Hubungan Filipina dengan Indonesia
Hubungan Filipina dengan Indonesia adalah hubungan diplomatik bilateral antara negara Indonesia dan Filipina. Sejak hubungan diplomatik secara resmi dimulai pada 24 November 1949, Indonesia dan Filipina menikmati hubungan bilateral yang hangat dalam semangat kekeluargaan. Kedua negara telah mendirikan kedutaan besar di masing-masing ibu kota, Indonesia memiliki kedutaan mereka di Manila dan konsulat di Davao City, sementara Filipina memiliki kedutaan mereka di Jakarta dan konsulat di Manado dan Surabaya. Kunjungan diplomatik tingkat tinggi telah dilakukan selama bertahun-tahun. Kedua negara adalah pendiri ASEAN dan anggota Gerakan Non-Blok dan APEC. Kedua negara adalah anggota dari Segitiga Pertumbuhan East ASEAN bersama dengan Brunei Darussalam dan Malaysia dalam BIMP-EAGA. SejarahSejak proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan kemerdekaan Filipina pada tanggal 4 Juli 1946, hubungan baik antara Indonesia dan Filipina dibangun kembali. Pada awal tahun 1949 kedua negara telah menjalin hubungan diplomatik secara resmi. Sejak tahun 1949, Pemerintah Indonesia telah membuka kantor perwakilannya (Kantor Konsulat) di Manila, kemudian tidak sampai awal 1950-an kantor diplomatik (Kedutaan) didirikan dan dipimpin oleh Duta Besar. Untuk melembagakan hubungan antara kedua negara, perjanjian persahabatan ditandatangani pada tanggal 21 Juni 1951. Perjanjian ini merupakan hubungan dasar antara kedua negara, yang meliputi beberapa aspek seperti pemeliharaan perdamaian dan persahabatan, penyelesaian sengketa melaui cara damai diplomatik, pengaturan lalu lintas untuk warga kedua negara, dan kegiatan untuk meningkatkan kerjasama di bidang perdagangan, budaya, pengiriman, dan lain-lain, yang meliputi politik, masalah sosial-ekonomi dan keamanan kedua negara. Pada tahun 1967, kedua negara bersama-sama dengan Thailand, Singapura, dan Malaysia didirikan ASEAN untuk menjamin perdamaian dan stabilitas di kawasan. PerdaganganPerdagangan bilateral cenderung terus positif dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Departemen Perdagangan Indonesia, angka itu telah meningkat dari $1,12 miliar pada tahun 2003 menjadi $2,9 miliar pada tahun 2009 dan $3,89 pada tahun 2010.[1] Pariwisata dan konektivitasSelama Forum Pariwisata ASEAN 2012 di Manado, Sulawesi Utara, Pemerintah Indonesia dan Filipina memulai kerjasama pariwisata bilateral pertama mereka. Prakarsa ini akan meningkatkan konektivitas antara kedua negara dengan mengoperasikan kapal pesiar dan pembukaan jalur penerbangan langsung antara Davao di Filipina ke Manado. Kedua negara juga aktif mendukung Master Plan ASEAN Connectivity, yang akan meningkatkan mobilitas yang lebih besar di kawasan ini. Filipina khususnya bersemangat untuk mengembangkan Jaringan Roll-On/Roll-Of (RORO) ASEAN dan jalur pelayaran pendek. Terorisme lintas batas dan separatismeIndonesia dan Filipina bekerja sama untuk mengeksplorasi cara-cara memerangi terorisme dan bentuk-bentuk kejahatan transnasional lain yang mengancam perbatasan mereka dan secara lebih luas di Asia Tenggara.[1] Presiden Indonesia telah menyatakan kesiapan negaranya untuk membantu pemerintah Filipina dalam pembicaraan damai dengan kelompok separatis Islam yang aktif di perbatasan. Sementara Filipina telah membantu Indonesia dalam negosiasi dengan pemberontak, dan berperan sebagai monitor selama Proses Perdamaian Aceh pada tahun 2005. Sengketa wilayahIndonesia dan Filipina berbagi perbatasan maritim terutama pada Laut Sulawesi. Pada masa lalu kedua negara terlibat dalam sengketa teritorial atas pulau Miangas (Kasus Pulau Palmas). Itu terjadi antara Belanda dan Amerika Serikat dan dimenangkan oleh Hindia Belanda pada tahun 1932. Kini tidak ada perselisihan teritorial antara Indonesia dan Filipina. Pada bulan Maret 2011, para pemimpin dari kedua negara sepakat untuk menandatangani nota kesepahaman untuk meningkatkan kerjasama di bidang keamanan, pertahanan, perbatasan, perlindungan pekerja migran, pendidikan dan olahraga. Indonesia memberi dukungan kepada proposal Filipina untuk menggariskan dan memisahkan bagian-bagian yang dipersengketakan di Laut Cina Selatan dari klaim daerah yang tak terbantahkan dalam penyusunan Kode Tata Berperilaku yang akan mengikat negara-negara yang mempersengketakan kepulauan Spratly. Penanggulangan bencanaBaik kepulauan Indonesia dan Filipina adalah kawasan yang rentan terhadap bencana alam, seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, dan topan. Dalam semangat solidaritas dan kemanusiaan, kedua negara sering saling membantu dalam waktu kesulitan. Pemerintah Indonesia pada hari Senin 10 Desember 2012 datang membantu ribuan korban Topan "Pablo" (Bopha) di Visayas dan Mindanao, menyumbangkan $ 1 juta dan empat ton barang-barang bantuan melalui Angkatan Bersenjata Filipina. Selain bantuan keuangan, pemerintah Indonesia juga memberikan 1.000 selimut militer, 3.000 bungkus siap makan saji dan 50 kotak mie instan.[2] Pada November 2013, Pemerintah Indonesia mengirimkan bantuan kemanusiaan berupa barang dan logistik senilai $ 1 million untuk membantu korban Topan Haiyan di Filipina Tengah sebagai bagian dari solidaritas ASEAN. Palang Merah Indonesia juga mengirimkan bantuan darurat sebanyak 688.862 ton. Tiga Pesawat Hercules TNI Angkatan Udara dikerahkan membawa pasokan ke daerah yang terkena dampak bencana. Bantuan logistik termasuk pesawat, makanan, generator dan obat-obatan. Palang Merah Indonesia juga mengerahkan kapal kargo KM Emir sarat dengan muatan persediaan darurat dan juga 30 relawan Palang Merah Indonesia.[1][3][4][5] Lihat pula
Pranala luar
Catatan
|