Hubungan Indonesia–Serbia didirikan pada 1954, wadah hukum tersebut diwariskan dari era Yugoslavia.[1]Indonesia memiliki sebuah kedubes di Belgrade dan Serbia memiliki sebuah kedubes di Jakarta. Kedua negara tersebut adalah pendiri Gerakan Non Blok.
Sejarah
Hubungan bilateral resmi berdiri pada 1954. Hubungan politik antara Indonesia dan Serbia adalah Gerakan Non Blok. Presiden pertama Indonesia Sukarno dan presiden Yugoslavia Josip Broz Tito adalah bapak pendiri Gerakan Non Blok sejak 1961.
Setelah pembubaran Yugoslavia, disusul oleh Perang Bosnia pada 1992—1995, hubungan bilateral mengenai tingkat terendah, sejak Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, mengecam kejahatan pembersihan etnis berdasarkan pada ras dan agama, melawan orang Bosnia Muslim yang dilakukan oleh orang Serbia. Sehingga, beberapa Muslim Indonesia berunjuk rasa untuk menunjukkan solidaritas kepada Muslim Bosnia.
Hubungan bilateral kembali normal pada 2000an. Pada 2008, Indonesia mendukung integritas nasional Serbia dengan tak mengakui kemerdekaan Kosovo dari Serbia. Sehingga, Indonesia menyerukan agar Serbia selalu mengikuti cara damai melalui dialog untuk menyelesaikan konflik dan mengalamatkan masalah-masalah separatis di Kosovo.[2]
^Fernan Rahadi (June 8, 2013). "Presiden Serbia Puji Indonesia" (dalam bahasa Indonesian). Republika Online. Diakses tanggal May 11, 2014.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)