Hubungan Indonesia dengan Kuwait
Hubungan Indonesia dengan Kuwait secara resmi dimulai 28 Februari 1968.[1] Hubungan difokuskan pada sektor ekonomi dan perdagangan, terutama pada energi (minyak) dan sumber daya manusia (buruh migran). Kuwait memiliki kedutaan besar di Jakarta, sementara Indonesia memiliki kedutaan besar di Kuwait City. Kedua negara adalah anggota dari Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Gerakan Non-Blok. Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi Kuwait pada 29-30 April 2006 dan dibalas dengan kunjungan Perdana Menteri Kuwait, Sheikh Nasser Mohammed Al-Ahmed Al-Sabah ke Indonesia pada 30 Mei - 1 Juni 2007.[1] Perdagangan dan InvestasiImpor Kuwait dari Indonesia adalah kertas, semen, kayu lapis, karet, arang, makanan, furniture, keramik, elektronik, bahan bangunan, peralatan dapur dan peralatan rumah. Sedangkan impor Indonesia dari Kuwait didominasi oleh minyak dan produk minyak seperti etilena dan polimer, juga mengimpor karung dan tas, dan produk kulit kambing. Volume perdagangan bilateral mencapai US$1,47 miliar pada tahun 2010.[1] Kuwait juga menyatakan minat mereka untuk membangun US$7 miliar kilang minyak di Indonesia.[2] Buruh MigranPada tahun 2012 ada sekitar 16.574 pekerja migran Indonesia yang bekerja di Kuwait. 1.982 dari mereka bekerja di sektor formal, sedangkan mayoritas 14.592 pekerja bekerja di sektor informal sebagai pembantu rumah tangga. Pada 2013 ada sekitar 2.000 pekerjaan yang tersedia dan ditawarkan kepada pekerja Indonesia di sektor formal dan profesional.[3] Lihat pula
Referensi
Pranala luar |