Hubungan Indonesia–Madagaskar terbentang selama lebih dari satu milenium, sejak para leluhur bangsa Madagaskar berlayar mengarungi Samudra Hindia dari Kepulauan Melayu pada abad ke-8 atau ke-9 M.[1] Indonesia memiliki kedubes di Antananarivo, sementara Madagascar tak memiliki akreditasi untuk Indonesia. Namun, Madagaskar mengumumkan akan membuka sebuah kedubes di Jakarta pada 2018.[2]
Kedua negara memiliki hubungan etnolinguistik yang sama, di mana bahasa nasional dan kelompok etnis masing-masing merupakan bagian dari rumpun bahasa Austronesia dan masyarakat Austronesia.
Sejarah
Hubungan sejarah antara Kepulauan Melayu dan Madagaskar terjadi pada zaman kekaisaran Sriwijaya. Kekaisaran tersebut dikatakan berkontribusi pada populasi Madagaskar yang berjarak 6,600 kilometer (4,101 mi) dari arah barat daya.[1] Migrasi suku bangsa Austronesia ke Madagaskar diperkirakan terjadi pada sekitar tahun 830 M. Menurut kajian DNAmitokondria khusus, bangsa Madagaskar asli saat ini memiliki warisan genetik dari 30 ibu berbeda dari Indonesia.[3] Bahasa Madagaskar terdiri dari kata-kata serapan dari Sanskerta, semuanya dengan modifikasi lingkuistik lokal melalui bahasa Jawa atau bahasa Melayu, sehingga disimpulkan bahwa Madagaskar telah dikolonisasikan oleh para pemukim asal kekaisaran Sriwijaya.[4] Pada masa itu, kekaisaran maritim Sriwijaya meluaskan jaringan dagang maritim mereka.[5]
Jejak keterkaitan linguistik terlihat dari kata-kata yang sama yang dimiliki antara bahasa Malagasi dan bahasa Indonesia. Beberapa kata yang mirip seperti tangan: ˈtananə (Malagasi), tangan (Melayu); skin:ˈhoditra (Malagasy), kulit (Melayu); putih: ˈfotsy (Malagasi), putih (Melayu); pulau: nosy (Malagasi), nusa (Jawa).
Orang Malagasi memiliki hubungan genetik dengan berbagai kelompok etnis Asia Tenggara Maritim, khususnya dari Kalimantan bagian selatan.[6] Bagian-bagian dari bahasa Malagasi bersumber dari bahasa Ma'anyan dengan kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, dengan semua modifikasi linguistik lokal melalui bahasa Jawa atau Melayu.[7] Orang Ma'anyan dan Dayak bukanlah seorang pelaut dan merupakan penggarap sawah kering sedangkan sebagian orang Malagasi adalah petani sawah basah, sehingga kemungkinan besar mereka dibawa oleh orang Jawa dan Melayu dalam armada dagangnya, sebagai buruh atau budak.[8]:114-115
Kegiatan perdagangan dan perbudakan Jawa di Afrika menyebabkan pengaruh yang kuat pada pembuatan perahu di Madagaskar dan pantai Afrika Timur. Hal ini ditunjukkan dengan adanya cadik dan oculi (hiasan mata) pada perahu-perahu Afrika.[9]:253-288[10]:94[11]:156 Budaya Jawa juga mempengaruhi strata sosial di Madagaskar, gelar Malagasi "andriana" mungkin berasal dari gelar bangsawan Jawa kuno "Rahadyan" (Ra-hady-an), "hady" yang berarti "Tuan" atau "Tuan".[12]
Sebuah catatan Portugis menggambarkan bagaimana orang Jawa sudah memiliki keterampilan pelayaran tingkat lanjut dan pernah berkomunikasi dengan Madagaskar pada tahun 1645:[13][14]:311[15]:57[16]:51
Orang Jawa adalah orang-orang yang sangat berpengalaman dalam seni navigasi, sampai mereka dianggap sebagai perintis seni paling kuno ini, walaupun banyak yang menunjukkan bahwa orang Cina lebih berhak atas penghargaan ini, dan menegaskan bahwa seni ini diteruskan dari mereka kepada orang Jawa. Tetapi yang pasti adalah orang Jawa dulunya berlayar ke Tanjung Harapan dan mengadakan hubungan dengan pulau São Lourenço (San Laurenzo — Madagaskar), dimana sekarang banyak dijumpai penduduk asli berkulit cokelat di pulau itu yang mirip orang Jawa yang mengatakan bahwa mereka adalah keturunan orang Jawa.
— Diogo do Couto, Decada Quarta da Asia
Hubungan diplomatik secara resmi terjalin pada tahun 1960-an. Namun, baru pada tahun 2009 Indonesia membuka kedutaannya di Antananarivo, sedangkan kedutaan besar Madagaskar di Tokyo juga terakreditasi ke Indonesia.[17]
Pada tahun 2003, ekspedisi kapal Borobudur mengunjungi Madagaskar, berlayar dari Indonesia menuju Accra, Ghana (lihat Samudra Raksa). Kapal itu direkonstruksi dari panel Borobudur, dan pelayarannya merekonstruksi hubungan perdagangan kuno antara Indonesia dan Afrika (khususnya Afrika Timur dan Madagaskar). Rute pelayaran kayu manis yang berbahaya membawa kapal dari perairan Indonesia melintasi Samudra Hindia melewati Seychelles, Madagaskar, dan Afrika Selatan ke Ghana. Ini juga untuk menunjukkan bagaimana pelaut dan pemukim Indonesia kuno mencapai Madagaskar.
^Kumar, Ann (2012). 'Dominion Over Palm and Pine: Early Indonesia’s Maritime Reach', in Geoff Wade (ed.), Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies), 101–122.
^Couto, Diogo do (1645). Da Ásia: Década Quarta. Lisbon: Regia Officina Typografica, 1778-1788. Reprint, Lisbon, 1974. Década IV, part iii, hlm. 169.
^Hornell, James (December 1934). "Indonesian Influence on East African Culture". The Journal of the Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland. 64: 305–332. doi:10.2307/2843812. JSTOR2843812.