-CEPA tersebut, dalam 5 tahun ke depan, kedua negara menyepakati peta jalan yang jelas sehingga diharapkan hubungan bilateral, khususnya perdagangan Indonesia-Australia akan semakin kuat dan saling menguntungkan. Hal ini merupakan tonggak sejarah yang harus disampaikan kepada rakyat Indonesia bahwa melalui IA-CEPA, akses pasar akan terbuka dan meningkatkan ekspor Indonesia ke Australia semakin besar.[9] Nantinya, akan terdapat sejumlah 6.474 pos tarif[10] atas produk ekspor Indonesia akan menjadi 0% pada saat IA-CEPA diimplementasikan dan tidak ada lagi hambatan perdagangan bagi ekspor Indonesia di pasar Australia. Untuk itu, produk ekspor Indonesia diharapkan dapat berdaya saing dan makin kuat di pasar global. Sementara itu Indonesia akan mengeliminasi 94,5% (10.229 pos tarif) pada tahun 2020[11] ini. Produk unggulan Indonesia yang menjadi target untuk ditingkatkan ekspornya adalah TPT, karpet/permadani, furniture dari kayu, serta otomotif dan suku cadangnya. Produk-produk lain yang potensial untuk dikembangkan ekspornya yaitu[12] ethylene glycol, lembaran polymer ethylene, pipa penyaluran untuk migas, herbisida dan pestisida, peralatan elektronik, mesin-mesin, karet dan turunannya (seperti ban mobil), kopi dan kopi olahan, kakao/coklat, makanan dan minuman, serta kertas dan produk kertas. Target ekspor ke Australia juga merupakan salah satu strategi utama Indonesia dalam menekan defisit neraca perdagangan serta sejalan dengan upaya meningkatkan ekspor dan investasi Indonesia di Australia dan juga global. Bidang pariwisataSejak awal 1970-an Indonesia telah menjadi tujuan utama wisata bagi orang Australia. Australia telah menjadi sumber wisatawan yang penting bagi Indonesia. Bali merupakan provinsi yang paling dikenal. Kunjungan Indonesia ke Australia 2020Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, pada 8-10 Februari 2020 melakukan kunjungan kerja Australia beserta staf jajaran pemerintahannya,[13] diantaranya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.[13] Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kenegaraan ke Australia dalam rangka Annual Leaders Meeting VIII.[14] Kunjungan kenegaraan ini merupakan kunjungan balasan setelah sebelumnya Perdana Menteri Australia, Scott Morrison melakukan kunjungan serupa ke Indonesia pada 2018 lalu. Terdapat dua agenda utama kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Australia, yakni kunjungan kenegaraan dan menghadiri Annual Leaders Meeting (ALM) di Canberra, Australia.[14] Kunjungan Presiden Jokowi sekaligus memperkuat kerja sama pembangunan di kawasan Indo-Pasifik dan Pasifik Selatan, serta menunjukkan solidaritas atas kebakaran lahan yang terjadi di Australia. Pidato Presiden Indonesia, Joko Widodo, di Parlemen AustraliaAgenda kunjungan presiden Joko WIdodo ke Australia[15] menjadi suatu kehormatan besar, karena Jokowi adalah presiden ke-12 yang diberi kesempatan bicara di hadapan parlemen dalam sejarah Australia. Selain itu, kunjungan kerja Presiden Jokowi menandai semakin kuatnya hubungan bilateral RI- Australia yang sudah menginjak 70 tahun. Ketika melakukan kunjungan tersebut, Jokowi berpidato di Parlemen Australia.[13] Presiden Jokowi mendapat standing ovation dari Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, ketua oposisi Partai Australia beserta para anggota parlemen setelah pidatonya di gedung parlemen Australia di Canberra 10/02/20). Untuk poin-poin pembahasan dalam pidato kenegaraannya, Jokowi menitikberatkan pada subjek mengenai demokrasi, melawan terorisme, dan terkait perubahan iklim. Serta, Presiden Jokowi menginginkan Australia dan Indonesia menjadi jangkar dari pertumbuhan yang berkelanjutan serta perlindungan lingkungan.[16] Berikut skrip video pidato Presiden Joko Widodo di depan Parlemen Australia, Canberra pada 10 Februari 2022;[17] Yang Mulia Perdana Menteri Scott Morrison; Yang Mulia Senator Scott Ryan; Yang Mulia Bapak Tony Smith; Yang Mulia Bapak Anthony Albanese; Yang Mulia para Senator dan Anggota Parlemen yang saya hormati; Para undangan dan hadirin sekalian. Selamat siang, Good day, mates. Saya merasa terhormat hari ini dapat berbicara di hadapan seluruh anggota Senat dan House of Representatives of Australia. Bapak/Ibu, Yang Mulia, Tanggal 2 Februari yang lalu, satu peleton zeni dari TNI serta sejumlah personel dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebanyak 40 personel, meninggalkan Indonesia menuju ke New South Wales. Satu tujuan mereka, bekerja bahu membahu dengan rakyat Australia untuk menangani kebakaran hutan (di Australia). Dan pada saat yang sama, tim Indonesia dan Australia juga sedang membahas penjajakan kerja sama untuk modifikasi cuaca. Tanggal 23 Desember 2019 yang lalu, saya menyampaikan pesan yang sangat jelas kepada Bapak Scott Morrison bahwa Indonesia akan selalu bersama Australia di masa yang sulit. Saat Ayahanda Perdana Menteri Morrison meninggal dunia, saya dan rakyat Indonesia ikut merasakan duka PM Morison dan keluarga. Sahabat sejati adalah yang selalu bersama dalam suka dan duka. A friend in need is a friend indeed. Australia selalu berada di samping Indonesia saat Indonesia terkena musibah. Rakyat Indonesia tidak akan pernah lupa, tidak akan pernah lupa. Saat kami tertimpa tsunami pada tahun 2004 di Aceh dan Nias, 9 tentara Australia telah gugur membantu sahabatnya yang tengah berduka di Aceh dan Nias. Mereka adalah patriot. Mereka adalah sahabat Indonesia. Mereka adalah pahlawan kemanusiaan. Indonesia dan Australia ditakdirkan sebagai tetangga dekat. Kita tidak bisa memilih tetangga, tidak bisa. Namun kita memilih untuk bersahabat. Australia adalah sahabat paling dekat Indonesia. Para Hadirin yang saya muliakan, 61 tahun yang lalu yaitu tahun 1959, Perdana Menteri Robert Menzies, pada saat berkunjung ke Universitas Gadjah Mada, almamater saya, beliau berkata, “We have 10 times as much in common than we have in difference.” Meskipun Indonesia dan Australia memiliki budaya yang berbeda namun kita memiliki nilai-nilai yang sama. Kemajemukan, keberagaman etnis, dan toleransi, demokrasi dan penghormatan hak asasi manusia, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. Tidak hanya itu, kaum muda Australia dan Indonesia memiliki kesamaan. Indonesia saat ini memasuki bonus demografi, jumlah anak muda usia 16-30 tahun sebanyak 63 juta atau 24 persen dari total populasi. Kebanyakan mereka berwawasan global, ingin berkolaborasi untuk berinovasi. Indonesia sekarang memiliki 1 decacorn dan 4 unicorn (start-up/perusahaan) yang dimotori oleh anak-anak muda. Anak muda Indonesia dan anak muda Australia terbentuk oleh nilai yang sama. Sama-sama hidup di alam yang demokratis, familiar dengan Netflix, Instagram, Facebook, dan saling aktif bertukar pikiran lintas negara. Hal ini yang menjadi fondasi nilai yang kuat dalam menjalin persahabatan, masa kini dan masa depan. Bapak/Ibu, hadirin yang saya muliakan, Usia 70 tahun persahabatan Indonesia-Australia bukanlah waktu yang sebentar. 70 tahun adalah masa platinum. Sebuah platinum persahabatan yang kokoh, bukan saja persahabatan antarpemerintah dan antar parlemen tetapi juga rakyat kedua negara. Platinum persahabatan tersebut harus kita perkokoh terus. Kita harus bersama-sama mempersiapkan saat kemitraan Indonesia-Australia berumur 100 tahun, 30 tahun, 3 dekade dari sekarang. Tahun 2050, satu abad umur kemitraan kita adalah momen krusial. Pada tahun 2050, Indonesia dan Australia akan bertransformasi menjadi pemain besar di kawasan dan dunia. Menurut PricewaterhouseCoopers misalnya, pada tahun 2050 Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar ke-4 dengan PDB sekitar 10,5 triliun USD. Indonesia juga akan menjadi negara emerging market dengan jumlah kelas menengah terbesar ketiga di dunia. Namun di lain sisi, tahun 2050 dunia juga diprediksi semakin dipenuhi ketidakpastian. Jika tren saat ini berlanjut maka dunia 3 dekade mendatang akan semakin terdistribusi. Situasi geopolitik dan geoekonomi dunia semakin berat. Stagnasi pertumbuhan ekonomi bahkan resesi ekonomi dunia sulit dihindari. Dikhawatirkan nilai demokrasi dan kemajemukan akan termarjinalkan. Di tengah berbagai tantangan tersebut, Indonesia dan Australia harus fokus pada upaya peningkatan kemitraan. Saya mengusulkan beberapa agenda prioritas, menyongsong satu abad kemitraan kita: Pertama, kita harus terus memperjuangkan nilai demokrasi, hak asasi manusia, toleransi, dan kemajemukan. Setop intoleransi, setop xenophobia, setop radikalisme, dan setop terorisme. Terus kikis politik identitas di negara kita dan di berbagai belahan dunia, baik itu atas dasar agama, etnisitas, identitas askriptif lainnya. Politik identitas merupakan ancaman terhadap kualitas demokrasi, ancaman bagi kemajemukan, dan ancaman bagi toleransi. Ancaman ini semakin nyata jika terus dieksploitasi demi kepentingan politik jangka pendek yang mengakibatkan kebencian, ketakutan, bahkan konflik sosial. Sebagai dua negara yang demokratis dan majemuk, kita harus bekerja keras, bahu membahu, berdiri tegak untuk memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan kemajemukan, dan mencegah dunia dari ancaman clash of civilization. Kedua, Indonesia dan Australia harus memperkuat prinsip ekonomi yang terbuka, bebas dan adil. Di tengah maraknya proteksionisme, kita harus terus menyuarakan keterbukaan dan keadilan ekonomi. Di tengah tumbuh suburnya pendekatan zero sum game, kita harus terus memperkokoh paradigma win-win. Saya sangat percaya bahwa sistem ekonomi terbuka dan adil adalah akan menguntungkan semua pihak. Itu mengapa saya menyambut baik Kesepakatan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (IA-CEPA). Kolaborasi menjadi kata kunci, kolaborasi akan menciptakan peluang, mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi baru, dan menemukan solusi bagi tantangan ekonomi global. Ini yang sebenarnya Indonesia dan ASEAN proyeksikan melalui ASEAN Outlook on the Indo-Pacific. Outlook yang akan mengubah rivalitas menjadi kerja sama, yang mengubah trust deficit menjadi strategic trust. Jika ini dijalankan, kawasan Indo-Pasifik akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia masa depan. Indonesia dan Australia harus menjadi jangkar kerja sama di kawasan Indo-Pasifik. Yang ketiga, Indonesia dan Australia harus menjadi anchor mitra pembangunan di kawasan Pasifik. Indonesia memahami tantangan pembangunan di kawasan Pasifik. Sebagai sesama negara kepulauan, tantangan yang dihadapi Indonesia dan negara di kawasan Pasifik tidak jauh berbeda. Perubahan iklim dan bencana alam, serta pemerataan sosial, pendidikan, kesehatan, dan pembangunan sumber daya manusia adalah tantangan nyata yang dihadapi negara-negara di kawasan Pasifik. Indonesia dan Australia harus menjadi teman sejati bagi negara-negara di kawasan Pasifik, berkolaborasi sebagai mitra pembangunan, mengatasi dampak perubahan iklim, memperkecil tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial, dan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan Pasifik. Keempat, kita harus bahu membahu bagi pelestarian alam dan pembangunan yang berkelanjutan: reboisasi hutan dan daerah hulu sungai, mencegah kebakaran hutan dan lahan, komitmen untuk menurunkan emisi karbon, serta pengembangan energi terbarukan dan green technology lainnya. Rencana Indonesia untuk membangun ibu kota baru adalah salah satu bagian dari komitmen ini, smart city, smart metropolis, green technology yang berharmoni dengan lingkungan alam dan sekaligus sebagai bagian dari upaya transformasi ekonomi berbasis inovasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Kolaborasi kemitraan Indonesia dan Australia di tengah dunia yang terus dipenuhi ketidakpastian dapat diilustrasikan dalam film Avengers: Endgame. Jika kekuatan positif bersatu, the Avengers assemble, maka musuh bersama dapat dilumpuhkan. Jika Indonesia dan Australia bekerja sama dan berkolaborasi maka intoleransi, proteksionisme dan ancaman kemiskinan, serta ancaman perubahan iklim dapat kita atasi. Para Hadirin yang saya muliakan, Selain empat fokus tersebut, jangkar kemitraan Indonesia dan Australia pada tahun 2050, 3 dekade dari sekarang adalah generasi muda kita. Saya ingin menawarkan Ausindo Wave, Australia-Indonesia Wave bagi generasi muda Indonesia dan Australia. Kita harus tawarkan tren kedekatan Indonesia-Australia kepada generasi muda, menggelorakan kecintaan generasi muda Australia kepada Indonesia, dan sebaliknya, kecintaan generasi muda Indonesia kepada Australia. Generasi muda kita saat ini, yang akan menjadi pemimpin masa depan. Investasi pada generasi muda akan memperkokoh kemitraan Indonesia dan Australia ke depan. Kita sudah memiliki modal yang besar. Saat ini terdapat 160 ribu siswa Australia belajar bahasa Indonesia dan 21 ribu pemuda Indonesia belajar di Australia. Jika ini terus dilakukan maka kemitraan Indonesia-Australia pada tahun 2050, pada satu abad umur kemitraan kedua negara akan bermanfaat bukan saja bagi rakyat kedua negara tapi bagi dunia. Sebagai penutup, saya ingin mengutip musisi Jimmy Little, artis Aborigin Australia. “We are all gifted with the opportunity to succeed. But you get further if you extend the hand of friendship.” Melalui persahabatan yang tulus maka hubungan Indonesia dan Australia bukan saja bermanfaat bagi kesejahteraan kedua negara namun juga bagi kawasan di sekitar kita dan bagi dunia secara keseluruhan. Terima kasih. Thank you very much. Perdana Menteri Australia, Scott Morrison juga dalam pidatonya mengucapkan terima kasih atas perhatian masyarakat Indonesia terhadap Australia, terutama ketika bencana kebakaran hutan bulan Januari 2020 kemarin. Karena Indonesia telah membantu mengirimkan pasukan bantuan kemanusiaan yang terdiri dari 26 personil Satuan Setingkat Peleton (SST) Zeni TNI Angkatan Darat, 6 personel Marinir, 4 personel Fasilitas Konstruksi TNI Angkatan Udara, dan 2 personel Pusat Kesehatan TNI[18] untuk berkontribusi membantu Operation Bushfire di Australia. Phil Turtle, Presiden Nasional Business Council Australia-Indonesia, ketika bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Canberra, mengatakan kunjungan tersebut merupakan sejarah penting dalam hubungan kedua negara, serta dia juga bilang kunjungan ini sangat bermakna karena setelah lebih dari satu dekade membahas hubungan ekonomi antara Australia-Indonesia, akhirnya berhasil membuahkan The Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA),[19] yang pastinya menguntungkan kedua belah pihak dalam bidang ekonomi, perdagangan dan jasa. Serta, siswa-siswi Sekolah Dasar di Australia menyambut hangat kedatangan Presiden Indonesia, Jokowi dengan Lagu 'Abang Tukang Bakso' ketika mengunjungi Canberra pada 10 Februari 2020[20]. Lihat pula
Referensi dan catatan
|