Tirto
Tirto.id adalah sebuah situs berita, artikel, opini, dan infografik di Indonesia. Pertama kali tayang pada Februari 2016 dan diresmikan pada 3 Agustus 2016. Nama Tirto diambil dari pahlawan nasional bapak pers Tirto Adhi Soerjo yang pada masanya mendirikan surat kabar Soenda Berita, Medan Prijaji, dan Poetri Hindia juga pembentukan Sarekat Dagang Islam (SDI). Situs berita Tirto.id didirikan oleh Atmaji Sapto Anggoro yang sekaligus menjabat sebagai Pimpinan Redaksi dan CEO.[3][4][5][6] Sajian tulisan Tirto.id meliputi rubrik Mild Report, Indepth, Hardnews, Current Issue, dan Tirto Visual Report (TVR).[7] International Fact-Checking Network (IFCN) menyatakan Tirto.id lolos verifikasi pada Januari 2018.[8] PendanaanPendanaan Tirto.id dilakukan secara mandiri oleh Sapto Anggoro (Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab), Teguh Budi Santoso (Chief Content Officer), dan Nur Samsi (Chief Technology Officer).[9] Ketiga orang tersebut diketahui pernah bekerja di Detik.com. Mereka juga menjadi direktur sebuah perusahaan bidang media monitoring bernama Binokular Media Utama, bermarkas di Jakarta dan Yogyakarta. Alamat kantor Tirto.id dan Binokular di Yogyakarta pernah sama[10] sebelum akhirnya kantor Tirto.id di Yogyakarta terpisah.[11] Sejak awal 2021, Sapto Anggoro, Teguh Budi Santoso, dan Nur Samsi bukan lagi menjadi pemilik saham mayoritas di Tirto.id.[12] KontroversiAllan NairnAllan Nairn adalah jurnalis investigasi berkebangsaan Amerika Serikat. Ia terkenal vokal terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM terutama yang dilakukan oleh pemerintahan otoriter di seluruh dunia yang sedang didukung Amerika Serikat. Pada 1980, Nairn pernah menyaksikan pembantaian yang dilakukan kediktatoran militer Guatemala yang disokong Washington terhadap buruh, petani, mahasiswa, dan intelektual. Pada 1990-an, Nairn mendatangi Timor Timur yang saat itu diinvasi oleh Tentara Nasional Indonesia di bawah kebijakan Presiden Soeharto. Bersama dengan Amy Goodman, ia menyaksikan ratusan warga sipil diberondong peluru oleh aparat ketika memprotes kematian Sebastião Gomes yang disiksa tentara Indonesia.[13][14] Pada 2009, Nairn mengekspos pembunuhan warga sipil di Aceh yang dilakukan oleh serdadu Indonesia.[15] TNI mengancam akan menahan dan menuntutnya di pengadilan. Pada 2014 saat Pemilu Presiden, Nairn membocorkan wawancara off the record dengan Prabowo Subianto yang pernah dilakukannya pada 2001. Salah satu pembicaraannya adalah Prabowo menghina Gus Dur dan menyatakan siap dituduh diktator fasis. Nairn juga membongkar keterkaitan antara Prabowo dan proyek pelatihan militer JCET yang dilakukan Amerika dan Indonesia. Prabowo menyebut dirinya "anak emas Amerika". Pada November 2014 Allan Nairn merilis wawancaranya dengan mantan kepala Badan Intelijen Negara A.M. Hendropriyono, yang berada dalam satu kubu dengan pemerintahan terpilih Joko Widodo, di blog pribadinya.[16] Hendropriyono mengeluarkan pernyataan mengenai peranannya dalam Pembantaian Talangsari 1989 dan terlibat dalam rantai komando pembunuhan aktivis HAM terkemuka Munir Said Thalib pada 2004. Dua laporan Nairn diberitakan secara luas oleh Tirto.id dan memunculkan sejumlah kontroversi. Laporan dugaan makarPada 19 April 2017, Tirto.id memuat berita yang berjudul "Investigasi Allan Nairn: Ahok Hanyalah Dalih untuk Makar"[17] yang merupakan terjemahan dari artikel berita terbitan The Intercept berjudul "Trump's Indonesian Allies in Bed with ISIS-Backed Militia Seeking to Oust Elected President".[18] Menurut Atmaji Sapto Anggoro Pemimpin Redaksi Tirto.id pihaknya telah mengantongi izin dari Allan Nairn selaku penulis yang merupakan jurnalis investigasi asal Amerika Serikat sekaligus izin dari media The Intercept yang pertama kali memuat laporan panjang dan orisinil berbahasa Inggris dari Allan Nairn.[19] Dalam sebuah video yang diunggah oleh akun Instagram resmi Tirto.id, Allan Nairn dihadirkan di kantor redaksi untuk memberi keterangan terkait laporan yang ditulisnya tersebut terkait plot kudeta. Nairn menyebut keterlibatan militer Indonesia untuk memobilisasi massa dalam aksi demo menentang Basuki Tjahaja Purnama atas kasus penistaan agama.[20] Allan Nairn menyebut dalam tulisan investigasinya nama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Hary Tanoesoedibjo sebagai pendukung makar.[18] Laporan ini disusun atas dasar data NSA milik Edward Snowden mengenai FPI, intelejen, orang sipil, pihak militer aktif dan pensiunan dan pernyataan on the record dari beberapa sumber, salah satunya Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen.[21] Donald Trump juga disebut dalam laporan Allan Nairn terkait kolega dekatnya di Indonesia yang diduga terlibat dengan gerakan makar memakai ormas Islam seperti Fadli Zon dan Harry Tanoe.[21] Hary Tanoesoedibjo, pemilik media MNC Group sekaligus Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) yang disebut dalam laporan Allan Nairn melaporkan hal ini ke Polda Metro Jaya atas tuduhan pencemaran nama baik.[22] Fadli Zon mempertimbangkan untuk melaporkan Allan Nairn ke polisi.[23] Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menolak menanggapi artikel Allan Nairn tersebut terkait keterlibatannya dalam upaya makar. Ia menyatakan, artikel Nairn sebagai hoax atau berita bohong.[24] Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Wuryanto sebelumnya membantah isi berita yang dimuat Tirto.id tersebut. Lewat keterangan tertulis, dia menyatakan berita tersebut tidak sesuai dengan fakta.[25] Allan Nairn lewat akun Twitternya memperingatkan kepada TNI untuk ikut mengancam dirinya juga,[26] menanggapi statemen akun Twitter resmi Pusat Penerangan TNI yang mengatakan akan mengambil langkah hukum kepada media Tirto.id.[27] Allan Nairn sendiri mengatakan siap untuk digugat.[21] Pihak TNI kemudian melimpahkan kasus ini kepada Dewan Pers.[22] Gatot Nurmantyo menyatakan tidak akan menggugat Tirto yang telah memuat artikel Nairn tersebut. Menurutnya, menanggapi artikel tersebut sama seperti orang yang tidak waras.[24][19] Dewan Pers melakukan mediasi terhadap sengketa pers tersebut terutama terhadap laporan Harry Tanoe. Setelah menemui kuasa hukum Hary Tanoe yang diwakili oleh Ricky Margono dan selanjutnya menemui perwakilan Tirto yang didampingi oleh LBH Pers. Dewan Pers kemudian memberi penilaian bahwa laporan Allan Nairn tersebut “tidak berimbang, tidak uji informasi dan memuat opini yang menghakimi.” Tirto yang diwakili oleh Pemimpin Redaksi, Sapto Anggoro, menerangkan bahwa proses konfirmasi sudah dilakukan. Selain oleh Allan Nairn, Tirto sendiri langsung menghubungi pihak-pihak terkait tidak lama setelah laporan Allan Nairn ditayangkan.[28][29] Dewan Pers menolak tuntutan Harry Tanoe berupa pencabutan laporan Allan Nairn dari situs web dan menyebarluaskan pencabutan tersebut di media sosial sedikitnya 65 ribu kali di berbagai media sosial. Selain itu, Dewan Pers juga menyatakan bahwa sengketa pers ini tidak untuk dibawa ke jalur hukum.[28] Pihak The Intercept selaku penerbit rilis laporan orisinil dan pertama dair Allan Nairn tetap bersikukuh dengan investigasi yang dirilis, mendukung penuh Tirto untuk melakukan kerja-kerja jurnalistik yang bebas dari intimidasi atau serangan balasan.[30] Penangkapan massal lawan politik PrabowoPada 15 April 2019, Tirto.id kembali memberitakan laporan Allan Nairn, yang telah dimuat terlebih dahulu di blog pribadinya,[31] tentang rencana Prabowo Subianto yang akan melakukan penangkapan massal, baik terhadap lawan-lawan politik maupun koalisinya, jika nantinya memenangkan Pemilu Presiden 2019. Laporan Allan berdasarkan notulensi rapat yang digelar di kediaman Prabowo di Jalan Kartanegara Nomor 4, Jakarta Selatan pada 21 Desember 2018. Pertemuan digelar usai Prabowo bertemu Susilo Bambang Yudhoyono di Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Pertemuan dihadiri 11 orang dan berasal dari 8 jenderal purnawirawan dan tiga orang sipil. Rapat itu membentuk tim untuk melakukan tugas-tugas khusus “mengadili sebanyak-banyaknya lawan politik,” dan “melumpuhkan” kelompok-kelompok Islamis yang menyokong kampanye Prabowo-Sandiaga. Prabowo berencana membuat Partai Gerindra semakin kuat dengan menugaskan Badan Intelijen Negara melumpuhkan kelompok Islam radikal, yakni Hizbut Tahrir Indonesia, Front Pembela Islam, Jamaah Ansharut Daulah dan menangkap ulama-ulama radikal, serta partai koalisi oposisi, termasuk berencana menjatuhkan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.[32] Laporan tersebut dibantah oleh Arief Poyuono, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang namanya termasuk dalam salah satu dari tiga orang sipil yang hadir dalam rapat rahasia tersebut. Poyuono menyebut laporan Nairn sebagai fitnah, menyudutkan Prabowo Subianto dan bentuk kampanye hitam. Poyuono balik menuduh laporan Nairn adalah pesanan asing sambil menunjukkan bukti transfer uang ke atas nama Allan Nairn sebesar 1.844.947 dolar AS. Uang itu di transfer pada 14 Maret 2019 dengan menggunakan Bank DBS di Singapura.[33][34] Pandaopotan Lubis, koordinator Masyarakat Demokrasi Indonesia Anti-Hoaks melaporkan Allan Nairn ke Bareskrim Polri karena memuat informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.[35][36] Nairn menyebut bukti transfer yang dipublikasikan oleh Poyuono itu adalah cek palsu.[37] Tirto.id pada 18 April 2019 memuat laporan pendek yang berusaha mengidentifikasi banyak kejanggalan terhadap keaslian bukti transfer seperti detail logo DBS yang teramat buram, ukuran font yang tidak sama di bagian-bagian penting seperti nama dan tanggal transfer, dan alamat kantor DBS Singapura yang tidak akurat.[38] Media Papua pro-NKRIPasca terjadinya Serangan di Nduga 2018, Tirto.id merilis tiga berita soal media Papua pro-NKRI berjudul "Media Siluman di Papua: Propaganda, Hoaks, hingga Narasumber Fiktif,[39] "Ada Kader PKS plus Tenaga Ahli DPR di Balik Media Siluman Papua",[40] dan "Saat Media Siluman Menulis Peringatan 1 Desember Papua"[41] pada 6 Desember 2018. Masih dalam Tirto.id, tiga berita tersebut disusul dengan pernyataan Anggota Dewan Pers, Hendry Chairudin Bangun yang menyatakannya sebagai "Itu modus lama. Di mana-mana ada yang seperti itu. Bukan cuma di Papua saja."[42] Melalui CNN, Arya Sandhiyudha selaku pihak yang tertuduh menjelaskan bahwa media tersebut dikelola sebagai bentuk berkontribusi bagi NKRI untuk menjelaskan cinta dan kontribusi Indonesia kepada Papua; sehingga tidak membiarkan informasi salah dan hoax tentang Papua beredar kepada khalayak Internasional sambil menjelekkan Indonesia. Istilah siluman juga tidak tepat, karena setiap tulisan dicantumkan nama penulisnya. Selain itu, situs media opini juga tidak harus memenuhi ketentuan sebagaimana situs media pers, karena bersifat opini.[43] PenghargaanPada tahun 2016, Tirto.id mendapat penghargaan dari Organisasi Buruh Internasional yang bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) untuk dua kategori yaitu Feature Articles dan Photo Story.[44] Juga mendapat penghargaan sebagai laman Berita dan Media Terbaik dalam ajang ‘ID Website Awards 2016’ oleh Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI).[45] Tirto.id mendapat penghargaan khusus sebagai Media Siber Terinovatif dari Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2017 yang diselenggarakan setiap tahun oleh PWI. Penghargaan tersebut berdasarkan konsistensi prinsip 5W+1H, kelengkapan berita dengan infografis dan independensi dapur redaksi.[46][47] Pada 7 Desember 2018, salah satu jurnalis Tirto mendapat penghargaan Hassan Wirajuda Award mengenai liputan anak buruh migran. Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.[48] Referensi
Pranala luar |