Orang utan sumatra (Pongo abelii) adalah spesies orang utan terlangka. Orang utan sumatra hidup dan endemik di Sumatra, sebuah pulau yang terletak di Indonesia. Tubuh mereka lebih kecil daripada orang utan kalimantan. Orang utan sumatra memiliki tinggi sekitar 4,6 kaki dan berat 200 pon. Hewan betina berukuran lebih kecil, dengan tinggi 3 kaki dan berat 100 pon.
Perilaku
Dibandingkan orang utan kalimantan, orang utan sumatra lebih suka makan buah-buahan dan terutama juga serangga.[2] Buah yang disukai termasuk buah beringin dan nangka. Mereka juga makan telur burung dan vertebrata kecil.[3] Orang utan sumatra lebih singkat dalam makan di batang dalam suatu pohon.
Orang utan sumatra liar di rawa Suaq Balimbing diamati menggunakan alat.[4] Seekor orang utan mematahkan cabang pohon yang panjangnya sekitar satu kaki, menyingkirkan ranting-rantingnya dan mengasah ujungnya. Lalu ia menggunakan batang itu untuk mencungkil lubang pohon untuk mencari rayap. Mereka juga menggunakan batang itu untuk memukul-mukul dinding sarang lebah. Selain itu, orang utan juga menggunakan alat untuk makan buah. Saat buah pohon Neesia matang, buah itu keras, kulit yang bergerigi melunak hingga ia jatuh terbuka. Di dalamnya ada sebuah biji yang disukai orang utan, namun mereka diselimuti rambut yang mirip serat kaca yang sakit bila termakan. Orang utan pemakan Neesia akan memilih batang lima inci, mengulitinya dan kemudian menghilangkan bulu-bulu itu dengannya. Bila buah itu sudah bersih, kera itu akan makan bijinya menggunakan batang itu atau jemarinya. Meskipun rawa yang serupa ada di Kalimantan, orang utan kalimantan liar belum dilihat menggunakan alat sejenis ini.
NHNZ membuat film orang utan sumatra untuk acaranya Wild Asia: In the Realm of the Red Ape; acara itu mempertunjukkan salah satu orang utan menggunakan peralatan sederhana, ranting, untuk menjangkau makanan dari tempat yang sulit. Ada juga serangkaian gambar seekor binatang menggunakan daun besar sebagai payung saat terjadi hujan badai tropis
Orang utan sumatra juga lebih suka diam di pohon daripada sepupunya dari Kalimantan; hal ini mungkin karena adanya pemangsa seperti harimau Sumatra. Mereka bergerak dari pohon ke pohon bergelantungan menggunakan lengannya.
Daur hidup
Orang utan sumatra lebih sosial daripada orang utan kalimantan. Sekumpulan orang utan ini berkumpul untuk makan sejumlah besar buah di pohon beringin. Akan tetapi, orang utan jantan dewasa umumnya menghindari kontak dengan jantan dewasa lain. Pemerkosaan umum terjadi di antara orang utan. Jantan sub-dewasa akan mencoba kawin dengan betina manapun, meskipun mungkin mereka gagal menghamilinya karena betina dewasa dengan mudah menolaknya. Orang utan betina dewasa lebih memilih kawin dengan jantan dewasa
Rerata jangka waktu kelahiran orang utan sumatra lebih lama daripada orang utan kalimantan dan merupakan rerata jangka waktu terlama di antara kera besar. Orang utan sumatra melahirkan saat mereka berumur sekitar 15 tahun. Bayi orang utan akan dekat dengan induknya hingga tiga tahun. Bahkan setelah itu, anaknya masih akan berhubungan dengan induknya. Kedua spesies orang utan mungkin hidup beberapa dekade; perkiraan panjang umurnya dapat melebihi 50 tahun. Rata-rata perkembangbiakan pertama P. abelii adalah sekitar 12,3 tahun tanpa ada tanda menopause.[2]
Status
Orang utan sumatra endemik dari pulau Sumatra dan hidupnya terbatas di bagian utara pulau itu. Di alam, orang utan sumatra bertahan di provinsi Aceh (NAD), ujung paling utara Sumatra.[5] Primata ini dulu tersebar lebih luas, saat mereka ditemukan lebih ke Selatan tahun 1800-an seperti di Jambi dan Padang.[6]
Ada populasi kecil di provinsi Sumatera Utara sepanjang perbatasan dengan NAD, terutama di hutan-hutan danau Toba. Survei di danau Toba hanya menemukan dua areal habitat, Bukit Lawang (didefinisikan sebagai suaka margasatwa) dan Taman Nasional Gunung Leuser.[7] Tahun 2002, World Conservation Union menempatkan spesies ini dalam IUCN Red List dengan status kritis.
Survei baru-baru ini tahun 2004 memperkirakan ada sekitar 7.300 ekor orang utan sumatra yang masih hidup di alam liar.[5] Beberapa di antaranya dilindungi di lima daerah di Taman Nasional Gunung Leuser dan lainnya hidup di daerah yang tidak terlindungi: blok Aceh barat laut dan timur laut, sungai Batang Toru Barat, Sarulla Timur dan Sidiangkat. Program pembiakan telah dibuat di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di provinsi Jambi dan Riau dan menghasilkan populasi orang utan sumatra yang baru.
Di kurungan, ada lebih banyak kebun binatang dan taman satwa di luar habitat alami yang tertarik pada orang utan secara umum. Orang utan sumatra tertua adalah Ah Meng yang lahir pada tahun 1960.[8]Nonja, yang dianggap yang tertua di kandang atau di alam saat kematiannya, mati di Miami MetroZoo pada umur 55.[9]
^ abS. A. Wich; S. S. Utami-Atmoko; T. M. Setia; H. D. Rijksen; C. Schürmann, J.A.R.A.M. van Hooff and C. P. van Schaik (2004). "Life history of wild Sumatran orangutans (Pongo abelii)". Journal of Human Evolution. 47 (6): 385–398. doi:10.1016/j.jhevol.2004.08.006.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abSingleton, I., S. Wich, S. Husson, S. Stephens, S. Utami Atmoko, M. Leighton, N. Rosen, K. Traylor-Holzer, R. Lacy, O. Byers (2004). "Orangutan Population and Habitat Viability Assessment". Final Report. IUCN/SSC Conservation Breeding Specialist Group (CSG). IUCN.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Rijksen, H. D. (1978). "A Field Study on Sumatran Orang utans (Pongo pygmaeus abelli, Lesson 1827)". Ecology, Behavior and Conservation. Wageningen: Veenaman and Zonen.
^S. A. Wich; I. Singleton; S. S. Utami-Atmoko; M. L. Geurts; H. D. Rijksen; and C. P. van Schaik (2003). "The status of the Sumatran orang-utan Pongo abelii: an update". Flora & Fauna International. 37 (1): 49. doi:10.1017/S0030605303000115.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)