Fatahillah, Fadhillah Khan, Falatehan (ejaan orang Portugis)[2]:433, Tubagus Pase atau Pangeran Jayakarta I adalah Laksamana Cirebon dan tokoh penyebar Islam yang dikenal karena memimpin penaklukan Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan mengganti namanya menjadi Jayakarta.
Penaklukkan ini adalah salah satu misinya untuk menyebarkan Islam ke wilayah Kerajaan Sunda di Jawa Barat dan mencegah bangsa Portugis membentuk benteng disana.
Nama Falatehan pertama kali disebutkan oleh João de Barros dalam seri bukunya yang berjudul Décadas da Ásia (Dekade-dekade dari Asia).
Ia melaporkan bahwa salah satu kapal brigantin armada Duarte Coelho [en] yang terdampar di Sunda Kelapa, telah diserang oleh pasukan muslim di bawah pimpinan Fatahillah dan membunuh semua laskar Portugis di kapal tersebut.
Latar belakang
Barros mencatat bahwa Fatahillah berasal dari Pasai, Aceh Utara, yang kemudian pergi meninggalkan Pasai ketika daerah tersebut dikuasai Portugis. Fatahillah pergi ke Mekkah untuk mempelajari agama Islam, dan setelah dua atau tiga tahun lalu kembali ke Pasai. Karena masih diduduki oleh Portugal, Fatahillah melanjutkan perjalanannya ke Pulau Jawa, ke Jepara, dan mengabdikan diri kepada sultan Demak di sana. Merasa puas atas pengabdiannya, Raja memberikan seorang adiknya kepada Fatahillah untuk diperistri. Graaf dan Pigeaud menganggap bahwa raja Jepara yang dimaksud adalah Raja Demak ketika itu, Sultan Trenggana.[6]:112-3
Setelah mengabdi pada Sultan Trenggana, Fatahillah lalu berangkat ke Cirebon untuk mempersiapkan angkatan laut Demak dalam perang melawan kerajaan Sunda yang saat itu dipimpin prabu Surawisesa. Selama di Cirebon, ia menikah dengan putri Sunan Gunung Jati bernama Ratu Ayu.[7] Ia juga mengemban peran untuk mengislamkan daerah pesisir utara seperti Banten, dan diberi dukungan 2.000 orang prajurit dan pembantu oleh sultan. Dengan dukungan pasukan muslim itulah Fatahillah menaklukkan pelabuhan Sunda (Kalapa dan Banten). Adolf Heuken berpendapat bahwa peristiwa terdamparnya armada Duarte Coelho di pantai Kalapa terjadi pada akhir November 1526,[9]:66, 76 jadi penaklukan Fatahillah atas Kalapa mungkin terjadi pada pertengahan bulan November itu.
Keluarga
Silsilah
Kedatangan Fatahillah ke Jayakarta sebenarnya bertujuan untuk membendung ekspansi Portugis di Nusantara. :
Daftar Anak
Sultan kedua di Cirebon
Ketika Sunan Gunung Jati wafat di tahun 1568, Fatahillah menjadi sultan Kesultanan Cirebon dimana ia berperan sebagai kepala pemerintahan di Pakungwati selama 2 tahun antara tahun 1568 sampai ia wafat di tahun 1570.[10]
Setelah ia wafat, Fatahillah dimakamkan bersebelahan dengan makam Sunan Gunung Jati di komplek pemakaman Astana Gunung Sembung yang sekarang terletak di Kec. Gunungjati, Kab Cirebon.[11]
Takhta Kesultanan Cirebon selanjutnya diwariskan kepada Zainul Arifin, cicit Sunan Gunung Jati yang bergelar Panembahan Ratu.[12]
Penghargaan
Untuk menghormati jasa-jasanya dalam mempertahankan Sunda Kelapa dari cengkraman Portugis, Pemerintah Republik Indonesia menjadikan ia sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.[butuh rujukan]
Catatan
- ^ Ada perbedaan pendapat mengenai asal usulnya Fatahillah[1]
Referensi
Daftar pustaka