1 ♂ Pangeran Sasra Kasuma/Sasra Kasuma anak Nyai Noerain lahir di Banjar
2 ♂ Pangeran Abdul Rahman anak dari Ratu Mas Ratna Kedirimelahirkan Pangeran Abdul Majid
3 ♂ Gusti Muhammad Saleh anak dari Nyai Arpiahia Menikahi Ratu Sari melahirkan Pangeran Abdul Manaf
4 ♀ Putri Bulan anak dari Ratu Siti Aer Masmenikahi ♂ Pangeran Amin bin SULTAN BANJAR ♂ Pangeran Ratu
Sultan Tamjidillah II al-Watsiq Billah
5 Putri Bintang anak dari Ratu Mas Bandaramenikahi ♂ Pangeran Abdul Karim bin SULTAN BANJAR Tamjidillah II melahirkan Pangeran sulaiman
6 ♀ Ratu Salamah anak dari Ratu Siti Aer Maslahir di banjar Menikahi ♂ Pangeran Kesoema Indra bin Pangeran Kassir bin Sultan Sulaiman dari Banjar melahirkan ♂ Pangeran Mohhamad Hanafia
7 ♀ Ratu Saleha anak dari Nyai Rahamahlahir di banjar menikahi ♂ Pangeran Mohhamad Ali Bassa (Goesti Isa bin Goesti Sopie ) melahirkan ♀ Ratu Halimah
9 ♀ Ratu Ratna Wandari/Ratu Syarifah Rattena WandarieMenikahi Pangeran Syarif Abu bakar melahirkan Pangeran Syarif abdulah,Pangeran Syarif abdurahman
Ratu Ratna Wandari/Ratu Syarifah Rattena WandarieMenikahi pangeran Muhammad melahirkan pangeran Hanafi,Arif.
10 Pangeran Amarullah/Amrullah anak dari Nyai Ratoe EtjeuhZuriat Wira Tanu I Raden Aria Wiratanu Datar atau Eyang Dalem Cikundul, Murid Sunan Gunung Jati melahirkan Ratu Kusuma Sari
11 Pangeran Muhammad Alibasah anak dari Nyai Ratoe EtjeuhZuriat Wira Tanu I Raden Aria Wiratanu Datar atau Eyang Dalem Cikundul, Murid Sunan Gunung Jati
Terlahir sebagai anak dari Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam Al-Watsiq Billah, Gusti Andarun merupakan kandidat utama pewaris takhta Kesultanan Banjar untuk menggantikan kakeknya Sultan Adam, namun posisi tersebut malah diisi oleh kakak tirinya Tamjidullah II yang mendapat dukungan dari pemerintah Hindia Belanda.[10] Peristiwa ini menimbulkan perpecahan di lingkungan keluarga bangsawan Banjar dan masyarakat, dimana terdapat kubu pendukung Tamjidullah yang dekat dengan Belanda dan kubu pendukung Gusti Andarun yang tidak setuju dengan keputusan pemerintah Hindia Belanda tersebut.[4] Untuk meredam ketegangan tersebut, di tahun 1856 pemerintah Hindia Belanda lalu mengangkat Gusti Andarun sebagai mangkubumi (kepala pemerintahan) Banjar dengan gelar Pangeran Hidayatullah.[11][12]
Pengangkatan tersebut ternyata tidak bisa meredakan ketegangan antara keluarga bangsawan, masyarakat, dan pemerintah Hindia Belanda. Ketegangan ini pun menjadi pemicu dimulainya Perang Banjar, dimana pada 18 April 1859, pasukan Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari menyerang tambang batu bara Oranje-Nassau di Pengaron.[13][14] Pemerintah kolonial lalu memakzulkan Tamjidullah dan mencoba menobatkan Hidayatullah sebagai sultan, namun Hidayatullah menolak tawaran tersebut. Ia sendiri dinobatkan oleh para panglima Banjar menjadi sultan pada September 1859, dengan gelar Sultan Hidayatullah Halil Illah.[15][16]
Ia memimpin Perang Banjar sampai di tahun 1862, ketika ia dan keluarganya berhasil ditangkap oleh pihak Hindia Belanda.[17] Sultan Hidayatullah beserta keluarga dan sebagian pengikutnya lalu diasingkan ke Cianjur, dimana ia menghabiskan sisa hidupnya disana sampai ia wafat di tahun 1904.[18] Atas sikapnya yang anti-imperialis dan kepemimpinannya dalam melawan pemerintahan Hindia Belanda dalam Perang Banjar, di tahun 1999 pemerintah Republik Indonesia menganugerahkannya Bintang Mahaputera Utama.[19]
Kehidupan awal
Silsilah
Pangeran Hidayatullah terlahir dengan nama kelahiran Andarun. Anak-anak bangsawan Banjar yang baru lahir dan masih muda dipanggil Antung (= yang beruntung). Setelah beranjak dewasa akan dipanggil Gusti (= Tuan). Gusti Andarun lahir di Martapura di tahun 1822, dari pasangan Pangeran Ratu Sultan MudaAbdurrahman bin Sultan Adam Al-Watsiq Billah dan Ratu Siti [Maryamah] binti Pangeran Mangkubumi Nata, yang juga bangsawan keraton Banjar (golongan tutus/purih raja). Nama kedua Gusti Andarun adalah Pangeran Hidayatullah. Nama Pangeran hanya boleh diberikan oleh Sultan, setelah pernikahan. Pangeran Hidayatullah mewarisi darah biru keraton Banjar (berdarah kasuma alias ningrat murni) dari kedua orangtuanya, dimana Pangeran Hidayatullah merupakan calon utama penerus kepepimpinan Kesultanan Banjar, sesuai dengan surat wasiat dari kakeknyaSultan Adam.[20] Di masa yang telah lampau terdapat seorang sultan Banjar yang bernama Hidayatullah. Untuk membedakan dengan sultan Hidayatullah yang pertama, maka Pangeran Hidayatullah Andarun ini oleh penulis sejarah Banjar disebut Pangeran Hidayatullah II. Pangeran Hidayatullah juga memiliki kekerabatan dengan keluarga ningrat Sumbawa, dimana bibi buyutnya yang bernama Putri Sarah/Laiya binti Sultan Tahmidullah I menikah dengan Dewa Masmawa Sultan Mahmud, sultan Sumbawa kesepuluh dan menurunkan sultan-sultan Sumbawa di generasi selanjutnya.[21][22]
Polemik suksesi Banjar
Sultan muda Abdurrahman awalnya merupakan putra mahkota Kesultanan Banjar, namun ia wafat lebih awal dari ayahnya Sultan Adam di tahun 1852.[23] Peristiwa ini menimbulkan polemik dalam keluarga ningrat Banjar mengenai siapa yang paling berhak menggantikan Sultan Adam. Terdapat tiga kandidat penerus takhta Banjar, yaitu Gusti Andarun, cucu Sultan Adam dari menantu permaisurinya Ratu Siti, Gusti Wayuri atau Tamjidullah II, cucu dari menantu selirnya Nyai Besar Aminah yang merupakan keturunan Dayak-Pacinan. Ia berusia lebih tua 5 tahun dari Gusti Andarun, dan Prabu Anom, anak Sultan Adam juga adik dari Abdurrahman, yang diusulkan oleh Nyai Ratu Kamala Sari, permaisuri dari Sultan Adam.[12][24]
Meski Gusti Andarun merupakan keturunan tutus atau ningrat murni, Tamjidullah lebih mendapat dukungan dari pemerintah Hindia Belanda sebagai penerus takhta Banjar dikarenakan kedekatannya dengan kalangan pejabat kolonial selama membantu Pangeran Mangkubumi Nata dalam menjalankan tugas-tugasnya.[24] Campur tangan Belanda dalam pengangkatan Sultan Banjar berawal dari status Kesultanan Banjar sendiri yang menjadi tanah perlindungan (protektorat) dari VOC-Belanda sejak 13 Agustus1787 di masa pemerintahan sultan Nata Alam. Pemerintah Hindia Belanda lalu menetapkan Tamjidullah sebagai sultan muda baru pada 8 Agustus 1852.[11] Sultan Adam memprotes penetapan tersebut karena Tamjidullah bukan keturunan ningrat murni, namun utusan yang dikirim untuk menyampaikan protesnya tersebut tidak diterima secara resmi oleh pusat pemerintahan Hindia Belanda di Batavia. Sultan Adam pun lalu menulis surat wasiat yang menyatakan bahwa Gusti Andarun merupakan pewaris takhta Banjar yang sah dan menginginkan rakyat Banjar untuk mengangkatnya sebagai Sultan.[25]
Pada 30 April 1856, setelah mendapatkan tekanan dari pihak Hindia Belanda, Sultan Adam menyetujui pemberian konsesi tambang batu bara kepada pemerintah kolonial. Gusti Andarun sebenarnya sudah memahami bahaya yang dapat ditimbulkan dari pemberian konsesi ini, namun ia terpaksa ikut menyetujuinya karena pasukan Belanda sudah ditempatkan di berbagai pusat tambang tersebut.[26]
Diangkat sebagai mangkubumi
Pangeran Praboe Anom Putra Sulthan Adam adalah Sultan MudaKesultanan Banjar yang dilantik oleh Sulthan Adam Al-Watsiq Billah (سلطان آدم الواثق بالله ) bin Sultan Sulaiman pada tahun 10 Juni1855.Pangeran Praboe / Pangeran Praboe Anom / Pangeran Citra / Pangeran Praboe Abdullahjuga dikenal sebagai diplomat yang cerdas.Di dalam naskah Tutur Candi,namanya adalah Pangeran Prabu Citra. [27]: Ia salah satu kandidat Putra Mahkota pengganti Sultan Adam,namun Saat itu yang terpilih sebagai Mangkubumi adalah Pangeran Mangkubumi Tamjidullah bin Sultan Muda Abdul Rahman[28] Hingga Sultan adam 10 Juni1855 menobatkan nya sebagai Sultan muda Putra Mahkota seorang pangeran yang berperan signifikan dalam sejarah politik dan sosial Kerajaan Banjar.[27][29][30] Pangeran Praboe Anom pada tahun 1851 Mencalonkan sebagai Pangeran Mangkubumi di Martapura Setelah kematian Abang kandungnya 7 September1851Pangeran MangkubumiRatoe Anom Mangkoe Boemi Kentjana Pihak Kerajaan Menunjuk Mangkubumi sejak 7 September1851Pangeran Mangkubumi Praboe / Pangeran Praboe Anom / Pangeran Praboe Citra / Pangeran Praboe Abdullah yang pendapatannya diambil dari provinsi Kelua, Amuntai, Sei Banar, Alabio, Negara. namun pihak Kolonial Hindia Belanda Menobatkan Pangeran Tamjidillah al-Watsiq Billah dilantik menjadi Pangeran Mangkubumi Banjarmasin bergelar Pangeran Mangkubumi Tamjidillah al-Watsiq Billah berdasarkan besluit per tanggal 13 November 1851 No. 2.Sebagai mangkubumi (rijksbestuurder) dan Putera Mahkota, Pangeran Ratu Sultan Muda Tamjidillah al-Watsiq Billah memperoleh gaji f 12.000 dan hasil peramasan (tambang emas) senilai 40 tahil @75 - 3.000 setahun
Pada Tanggal 5 Maret1852.Sultan Muda Abdurrahman mangkat,Pemerintah Kolonial Hindia Belanda Menobatkan Pangeran Mangkubumi Tamjidillah al-Watsiq Billah putra Sultan Muda Abdurrahman sebagai Sultan Muda Banjarmasin Pada Tanggal 10 Juni1852 oleh dengan gelar Pangeran Mangkubumi Sultan Muda Tamjidillah al-Watsiq Billah.Sultan Muda Pangeran Tamjidullah al-Watsiq Billah bin Pangeran Sultan Muda Abdur Rahman merupakan putera ke-2 Pangeran ke-2 dari Putra mahkota Pangeran Ratu Sultan Muda Abdul Rachman dengan Nyai Besar Dawang bergelar Nyai Besar Aminah Putri Dayak Tionghoa dengan nama lahir Gusti Wayuri.tidak disetujui oleh Sultan Adam al-Watsiq Billah karena melangkahi Pangeran Mangkubumi Prabu Citra Pangeran Praboe Anom,adik Kandung almarhum Sultan Muda Abdurrahman, bahkan Sultan Adam al-Watsiq Billah meminta Belanda untuk memecat Pangeran Mangkubumi Sultan Muda Tamjidillah al-Watsiq Billah sejak 1852-1855 selama tiga tahun tidak mendapatkan hasil.Pangeran Mangkubumi Martapura Prabu Citra Pangeran Praboe Anom terlibat dalam berbagai peristiwa penting yang mempengaruhi dinamika kekuasaan di Kalimantan Selatan.dikenal karena keterlibatannya dalam politik kerajaan, langkah selanjutnya Sultan Adam al-Watsiq Billah melantik Pangeran Mangkubumi Martapura Prabu Citra Pangeran Praboe Anom sebagai Sultan Muda Martapura Pada Tanggal 10 Juni1855 dengan gelar Pangeran Mangkubumi Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom Menggantikan Abang Kandung Nya yang meninggal dunia yaitu Sultan Muda Abdurrahman wafat Pada Tanggal 5 Maret 1852. Jabatan Sultan Muda Martapura Prabu Citra Pangeran Praboe Anom ini merupakan tandingan jabatan Sultan Muda Banjarmasin yang dijabat oleh Pangeran Mangkubumi Sultan Muda Tamjidillah al-Watsiq Billah yang dilantik pemerintah kolonial Hindia Belanda. pemerintah Hindia Belanda mengangkat Gusti Andarun sebagai mangkubumi yang mengatur pemerintahan dari Martapura dengan gelar Pangeran Hidayatullah pada tanggal 9 Oktober 1856.[31]
Pengangkatan Hidayatullah sebagai mangkubumi tertuang dalam Akte Van Beeediging Van Den Rijksbestierder Van Bandjarmasin, Pangeran Hidajat Oellah op 9 October 1856. (Besluit 4 Januari 1857 No. 41) Borneo, tertulis dalam bahasa Melayu di bawah:[32]
Besluit 4 Januari 1857 No. 41
Hadjrat Annabi Salallahu alaihi wassallam seribu dua ratus tudjuh puluh tiga pada kesembilan hari bulan Sjafar kepada hari Chamis djam pukul sepuluh pagi2.
Mendjadi hadjrat Almasih kesembilan hari bulan Oktober hari Chamis tahun seribu delapan ratus lima puluh enam, maka dewasa itulah sahaja Pangiran Hidajat Allah jang dengan permintaan Sri Paduka Tuan Sultan Adam Alwasikh Billah jang mempunjai tahta keradjaan Bandjarmasin beserta mupakatan dengan Sri Paduka Tuan van de Graaff residen Bandjarmasin jang memegang kuasa atas segala tanah sebelah Selatan dan Timur pulau Kalimantan sudah terima oleh Sri Paduka Jang Dipertuan Besar Gurnadur Djenderal dari tanah Hindia Nederland jang bersemajam di Betawi.
Mendjadi mangkubumi dikeradjaan Bandjarmasin bepersembahan suatu surat persumpahan ini kechadirat geburmin Hindia Nederland pada menjatakan ha mim Allah wal Rasul.
Pertama : bahwa dengan sesungguhnja sahaja berdjandji hendak maangkat pekerdjaan mangkubumi itu dengan hati jang tulus dan ichlas serta senantiasa hendak bepertolongan didalam maksud dan kehendak geburmin Hindia Nederland.
Kedua : bahwa sahaja berdjandji akan mengikuti dan mendengar sekalian titah dan perintah Sri Paduka Tuan Residen dari tanah Selatan dan timur pulau Kalimantan jang mendjadi wakil mutlaq geburnemin dipulau ini dan perintah Sri Paduka Tuan Sultan Bandjarmasin.
Ketiga : bahwa sahaja berdjandji hendak memelihara kari tulus dan ichlas antara geburnemin Hindia Nederland dengan Sri Paduka Tuan Sultan Bandjarmasin senantiasa djuga adanja.
Keempat : bahwa sahaja berdjandji hendak mendjalankan hukum jang adil dan berbuat sekalian jang mendjadikan selamat dan sentosanja Sri Paduka Tuan Sultan Bandjarmasin.
Kelima : bahwa sahaja berdjandji hendak mendjalankan sekalian aturan dan perintahan menurut seperti jang tersebut didalam kontrak jang telah diperbuat antara geburnemin Hindia Nederland dengan Sri Paduka Tuan Sultan Bandjarmasin serta mendjaga orang melanggar itu.
Kaenam : bahwa sahaja berdjandji dengan sebolih-bolihnja djua hendak mengerdjakan atas segala hal jang mendjadikan kebaikan dan sentosa keradjaan Bandjarmasin.
Ketudjuh : bahwa sahaja berdjandji tiada hendak berbuat keberatan dan kesusahan pada orang2 negeri hanja akan membuat aturan jang baik supaja segala orang didalam daerah Sri Paduka Tuan Sultan dihukumkan dengan hukum jang adil.
Kedelapan : maka sahaja mengaku lagi jang sahaja tiada sudah memberi sesuatu apa2 pembarian dan tiada sudah akan memberi apa2 kepada orang2 baik siapa2 jang oleh karena itu sahaja akan mendapat pekerdjaan mangkubumi ini.
Maka demikian tersurat tiga kali sama bunjinja pada hadjemat jang tersebut diatas ini serta dibubuh tjap dengan tapak tangan sahaja sendiri dihadapan Sri Paduka Tuan Residen jang tersebut diatas ini dan dihadapan Sri Paduka Tuan Sultan Adam Alwasikh Billah dan Paduka Tuan Sultan Muda Tamdjid Illah serta sekalian radja2 dan menteri2 ditempat Sri Paduka Tuan Residen Bandjarmasin adanja.
Tjap :
Sultan muda Tamdjid Illah.
Warna hidjau dalam lingkaran huruf Latin ditengah dengan huruf Arab.
Sultan Banjar
Ketika Sultan Adam al-Watsiq Billah meninggal pada tanggal 1 November1857 karena sakit,pemerintah Hindia Belanda menobatkan Tamjidullah II sebagai sultan Banjar yang baru di Banjarmasin Pada tahun 1274 Hijriyah, yang bertepatan dengan tanggal 3 November 1857, dipilih sebagai pusat pemerintahannya,dimana penobatan ini ditentang oleh rakyat Banjar Sehari setelah penobatannya, Setelah Pemerintah kolonial Hindia Belanda melantik Pangeran Mangkubumi Sultan Muda Tamjidillah menjadi Sultan Banjar tanggal 3 November1857,Sultan Tamjidillah II dilantik oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda sebagai Sultan Banjar lahir 1816 berusia 41 tahun sewaktu dilantik Sultan Banjar pada tanggal 3 November1857. didampingi Pangeran Mangkoe Boemi Wira Kasoema (wirakusuma) Kepala Pemerintah Negri Kesultanan Banjar 1857-1859 Mangkubumi Banjamasin memperoleh gaji bulanan f 1.000 gulden (f 12.000 gulden setahun) Penghasilan sebagai Mangkubumi kerajaan Banjar yang pendapatannya diambil dari hasil pungutan dari Tambang Paramasan 40 tahil intan Berlian, (tambang intan Berlian) senilai 40 tahil @75 - 3.000 setahun lobang intan di Titian Taras, dan Penghasilan kompensasi (f 200 gulden perbulan dari hasil pungutan dari sungai Gatal, Banjarmasin. lahir 1822 berusia 35 tahun sewaktu diumumkan pada 3 November1857. Sultan Tamjidillah al-Watsiq Billah adalah cucu Sultan Adam al-Watsiq Billah. Tamjidillah II Anak dari Nyai Besar Aminah seorang Putri DayakTionghoa ,phan tong fang (petompang),setelah kematian Sultan Adam al-Watsiq Billah meninggal pada tanggal 1 November1857, Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom di Martapura dengan pendampingnya Pangeran Mangkubumi Hidayatulah di Martapura Sebagai Vazal Tandingan di Banjarmasin Sultan Tamjidillah al-Watsiq Billah di Banjarmasin Dan Pangeran Mangkubumi Wira kasoema di Banjarmasin.Setelah Pemerintah kolonial Hindia Belanda melantik Pangeran Mangkubumi Sultan Muda Tamjidillah menjadi Sultan Banjar tanggal 3 November1857, maka pada tanggal 4 November1857 Residen mengizinkan dengan bantuan serdadu yang ada di Martapura untuk menangkap Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom di Martapura pergi ke Martapura lari dari tahanannya di Banjarmasin (sekarang Kelurahan Melayu) karena mengurusi pemakaman ayahnya Sultan Adam al Watsiq Billah. Alasannya dan tuduhan yang dikenakan pada Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom ialah bahwa di Martapura membahayakan tahta, tetapi penangkapan itu tidak berhasil. Rakyat menjadi saksi atas tindakan Sultan Tamjidillah al-Watsiq Billah di Banjarmasin Dan Pangeran Mangkubumi Wira kasoema di Banjarmasin dalam usahanya menangkap Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom. Lima hari setelah pemakaman Sultan Adam Al Wasik Billah yang sangat dicintai rakyat, keraton Martapura ditembaki serdadu Belanda untuk menangkap Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom.
Sultan Muda Pangeran Praboe / Pangeran Praboe Anom / Pangeran Praboe Citra / Pangeran Praboe Abdullah turut terlibat dalam perjuangan melawan kekuatan kolonial yang mencoba menguasai wilayah Banjar. Ia berusaha mempertahankan kedaulatan kerajaan dari ancaman eksternal.Konflik Internal Seperti banyak kerajaan lainnya, Kerajaan Banjar juga menghadapi konflik internal, namanya dikaitkan dengan Mangkubumi Hidayatulah di Martapura Sebagai Vazal Tandingan di Banjarmasin Sultan Tamjidilah Dan Mangkubumi Wira Kasoema baik dalam bentuk persaingan kekuasaan antar anggota keluarga kerajaan maupun pemberontakan dari kelompok-kelompok yang tidak puas. pada tanggal 21 november1857 Sultan Muda Pangeran Praboe / Pangeran Praboe Anom / Pangeran Praboe Citra / Pangeran Praboe Abdullah akhirnya Prabu Anom berhasil ditangkap oleh Pangeran Mangkubumi Hidayatulah menyerahkan kepada Sultan Tamjidillah al-Watsiq Billah di Banjarmasin Dan Pangeran Mangkubumi Wira kasoema di Banjarmasin.De bandjermasinsche krijg van 1859-1863, Volume 1 Oleh Willem Adriaan Rees halaman 17 https://books.google.co.id/books/content?id=JRQ5AQAAIAAJ&hl=id&pg=PA17&img=1&zoom=3&sig=ACfU3U2CzK4QPVfltT9DpE3uVT3KPAQ3Ng&w=1025 kemudian Sultan Muda Pangeran Praboe / Pangeran Praboe Anom / Pangeran Praboe Citra / Pangeran Praboe Abdullah dijebloskan ke penjara benteng Tatas selama 90 hari sejak 21 november1857 - 23 Februari1858.Sultan Tamjidullah al-Watsiq Billah menandatangani surat pengasingan pada tanggal 23 Februari1858 dan Pangeran Mangkubumi Banjarmasin Wira kasoema menandatangani surat yang menyetujui pengasingan Belanda atas pamannya Prabu Anom ke Jawa.menandatangani surat pengasingan pada tanggal 23 Februari1858.Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom dengan Nyai Ratu Kamala Sari, yang kemudian diasingkan ke Kota Bandung di awal tahun 1858 pada tanggal 23 Februari1858. dan akhirnya ia diasingkan karena dianggap membahayakan jika berada di Banjarmasin dan kemudian dibuang ke Pulau Jawa Barat Peristiwa pengasingan ini membuat geram bangsawan lainnya.serta mengakibatkan keadaan keraton Bumi Kencana Martapura tegang dan tidak kondusif. Muncul gerakan perlawanan terhadap kepemimpinan Pemerintahan Banjarmasin yang dimulai oleh tokoh karismatik bernama Panglima Aling Datu Aling Panembahan Muda Aling Sultan Muda Aling atau Panembahan Muning dari Tapin, dimana pengikut gerakan ini semakin bertambah banyak karena banyak rakyat yang tidak puas terhadap kepemimpinan Pemerintahan Banjarmasin.
Perang Banjar dimulai
Langkah Hidayatullah untuk menggantikan Sultan Adam sebagai sultan menjadi lebih terbuka pada pada Februari1859, ketika Nyai Ratu Kamala Sari beserta puteri-puterinya menyerahkan surat kepada Pangeran Hidayat, bahwa kesultanan Banjar diwariskan kepadanya, sesuai dengan surat wasiat Sultan Adam. Sultan Adam juga mewariskan Keris Abu Gagang sebagai salah-satu regalia Banjar untuk mendukung keabsahan Hidayatullah sebagai penerus takhta Banjar.[25] Hidayatullah lalu mulai menghimpun kekuatan untuk bersiap melakukan serangan terhadap daerah-daerah yang dikuasai pemerintah kolonial seperti tambang batu bara. Pada 18 April1859 terjadi penyerangan terhadap tambang batu bara Oranje-Nassau milik Hindia Belanda di Pengaron, yang dipimpin oleh Pangeran Antasari, Pembekal Ali Akbar, dan Mantri Temeng Yuda Panakawan atas persetujuan Hidayatulah.[13] Penyerangan ini menandai dimulainya Perang Banjar yang akan berlangsung sampai tahun 1906.[33] Setelah serangan yang dilancarkan terhadap tambang Oranje-Nassau, Hidayatullah lalu menggunakan taktik gerilya untuk menghadapi Belanda yang memiliki persenjataan yang lebih canggih. Di bawah kepemimpinan Antasari, pasukan Banjar mampu menguasai seluruh Martapura pada Mei 1859.[14] Sementara Hidayatullah sendiri memilih Karang Intan sebagai basis pertahanannya dalam menghadapi pasukan Belanda.[14]
Pada 25 Juni1859, Hindia Belanda melalui komando Kolonel A. J. Andresen memakzulkan Tamjidullah sebagai Sultan Banjar karena dianggap tidak bisa mengendalikan keadaan di Banjar. Belanda menilai penyerbuan tambang batubara yang dilakukan rakyat Banjar berkaitan dengan polemik suksesi Kesultanan Banjar. Pemerintah kolonial ingin menempatkan Hidayatullah sebagai sultan Banjar karena Hidayatulllah dinilai sebagai tokoh penting dalam penyerbuan ke tambang Pengaron. Hidayatullah harus bisa dijinakkan oleh Belanda melalui cara menempatkannya sebagai sultan sesuai dengan surat wasiat Sultan Adam. Namun rencana pengangkatan oleh Belanda ini ditolak mentah-mentah oleh Hidayatullah dan seluruh bangsawan maupun rakyat Banjar, karena Belanda dianggap sudah terlalu banyak mencampuri urusan keluarga kesultanan, juga adanya kecurigaan bahwa pemerintah kolonial berencana untuk menangkap Hidayatullah jika ia memenuhi panggilan dari kolonel Andersen untuk datang ke Banjarmasin.[16][24]
Hidayatullah sebagai Sultan Banjar
Di dalam Hikayat BanjarAdipati terdapat istilah Dipati dan Pangeran Dipati, misalnya Dipati Sukadana sebutan untuk penguasa kerajaan Sukadana, Dipati Sambas sebutan untuk penguasa kerajaan Sambas, Dipati Martapura Sultan Hidayatullah HalilIllah Pada tanggal 3 September1859 Sultan Hidayatullah HalilIllah dinobatkan oleh para panglima perang kiai Adipati Lehman Mangku Negara - Mangkoe Boemi Idris Adhipattie Mangkoe Nagara (Adipati Mangku Negara) Adhipattie Mangkoe Boemi (Adipati Mangkubumi) legitimasi (Adipati Mangku Negara) Adhipattie Mangkoe Boemi ( AdipatiMangkubumi) memegang pusaka kasultanan Banjar yaitu adalah kiai Adipati Lehman Mangku Negara - Mangkoe Boemi Idris yang lahir di Martapura tahun 1832 dan meninggal di Martapura pada tanggal 27 Februari1864 pada usia 32 tahun. Adipati sebutan untuk penguasa kerajaan Martapura, Dipati Ngganding seorang adipati Kotawaringin, Pangeran Dipati Anta-Kasuma, Pangeran Dipati Tuha, Pangeran Dipati Anom dan lain-lain.Pada masa Sultan Adam, dilantik seorang keponakan permaisurinya yaitu KiaiAdipatie Danoe Radja, untuk memimpin Banua Lima, yang merupakan suatu wilayah keadipatian dari Kesultanan Banjar yang merupakan gabungan dari lima lalawangan/distrik/katamanggungan. Pada masa kolonial Hindia Belanda, Kiai Adipati Danu Raja tetap memimpin wilayah yang sama dan dilantik sebagai wali penguasa dengan gelar Raden Adipati Danu Raja.Lalawangan yaitu suatu wilayah yang dipimpin KiaiTumenggung (setara dengan jabatan bupati di Jawa).
Sultan Hidayatullah HalilIllah Pada tanggal 3 September1859 Sultan Hidayatullah HalilIllah dinobatkan oleh para panglima perang kiai Adipati Lehman Mangku Negara - Mangkoe Boemi Idris Adhipattie Mangkoe Nagara (Adipati Mangku Negara) Adhipattie Mangkoe Boemi (Adipati Mangkubumi) legitimasi (Adipati Mangku Negara) Adhipattie Mangkoe Boemi ( AdipatiMangkubumi) memegang pusaka kasultanan Banjar yaitu adalah kiai Adipati Lehman Mangku Negara - Mangkoe Boemi Idris yang lahir di Martapura tahun 1832 dan meninggal di Martapura pada tanggal 27 Februari1864 pada usia 32 tahun.sementara Tagab Wajir dilantik menjadi Kiai Singapati.Setelah proklamasi mengadakan rapat-rapat untuk menyusun kekuatan.Sultan Hidayatullah HalilIllah dan kiai Adipati Lehman Mangku Negara - Mangkoe Boemi Idris berunding dengan para Mufti di daerah Martapura. Perundingan pertama diadakan di Kalampayan dan yang kedua di kampung Dalam Pagar. Dalam perundingan itu disepakati rencana untuk melakukan serangan umum terhadap kota Banjarmasin.
Beberapa tokoh yang hadir dan mendukung penobatan ini antara lain Rekan-rekan setia sehidup semati satu Seperjuangan dengan kiai Adipati Lehman Mangku Negara - Mangkoe Boemi Idris , Rekan-rekan seperjuangan kiai Adipati Lehman Mangku Negara - Mangkoe Boemi Idris :
- Kiai Derma Wijaya
- Kiai Raksa Wati
- Kiai Mas Cakra Yuda
- Kiai Puspa Yuda Negara
- Gusti Pelanduk Putera
- Pangeran Isa
- Pambakal Awang
- Kiai Jaya Surna
- Kiai Setro Wijaya
- Kiai Derma Yuda
- Kiai Muda Kencana
- Kiai Guma Wijaya
- Kiai Surung Rana
- Pambakal Noto
- Pangeran Moeda
- Pambakal Nasir, juga disebut Kia Moerta Djaja
- Kiai Narang Baija
- Said Sambas (nama asli Syarif Sa'id As-Sambasi)
- Kiai Poerbaja
- Pambakal Ahmad Zaini Dahlan
- Kiai Pati Jaya Kasuma
- Kiai Derma Lelana
- Kiai Yuda Wijaya
- Kiai Wira Yuda
- Pambakal Yunus
- Tumenggung Gamar alias Tumenggung Cakra Yuda
- Tuan Saaban
- Kiai Wira Karsa
- Kiai Jaya Pati
- Andin Ahmad Mangun Yuda
- Kiai Singa Pati
- Kiai Guru Perang Jaya Wanton
- Kiai Puspa Wira Yuda
- Rumi Jaya
- Pambakal Ulak
- Yasin
- Pangeran Sasra Kasuma
- Pangeran Saleh
- Pangeran Abdurrahman
- Pangeran Kasuma Indra
- Pangeran Muhammad Ali Bassa
- Pangeran Jaya Kasuma
- Gusti Muhammad Tarip
- Amin Oellah
- Soero Pati dengan anak-anaknya
- Kiai Djaya Lalana
- Goesti Kassan dengan anak-anaknya
kiai Adipati Lehman Mangku Negara - Mangkoe Boemi Idris Adhipattie Mangkoe Nagara (Adipati Mangku Negara) Adhipattie Mangkoe Boemi (Adipati Mangkubumi) merupakan gelar berganda yang menjabat sebagai Pangeran Mangkubumi Radja Bitjara Sultan Bicara Rijksbestierder, Wali Pangeran Ratu, Wali Putera Mahkota, Wali Sultan Muda, Wali Sultan. Pangeran yang menjabat Pangeran Mangkubumi menyandang gelar Dewan Senior Mahkota, Pangeran Bendahara, Adipati, Raden Dipati, Pangeran Dipati, Pangeran Dipati Anom, Pangeran Perabu Anum, Pangeran Ratu Anum, Pangeran Ratu Anom, Perdana Menteri, Wajir Mu'adlam.sebagai Sultan Banjar Pangeran Hidayat dan sebagai Mangkubumi adalah Adhipattie Mangkoe Nagara (Adipati Mangku Negara) Adhipattie Mangkoe Boemi ( AdipatiMangkubumi) Adhipattie Mangkoe Nagara (Adipati Mangku Negara) Adhipattie Mangkoe Boemi Demang Lehman.Sultan Hidayatullah HalilIllah dan kiai Adipati Lehman Mangku Negara - Mangkoe Boemi Idris Pada tanggal 10 Desember 1860, Sultan Hidayatullah HalilIllah melantik Gamar dengan gelar Tumenggung Cakra Yuda sebagai panglima perang Sabil terhadap Belanda dan menjadikan Gunung Pamaton sebagai basis pertahanannya. Rakyat di Gunung Pamaton menyambut kedatangannya dan mulai membuat benteng pertahanan sebagai usaha menghalau tentara Belanda yang akan menangkapnya.
Sultan Hidayatullah Pada bulan Juni1861, serangan umum direncanakan untuk dilakukan pada tanggal 20 Juni1861, namun rencana itu bocor ke pihak Belanda. Untuk menghadapi serangan umum pasukan Banjar terhadap Martapura, Asisten Residen Mayor Koch meminta bantuan kepada Residen Gustave Verspijck di Banjarmasin yang segera mengirimkan bantuan dengan mengirimkan kapal perang "Van Os" yang mengangkut meriam dan perlengkapan perang lainnya.[34] Penobatan Sultan Hidayatullah HalilIllah ini menjadikan dirinya sebagai satu-satunya pemimpin rakyat Banjar antara tahun 3 september1859 sampai 3 maret1862
Pada 5 Februari1860 kolonial Hindia Belanda mengumumkan bahwa Mencopot jabatan Pangeran Mangkubumi Mangkoe Boemi Kencana Martapura Hidayatullah HalilIllah dan kiai Adipati Lehman Mangku Negara - Mangkoe Boemi Idris- Pada Tanggal 5 Februari1860. pemerintah Martapoera Pangeran Mangkubumi Hidayatullah HalilIllah di Martapura Sebagai Vazal Tandingan di Banjarmasin Pangeran Sorie Mataram,Pangeran Muhammad Tambak anyar , dan Pangeran Mangkubumi Wira kasoema al-Watsiq Billah di Banjarmasin Dan kolonial Hindia Belanda mencopot jabatan Pangeran Mangkubumi Mangkoe Boemi Kencana Martapura Hidayatullah HalilIllah dan kiai Adipati Lehman Mangku Negara - Mangkoe Boemi Idris- Selanjutnya,Pangeran Achmit Sebelumnya Pangeran Achmid merupakan salah seorang anggota dari 10 orang anggota Komisi Kerajaan (pasca pembubaran Kesultanan Banjar oleh kolonial Belanda). Ia merupakan putera Raja Banjar Sultan Sulaiman al-Mu'tamidullah/Sultan Sulaiman Saidullah 2 dan saudara sepihak (sebapak) dengan Raja Banjar Sultan Adam.10 orang anggota Komisi Kerajaan (pasca pembubaran Kesultanan Banjar oleh kolonial Belanda) menandatangani pada tanggal 11 Juni1860, Kesultanan Banjar dibubarkan dari daftar kerajaan Nusantara oleh pemerintah Hindia Belanda, sebagaimana diumumkan oleh DE RESIDENT VAN SOERACARTA, GOUVERNEMENTS
COMMISSARIS IN DE Z. & O. AFDEELING VAN BORNEO,F. N. NIEU WENHUIJZEN (Surat Bepernyatan dari Residen Surakarta, Komisaris Gubernemen untuk Afdeeling Selatan dan Timur Borneo Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen)[32]
PROCLAMATIE.
Mengumumkan melalui surat berpernyataan di bawah: Surat Bepernyatan dari Residen Surakarta, Komisaris Gubernemen untuk Afdeeling Selatan dan Timur Borneo, Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen[32]
PROCLAMATIE.
SURAT BEPERNJATAAN.
Daripada kita Sri Paduka Tuan Rasidin Surakarta Komisaris Gubernemen Hindia Nederland ditanah sebelah selatan dan timur pulau Kalimantan kepada sekalian radja2 mantri2 pambakal2 mukti2 penghulu2 hadji2 dan segala rakjat dari keradjaan Bandjermasin jang sudah dilalukan.
Maka pada penghabisan hari daripada bulan April tahun jang lalu adalah berdurhaka membuat rusuh didalam keradjaan Bandjermasin jang dahulu serta kemawannja siapa jang sudah ma-ada-akan dan jang sudah turut didalam itu karusuhan mesri dekatkan jang dia terada maatur dangan tentu tetapi sipatannja jang utama jaitu perintahan Sri Paduka Baginda Maharadja Nederlan didalam ini bahgian tanah Kalimantan dan menghendaki umur dan barang2nja dari berapa banjak hambanja jang sudah berdamai dan jang tinggal dangan diam2 sadja dan jang memberi kehasilan dan kauntungan kepada itu keradjaan dangan mendjadikan usaha2. Maka perbuatan bunuh jang kidji oleh karena dilakukan dangan tipu dan menhianat disertakan dangan dhalim sudah dilakukan kepada itu hamba2 Sri Paduka Baginda Maharadja Nederlan jaitu dilakukan oleh dan dangan perintah orang2 jang djahat dan jang durhaka jang mengerdjakan itu perbuatan dangan pura2 berkelahi dari sebab igama jaitu pura2 perang sabil. Tetapi sebetulnja malanggar aturan igama jang begitu tentu dan terang bunjinja dan dangan menjampaikan kainginan dan mentjari kehormatan dirinja sudah merusakkan kesenangan dan kesentosaan dari satu negeri.
Maka sekalian hal ichwal itu mendjadikan gupernemen Hindia Nederlan jang senantiasa sabar didalam hal orang jang sesat ingatan tetapi jang selamanja biasa menundjukkan kekerasannja jang tiada boleh ditegahkan dimana orang mendjatuhkan tangannja jang salah kepada haknja dan kepada kesentosaannja hamba rakjatnja.
Ma-angkat sendjata akan mengerdjakan dan mahukumkan orang2 mana jang sutalalu salah kepadanja.Maka apa jang sudah djadi jaitu angkau semuanja sudah tahu. Pada segala tempat jaitu kebetulan sudah menang atas kesalahan dan dia orang mana jang sudah ma-ada-akan pikiran membuat rusuh dan jang turut djadi kepalanja berandal sekarang ini mengambara didalam hutan dan rimba seperti rusa jang diburu dan orang ketjil jang kena tjilaka tipu daja oleh karena itu orang2 djahat punja tipu daja dan perkataan dusta mulanja terikut sama itu orang2 djahat sekarang ini dangan bentjana berpaling dari dia orang. Maka sementalah itu dilakukanlah langkah jang pertama sehingga beroleh kedjadian jang sudah meninggalkan tahta keradjaan Bandjarmasin.
Maka sasudahnja itu ditimbanglah baik2 apa itu tahta keradjaan akan dikasih lagi kepada satu radja Melaju dan djikalau boleh dikasih sama siapa akan dikasihkan. Tetapi kasihan2nja timbangan itu jaitu didalam jang Gupernemen Hindia Nederlan tiada suka akan menambahi daerah tanah pigangannja jang sudah begitu luas adalah kemustian kepadanja akan memasukkan kedalam pigangannja sekalijan tanah jang masuk bilangan keradjaan Bandjarmasin. Sebab tiadalah boleh diharap jang dangan djalan jang lain itu keradjaan jang sudah beberapa tahun lamanja ada didalam kasakitan dan jang banjak tersangsara oleh karena rusuh nanti akan boleh dibetulkan kembali dangan pemeliharaan kasentosaan dan aturan sehingga ada ketentuan dan ada tanggungan jang hari kemudian akan sedjahteranja dan tiada berbahaja lagi.
Maka dari sebab itulah Sri Paduka Jang Dipertuan Basar Gupernur Djenderal dari tanah Hindia Nederlan sudah menentukan sebagaimana sudah diberi tahu kepada sekalian orang pada surat bepernjataan kita dari hari ini jaitu jang keradjaan Bandjarmasin pada sekarang ini djuga dan selama2nja tiada akan dipindjamkan dan diberi pegang lagi kepada satu radja Melaju dan oleh karena itu dangan menanti penerimaan Sri Paduka Jang Dipertuan Besar Gupernur Djenderal dari tanah Hindia Nederlan kita sabdakan jang keradjaan Bandjarmasin jang diperintahkan sendirinja sekarang ini diberhentikan keadaannja itu dan sekalian tanah jang mana mendjadi itu keradjaan jang sudah dilalukan daripada sekarang ini djuga akan masuk bilangan tanah jang diperintah oleh Gubernemen Hindia Nederlan didalam bahagian sebelah selatan dan timur pulau Kalimantan dangan memberhentikan kakuasaannja dan perintahnja komisi jang sudah diberi pegang keradjaan Bandjarmasin sasudahnja Sri Paduka Tuan Sulthan Tamdjid Illah dangan kasukaannja sudah turun dari tahta keradjaan Bandjarmasin pada perkara dua dari surat bepernjataan dari Sri Paduka tuan kolonil adjudan daripada Sri Paduka Baginda Maharadja Nederlan didalam pekerdjaan jang utama serta komisaris Gubernemen dan kepala dari tentara peperangan didalam bahagian tanah sebelah selatan dan timur pulau Kalimantan daripada tanggal dua puluh hari bulan Juni tahun seribu dalapan ratus lima puluh sembilan.
Maka daripada sasa’at ini djuga berhentilah sekalian orang daripada kaharusan dan kamustian menurut parintahan taturunan radja2 jang sudah memegang keradjaan Bandjarmasin hanja akan harus mengebakti dan musti menurut perintahan punggawa2 orang kulit putih dan punggawa2 Melaju jang kita sudah tentukan memerintah angkau dan perintahan kepala2 kampung ditempat kediamanmu. Adapun itu kepala2 kampung kita tetapkan didalam kaadaannja sekarang ini. Maka perbuatan dan sipatan pemerintahan baru jang ditaruh kaatasmu jaitu akan menambahi keselamatanmu dan akan mengeraskan kebetulan dan aturan dan kesentosaan.
Maka dangan karena itulah satu padjar jang baru sudah terbit bagimu dan kita berani harap jang angkau dangan menhormati kepada siapa jang kita tentukan memerintah kepadamu didalam mendjadi kauntungan kepada dirimu sendiri akan melandjur-akan dan mendjadikan itu pengharapan kita daripada itu padjar serta jang gupernemen tiada akan dimustikan lagi akan memberi rasa tangannja jang menghadjar dan mehukum kepadamu.
Maka igamamu akan senantiasa dihormati tetapi didalam itu angkau patut mahormati djua orang lain punja igama. Maka barangsiapa jang tiada menurut seperti ini dan mengatakan jang oleh sebab mengeraskan igama ma-ada-akan kagemparan atawa ma-ada-akan kasusahan jang lain jaitu dangan tiada boleh tiada hanja dangan kekerasan jang tiada tepermanai nanti akan dihukumkan dangan hukuman jang paling tjela sekali. Maka kehendak Sri Paduka Baginda Maharadja jang tertentu sekali jang satu2 hamba rakjat Sri Paduka Baginda Maharadja akan diberikan didalam igama jang diturutnja dan sekali2 tiada boleh diganggu diketjualikan pemeliharaan dari mata sahabat dan orang2nja daripada melanggar aturan jang sedjati atas kebetulan hukum. Maka demikian itulah harus angkau membawa kelakuanmu karena kehendak radja jang tiada menghendaki dan menjipat lain daripada kasentosaannja dan kauntungannja dari sekalian orang tiada satu orang jang boleh tiada membilang apalagi melanggar. Maka sekalian charadjat seperti uang kepala dan bea dan apa djuga namanja jang tempo keradjaan Bandjarmasin sudah kebiasaan orang membajar jaitu pada setempo ini akan ditetapkan seperti dahulu djuga.
Tetapi sementalah itu kita akan ma-ichtiar-akan sehingga itu charadjat mana2 jang pada timbangan kita mahalangi atas kasentosaanmu diberhentikan dan diganti dangan lain jaitu jang lebih rata beratnja.
Maka sebelumnja kita akan sedia dangan aturan itu jaitu dari pasal pekerdjaan jang musti diangkat oleh orang2 negeri mengganti pekerdjaan jang sebagaimana kaadatan dahulunja dari pasal ini. Kita tentukan jang orang2 negeri harus bekerdja dangan tiada mendapat bajaran sekalian pekerdjaan jang tersebut dibawah ini jaitu :
Bekerdja didalam kampung2nja jang ditundjukkan oleh siapa jang memegang jaitu jang djadi kepala kampung,
Mendjaga didalam rumah2 djaga jang didirikan ditempat jang diperintahkan oleh kepala negeri mendjaga dan membawa orang tutupan atawa tawanan,
Membikin dan memelihara djalanan dan djembatan2 dan rumah djaga dan pasanggrahan pakai punggawa2 dan tentara peperangan jang berdjalan,
Maka pekerdjaan jang dapat bajaran jaitu :
Membawa orang2 jang berdjalanan dan membawa barang2 bekerdja mendjadi kuli mengerdja rumah dan lain2 pekerdjaan guperneman.
Maka radja2 jang ada mendapat kurniaan kahasilan tanah daripada jang ganti berganti mendjadi radja dari keradjaan Bandjarmasin jang sudah dilalukan jaitu ia ditetapkan boleh memungut itu hasil dangan bernanti karidha'annja Sri Paduka Jang Dipertuan Besar Gupernur Djenderal dari tanah Hindia Nederlan tetapi jang tiada boleh dapat apa2 jaitu mana2 jang sudah turut tjampur didalam rusuh dan oleh sebab itu sudah hilang haknja atas kemurahan gupernemen. Maka ditentukan lagi jang adalah harus kepada gupernemen djikalau dikehendaki olehnja akan memberhentikan itu radja2 maambil kahasilannja itu tanah2 dangan memberi kepadanja gantian karugian dangan uang satimbang dangan itu kahasilan adanja.
Termaktub dinegeri Bandjarmasin kepada hari bulan Djuni 1860.
DE RESIDENT VAN SOERACARTA, GOUVERNEMENTS
COMMISSARIS IN DE Z. & O. AFDEELING VAN BORNEO,
F. N. NIEU WENHUIJZEN}}
Pertempuran Gunung Pamaton Pertama
Mayor Koch pun lalu melakukan penyerangan besar-besaran secara tiba-tiba ke benteng Gunung Pamaton tempat pertahanan Sultan Hidayatullah di tanggal 19 Juni 1861, mendahului rencana serangan umum terhadap Martapura oleh rakyat yang telah bocor ke pihak Belanda.[35] Rakyat seluruh daerah Martapura dan sekitarnya bangkit menahan serangan Belanda sehingga hampir di seluruh pelosok terjadi pertempuran. Pertempuran bahkan terjadi pula di daerah Kuala Tambangan di selatan. Di sekitar daerah Mataraman, panglima Pambakal Mail juga terlibat pertempuran menghadapi serdadu Belanda. Sementara itu di kampung Kiram, tidak jauh dari Gunung Pamaton dan daerah Banyu Irang, Pambakal Intal dan pasukan Tumenggung Gumar telah berhasil menghancurkan kekuatan Kopral Neyeelie.[19] Pasukan Belanda bukan saja menyerang benteng Gunung Pamaton yang belum berhasil dikuasainya, namun juga membakar rumah-rumah penduduk warga sipil, membinasakan kebun-kebun dan menangkapi penduduk, sehingga penjara Martapura penuh sesak.[36] Tumenggung Gamar yang lalu membawa pasukannya untuk memasuki kota Martapura ternyata tidak berhasil melakukan serangan, karena Belanda telah mempersiapkan pertahanan yang lebih kuat.[36]
Serangan Belanda di tanggal 19 Juni1861 terhadap benteng Gunung Pamaton akhirnya berhasil digagalkan oleh rakyat Banjar yang memiliki persenjataan yang lebih sederhana. Dalam pertempuran di Gunung Pamaton, banyak sekali jatuh korban di kedua belah pihak. Letnan Ter Dwerde dan Kopral Grimm yang memimpin langsung serangan Belanda tewas terkena tombak dan tusukan keris di perutnya.[34] Sementara mayat-mayat pasukan Belanda yang terbunuh dihanyutkan di sungai Pasiraman, dimana Pambakal Intal dan pasukannya berhasil menguasai senjata para serdadu Belanda.[34] Benteng Gunung Pamaton saat itu dipertahankan oleh banyak pimpinan perang Banjar, selain Sultan Hidayatullah terdapat pula Demang Lehman, Tumenggung Gamar, Raksapati, Kiai Puspa Yuda Negara.[37] Terdapat juga panglima perempuan dalam pertempuran ini yaitu Kiai Cakrawati yang selalu menunggang kuda, dimana ia sebelumnya juga ikut mempertahankan benteng Gunung Madang.[34]
Pertempuran Gunung Pamaton Kedua
Di bulan Agustus1861, Mayor Koch sekali lagi mengerahkan pasukannya untuk menyerbu Gunung Pamaton. Sebelum serangan dilakukan. Mayor Koch menghancurkan semua ladang, lumbung padi rakyat, hutan-hutan, dengan harapan menghancurkan persediaan bahan makanan, serta menghancurkan hutan-hutan yang berpotensi dapat dijadikan benteng pertahanan oleh rakyat Banjar.[12] Mayor Koch gagal dalam usahanya untuk menangkap Sultan Hidayatullah dan pimpinan perang lainnya, karena sebelumnya benteng ini telah ditinggalkan, karena Hidayatullah menggunakan siasat gerilya dalam usaha melawan Belanda yang memiliki persenjataan yang lebih unggul.[38] Namun ibu dari Sultan Hidayatullah, Ratu Siti, berhasil ditemukan oleh pasukan Hindia Belanda dan disandera di Martapura.[39]
Setelah ditipu dengan terlebih dahulu menyandera ibunya, Sultan Hidayatullah ditangkap oleh pihak Hindia Belanda pada 28 Januari 1862, dikarenakan adanya kabar bahwa ibunya akan dihukum gantung.[40] Hidayatullah menyerahkan diri karena ia mendengar kabar bahwa ada kemungkinan setelah ibunya dihukum gantung, jasadnya akan dimutilasi oleh pihak pemerintahan kolonial.[39] Lalu pada 2 Maret1862 ia dibawa dari Martapura ke Banjarmasin, lalu menuju Batavia menggunakan kapal uap di tanggal 3 Maret 1862 dan akhirnya diasingkan ke Cianjur.[13][41] Tampuk kepemimpinan Kesultanan Banjar lalu diserahkan kepada Pangeran Antasari, yang dinobatkan pada 14 Maret 1862 dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.[42] Perang Banjar sendiri baru benar-benar berakhir di tahun 1906.[43]
Pengasingan
Catatan berikut ini merangkum peristiwa penting yang melibatkan pengasingan keluarga Kesultanan Banjar oleh Kolonial Hindia Belanda pada tahun 3 Maret1862:[44] Di tempat pengasingannya, ia menjadi seorang yang aktif dalam menyebarkan ilmu agama Islam kepada masyarakat setempat.[39]
- Letnan Satu Johannes Jacobus Wilhelmus Eliza Verstege:
- Pangkat terakhir: Letnan Kolonel.
- Mengiringi perjalanan keluarga Kesultanan Banjar yang melibatkan Pangeran Wirakusuma II dan Hidayatullah II.
Pengasingan:
- Jumlah Keluarga yang Diusir: 67 keluarga Sultan Banjar.
- Tanggal Penahanan: 3 Maret1862.
- Transportasi:
- Kapal Van Os: Digunakan untuk mengangkut para tahanan perang.
- Kapal Uap Perang Yang Mulia Bali: Mengangkut para tahanan dari Banjarmasin ke Batavia.
- Jadwal Perjalanan:
- Keberangkatan dari Banjarmasin: Pukul 21.00.
- Tiba di Batavia (Jakarta): 1 April1862.
- Lokasi Pengasingan: Cianjur, Jawa Barat.
- Tanggal Pengasingan: 25 Juni1862.
- Status: Tahanan perang di barak militer Hindia Belanda di Cianjur.
Konteks Sejarah
Pengasingan ini terjadi setelah Belanda berhasil menundukkan perlawanan dari Kesultanan Banjar. Pangeran Wirakusuma II dan Hidayatullah II dan beberapa anggota keluarga kerajaan diasingkan sebagai upaya untuk mengakhiri perlawanan dan memperkuat kontrol Belanda atas wilayah tersebut. Pengasingan ini adalah bagian dari strategi kolonial Belanda untuk mengurangi pengaruh dan kekuatan lokal yang dapat mengancam kekuasaan mereka di Hindia Belanda.
Berikut adalah data lengkap mengenai pengasingan keluarga Kesultanan Banjar pada tahun 1862 berdasarkan catatan Catatan Jean M. C. E. Le Rutte:
Keluarga Kesultanan Banjar yang Dibuang ke Jawa Barat (1862)
1. Pangeran Wirakusuma II Putra Sultan Muda Abdurrahman
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][47]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
2. Ratu Ratna Nafis
- Anak Pangeran Muhammad Nafis Bin Ratu Salamah Binti Sultan Sulaiman dari Banjar
- Ibunya: Alooh Sinah Binti Alooh Angool Binti Kiai Adipati Singasari
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][48]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
3. Ratoe Sulthan Abdoel Rachman (Ratoe Halimah)
- Ibu Pangeran Wirakusuma II
- Bin ♀ Pangeran Muhammad Said dengan Siti Fatimah Al-Banjari Binti Syarifah Al-Banjari Binti Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][49]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
4. Nyai Arpiah Diceraikan menikah dengan Hidayatullah + Dayang 3
- Pembantu Wanita
- Ratu Pangeran Wirakusuma
5. Ratu Ainun Jariah
- Lahir: 1856
- Umur: 6 Tahun
- Anak Pangeran Wirakusuma
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][50]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
6. Pangeran Mohamad Illah
- Lahir: 1853
- Umur: 9 Tahun
- Anak Pangeran Wirakusuma
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][51]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
7. Ratu Hapsa / Haspah
- Lahir: 1855
- Umur: 7 Tahun
- Anak Pangeran Wirakusuma
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][52]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
8. Ratu Asiah / Ratu Hasiah
- Lahir: 1858
- Umur: 4 Tahun
- Anak Pangeran Wirakusuma
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][53]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
9. Pangeran-Syarif Abu Bakar Putra Ratu Biduri bin Sultan Muda Abdurrahman
- Anak P. Syarif Umar
- Menantu Pangeran Wirakusuma
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][54]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
10. Ratu Syarif Abu Bakar
- Istri No. 9
- Anak Pangeran Wirakusuma
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][55]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
11. Syarifah Ratu Intan
- Lahir: 1858
- Umur: 4 Tahun
- Anak No. 9 & 10
- Cucu Pangeran Wirakusuma
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][56]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
12. Njahi Saadah + Dayang 4
- Pembantu Wanita
- Pahlawan Perang Banjar
- Gugur: 15 Juni1859
- Ratu Pangeran Wirakusuma
13. Njahi Hadidjah + Dayang 5
- Pembantu Wanita
- Pahlawan Perang Banjar
- Gugur: 15 Juni1859
- Pangeran Wirakusuma
14. Goestie Hatidja + Dayang 6
- Pembantu Wanita
- Lahir: 1859
- Umur: 4 Bulan
- Pahlawan Perang Banjar
- Gugur: 15 Juni1859
- Anak Pangeran Wirakusuma
15. Ratu Hasiah Binti Pangeran Antasari + Dayang 7
- Pembantu Wanita
- Meninggal: 23 Februari1858
- Sebelum Pecahnya Perang Banjar
- Ratu Pangeran Wirakusuma
16. Njahi Saadah + Dayang 8
- Pembantu Wanita
- Pahlawan Perang Banjar
- Gugur: [[15 Juni]1859
- Ratu Pangeran Wirakusuma
17. Ratu Sherif Ali + Dayang 9
- Pembantu Wanita
- Pahlawan Perang Banjar
- Gugur: 15 Juni1859
- Puteri Sulung Pangeran Sherif Oemar
- Keponakan Hidayat dan Pangeran Wirakusuma
18. Panglima Pengawal Kiai Puspa
- Nama Lahir: Tuan Kotter
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][57]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
19. Panglima Pengawal Kiai Raksa Negara
- Nama Lahir: Abdul Kadir
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][58]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
20. Panglima Pengawal Kiai Mas Demang
- Nama Lahir: Kiai Suta Kassa
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][59]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
21. Panglima Pengawal Kiai Jaya Surna
- Nama Lahir: Diman
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][60]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
22. Panglima Pengawal Kiai Suring Rana
- Nama Lahir: Sahibul Behasyim
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][61]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
23. Dayang 10
- Pembantu Wanita
24. Dayang 11
- Pembantu Wanita
25. Dayang 12
- Pembantu Wanita
26. Dayang 13
- Pembantu Wanita
27. Dayang 14
- Pembantu Wanita
28. Dayang 15
- Pembantu Wanita
29. Dayang 16
- Pembantu Wanita
30. Dayang 17
- Pembantu Wanita
31. Punggawa 1
- Pembantu Lelaki
32. Punggawa 2
- Pembantu Lelaki
33. Anak Punggawa 2
34. Pangeran Hidayatullah
- Lahir: 1822
- Wafat: 24 November1904 pada usia 82 tahun
- 'Adik Tiri Pangeran Wirakusuma II
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][62]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
35. Ratu Mas Bandara
- Istri P. Hidayat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][63]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][64]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
37. Nyai Umpai
- Istri P. Hidayat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][65]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
38. Nyai Semarang
- Istri P. Hidayat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][66]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
39. Rattena Wandari
- Anak Angkat Nyai Semarang
- Umur: 2 Tahun
- Lahir: 1860
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][67]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
40. Nyai Jamedah
- Istri P. Hidayat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][68]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
41. Nyai Ampit
- Istri P. Hidayat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][69]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
42. Gusti Syari Banun menikah dengan Pangeran Muhammadilah Putra Pangeran Wirakusuma
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][70]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
43. Janda Ratu Scheriff (Syarif) Kesuma
- Binti Syarif Umar
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][71]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][72]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
45. Nyai Derie
- Mertua Hidayat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][73]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
46. Pangeran Abdul Rakhman
- Umur: 6 Tahun
- Lahir: 1856
- Anak Hidayat dengan Almarhumah Ratoe Maas Rattena Kedirie Meninggal: 15 Juni 1859 (Perang Banjar) Binti
Pangeran Parbaya (Saudara Ratu Siti)
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][74]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
47. Gusti Mohamad Saleh
- Umur: 7 Tahun
- Lahir: 1855
- Anak Hidayat dengan Nyai Arpiah
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][75]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
48. Putri Bulan
- Anak Hidayat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][76]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
49. Ratu Siti
- Ibu Hidayatullah
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][77]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
50. Pangeran Kasuma Indra / Pangeran Indra Kesuma
- Menantu Hidayat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][78]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
51. Ratu Kasuma Indra
- Anak P. Hidayat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][79]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
52. Pangeran Mohamad Hanafiah
- Umur: 4 Bulan
- Anak dari No. 50 & 51
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][80]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
53. Pangeran Jaya Kasuma / Raden Tuyong
- Saudara Kandung Ratu Siti
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][81]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
54. Ratu Jaya Kasuma
- Saudara Kandung P. Hidayat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][82]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
55. Gusti Mohamad Seman
- Anak No. 53 & 54
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][83]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
56. Pangeran Sasra Kasuma
- Pangeran Sasyra Kesuma
- Anak P. Hidayat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][84]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
57. '
- Ratu Sasyra Kesuma 1
- isrtri 1 Pangeran Sasyra Kesuma
58. '
- Ratu Sasyra Kesuma 3
- isrtri 2 Pangeran Sasyra Kesuma
59. '
- Pangeran Sasyra Kesuma1
- Anak Pangeran Sasyra Kesuma
60. '
- Pangeran Sasyra Kesuma2
- Anak Pangeran Sasyra Kesuma
61. '
- Pangeran Sasyra Kesuma3
- Anak Pangeran Sasyra Kesuma
62. Nyai Ipah
63. Gusti Isa / Pangeran Mohamad Alibasa
- Menantu P. Hidayat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][85]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
64. Ratu Saleha
- Anak P. Hidayat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][86]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
65. Gusti Unus
- Anak Pangeran Kasuma Ningrat
dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur Jawa Barat yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][87]dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin sultan terakhir dari Kesultanan Paser
66. Dayang 1
- Pembantu Wanita
67 Dayang 2
- Pembantu Wanita
Untuk catatan, Letnan satu Johannes J. W. E. Verstege mengiringi perjalanan keluarga kesultanan di atas.
Pangeran Hidayat dijamin dengan pemasukan seumur hidup sejumlah 1000 gulden per bulan, kerabat lainnya juga menerima dukungan penuh kasih dari pemerintah Hindia Belanda.}}
Selama menetap di tempat pengasingannya di Cianjur, Sultan Hidayatullah bertempat tinggal di pemukiman yang dinamakan Kampung Banjar atau Gang Banjar, dimana pemukiman ini terletak di sekitar barak militer Hindia Belanda yang sekarang menjadi Makodim 0608, yang sekarang masuk dalam daerah Kel. Sayang, Kec. Cianjur.[39] Dari tempat ini Hidayatullah menjalankan peran sebagai pendakwah untuk masyarakat setempat, dimana masyarakat Cianjur menjulukinya "ulama berjubah kuning" dikarenakan pakaian kuning yang sering dikenakannya.[44][88] Selama pengasingannya, hanya residen Priangan, Christiaan van der Moore dan bupati Cianjur, Raden Prawiradireja II yang mengetahui identitas aslinya.[18] Di Cianjur, Hidayatullah juga menikahi Nyai Etjeuh, seorang bangsawan setempat yang menurunkan orang-orang blasteran Banjar-Sunda di Cianjur.[89]
Sultan Hidayatullah wafat di tanggal 24 November 1904 pada usia 82 tahun. Ia dimakamkan di daerah Bukit Joglo yang sekarang masuk Kel. Sawah Gede, Cianjur, yang letaknya dekat dengan Taman Prawatasari.[39][90] Kelak di area pemakaman yang sama, dimakamkan juga Sultan Ibrahim Khaliluddin, sultan terakhir dari Kesultanan Paser yang juga berperang melawan pemerintahan kolonial Belanda. Menurut versi lain Pangeran Syarif Hasyim bin Tengku Muhammad Zain Al-Qudsi yang merupakan seseorang yang gagah berani yang ditugaskan untuk memberantas brandal-brandal yang membrontak pada pemerintahan belanda, pada masa Mayor Vespijk menjadi residen di Banjarmasin, sejarah menceritkan brandal-brandal yang memberontak dipimpin oleh Pangeran Hidayatullah, pembrontakan makin menjadi-jadi sehingga regen belanda terbunuh, sehingga pangeran Syarif Hasyim Al-Qudsi melancarkan serangan terhadap benteng-benteng gerombolan yang memberontak sehingga Pangeran Hidayatullah merasa terdesak dan meminta ampun dengan menyerahkan diri, dan Pangeran Hidayatullah pun menjadi tahanan, tetapi ketika tahu akan dipindahkan ke Cianjur maka Pangeran Hidayatullah pun melarikan diri, sehingga Pengeran Syarif Hasyim Al-Qudsi dan Anaknya Syarif Ali Al-Qudsi mencari dan menahan seluruh keluarga Pangeran Hidayatullah anak beserta istrinya, sehinngga membuat Pangeran Hidayatullah resah dan akhirnya menyerahkan diri lagi kepada pemerintahan belanda. Kemudain Pangeran Hidayatullah dibawa ke Cianjur dengan aman.
Selanjutnya pangeran Syarif Hasyim Al-Qudsi diangkat mejadi Pangeran Syaruf di Kepangeranan canal manunggal batulicin, dan misi menumpas pemberontakan masih berelanjut, pemebrontakan yang dipimpin oleh Damang Wungkang yang membrontak di Banjarmasin. kemudian Pangeran Syarif Hasyim Al-Qudsi mendapat bantuan dari jepang dan akhirnya Damang Wungkang bisa dilumpuhkan, kemudian Banjarmasin aman dengan kepemimpinan Pangeran Syarif Hasyim bin Tengku Sayyid Muhammad Zain Al-Qudsi.
Selanjutnya sejarah yang kedua yaitu peperangan yang terjadi di Banjarmasin peprangan ini adalah perang menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh para berandal yang tidak patuh pada pemerintahan belanda pada naskah manuskrip yang ditemukan oleh penulis perang di sini yaitu pada saat indonesia masih dikuasai oleh Belanda dan kerajaan masih mendukung dengan pemerintahan Belanda (kerajaan boneka) dengan pusat pemerintahan oleh Mayor Vespijk yang menjadi residen di Banjarmasin, peperangan dengan para pemberontak yang paling terkenal adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Pangeran Hidayatullah, yang meresahkan pemerintahan belanda hingga akhirnya bisa diredam dan Banjarmasin kembali menjadi aman.
Pangeran Syarif Hasyim Al-Qudsi dan saudaranya Pangeran Syarif Husein Al-Qudsi bekarja sama dengan kolonial belanda pada era perang banjar, mareka adalah Putera - putera Tengku Sayyid Muhammad Zain bin Habib Abdurrahman bin Habib Abdullah Al-Qudsi Al-Hasani.[91]
Keturunan
Anak-anak dari Sultan Hidayatullah diantaranya:
1# Putri Bintang (anak Ratu Mas Bandara)
2# Putri Bulan (anak Ratu Siti Aer Mas)
3# Ratu Kusuma Indra (anak Ratu Siti Aer Mas)
4# Pangeran Abdul Rahman (anak Ratu Mas Ratna Kediri)
5# Ratu Saleha (anak Nyai Rahamah)
6# Gusti Sari Banun (anak Nyai Rahamah)
7# Pangeran Sasra Kasuma (anak Nyai Noerain)
8# Gusti Muhammad Saleh (anak Nyai Arpiah)
9# Pangeran Amarullah (anak Nyai Etjeuh, Cianjur)
10# Pangeran Alibasah (anak Nyai Etjeuh, Cianjur)
11# Dan Lain-lain
Bagan Silsilah
Menurut Naskah Cerita Turunan Raja Banjar Dan Kotawaringin (Hikayat Banjar Resensi I) Keturunan Kiai Singasari,termasuk golongan anak cucu orang sepuluh (Nanang-nanangan Raja) yang berhak memakai gelar bangsawan rendah yaitu gelar Nanang atau Anang untuk keturunan lelaki dan Alooh (Galuh) untuk keturunan perempuan.Sebelum menjadi permaisuri, gelarnya adalah Nyai saja Dari Nyai Bukan Menjadi Ratu.setelah menjadi permaisuri gelar Ratu ditambahkan di belakang gelar Nyai menjadi Nyai Ratu. Hal tersebut menunjukkan bahwa ia bukan berasal dari golongan keturunan raja bangsawan rendah, lain halnya jika isteri utama Sultan berasal dari golongan keturunan Raja, maka namanya secara langsung otomatis disebut Ratu saja, tanpa kata Nyai di depannya.Menurut Naskah Cerita Turunan Raja Banjar Dan Kotawaringin (Hikayat Banjar Resensi I) Biasanya gelar dari isteri utama Pangeran Mahkota yang bukan berasal dari keturunan raja adalah Nyai Besar, kemudian setelah menjadi permaisuri Sultan disebut Nyai Ratu
Kiai Adipati Singasari merupakan kakek Radhen Adipatie Danoe Radja.Menurut Naskah Cerita Turunan Raja Banjar Dan Kotawaringin (Hikayat Banjar Resensi I) Keturunan Kiai Singasari,termasuk golongan anak cucu orang sepuluh (Nanang-nanangan Raja) yang berhak memakai gelar bangsawan rendah yaitu gelar Nanang atau Anang untuk keturunan lelaki dan Alooh (Galuh) untuk keturunan perempuan.Sebelum menjadi permaisuri, gelarnya adalah Nyai saja Dari Nyai Bukan Menjadi Ratu.setelah menjadi permaisuri gelar Ratu ditambahkan di belakang gelar Nyai menjadi Nyai Ratu. Hal tersebut menunjukkan bahwa ia bukan berasal dari golongan keturunan raja bangsawan rendah, lain halnya jika isteri utama Sultan berasal dari golongan keturunan Raja, maka namanya secara langsung otomatis disebut Ratu saja, tanpa kata Nyai di depannya.Menurut Naskah Cerita Turunan Raja Banjar Dan Kotawaringin (Hikayat Banjar Resensi I) Biasanya gelar dari isteri utama Pangeran Mahkota yang bukan berasal dari keturunan raja adalah Nyai Besar, kemudian setelah menjadi permaisuri Sultan disebut Nyai Ratu'
ADIPATI BANUA LIMA ♂ Kiai Adipati Singasari (memiliki anak 12 orang)
♂ Kiai Temenggung Dipanata (mempunyai anak 7 orang)
Kiai Adipati Singasari leluhur raja-raja Pulau Laut.Menurut Naskah Cerita Turunan Raja Banjar Dan Kotawaringin (Hikayat Banjar Resensi I) Keturunan Kiai Singasari,termasuk golongan anak cucu orang sepuluh (Nanang-nanangan Raja) yang berhak memakai gelar bangsawan rendah yaitu gelar Nanang atau Anang untuk keturunan lelaki dan Alooh (Galuh) untuk keturunan perempuan.Sebelum menjadi permaisuri, gelarnya adalah Nyai saja Dari Nyai Bukan Menjadi Ratu.setelah menjadi permaisuri gelar Ratu ditambahkan di belakang gelar Nyai menjadi Nyai Ratu. Hal tersebut menunjukkan bahwa ia bukan berasal dari golongan keturunan raja bangsawan rendah, lain halnya jika isteri utama Sultan berasal dari golongan keturunan Raja, maka namanya secara langsung otomatis disebut Ratu saja, tanpa kata Nyai di depannya.Menurut Naskah Cerita Turunan Raja Banjar Dan Kotawaringin (Hikayat Banjar Resensi I) Biasanya gelar dari isteri utama Pangeran Mahkota yang bukan berasal dari keturunan raja adalah Nyai Besar, kemudian setelah menjadi permaisuri Sultan disebut Nyai Ratu'
ADIPATI BANUA LIMA ♂ Kiai Adipati Singasari (memiliki anak 12 orang)
Menurut Naskah Cerita Turunan Raja Banjar Dan Kotawaringin (Hikayat Banjar Resensi I) Keturunan Kiai Singasari,termasuk golongan anak cucu orang sepuluh (Nanang-nanangan Raja) yang berhak memakai gelar bangsawan rendah yaitu gelar Nanang atau Anang untuk keturunan lelaki dan Alooh (Galuh) untuk keturunan perempuan.Sebelum menjadi permaisuri, gelarnya adalah Nyai saja Dari Nyai Bukan Menjadi Ratu.setelah menjadi permaisuri gelar Ratu ditambahkan di belakang gelar Nyai menjadi Nyai Ratu. Hal tersebut menunjukkan bahwa ia bukan berasal dari golongan keturunan raja bangsawan rendah, lain halnya jika isteri utama Sultan berasal dari golongan keturunan Raja, maka namanya secara langsung otomatis disebut Ratu saja, tanpa kata Nyai di depannya.Menurut Naskah Cerita Turunan Raja Banjar Dan Kotawaringin (Hikayat Banjar Resensi I) Biasanya gelar dari isteri utama Pangeran Mahkota yang bukan berasal dari keturunan raja adalah Nyai Besar, kemudian setelah menjadi permaisuri Sultan disebut Nyai Ratu
ADIPATI BANUA LIMA ♂ Kiai Adipati Singasari (memiliki anak 12 orang)
♂ Kiai Temenggung Dipanata (mempunyai anak 7 orang)
Raden Adipati Danu Raja merupakan kerabat (ipar) Nyai Ratu Kamala Sari (permaisuri Sultan Adam) Menurut Naskah Cerita Turunan Raja Banjar Dan Kotawaringin (Hikayat Banjar Resensi I) Keturunan Kiai Singasari,termasuk golongan anak cucu orang sepuluh (Nanang-nanangan Raja) yang berhak memakai gelar bangsawan rendah yaitu gelar Nanang atau Anang untuk keturunan lelaki dan Alooh (Galuh) untuk keturunan perempuan.Sebelum menjadi permaisuri, gelarnya adalah Nyai saja Dari Nyai Bukan Menjadi Ratu.setelah menjadi permaisuri gelar Ratu ditambahkan di belakang gelar Nyai menjadi Nyai Ratu. Hal tersebut menunjukkan bahwa ia bukan berasal dari golongan keturunan raja bangsawan rendah, lain halnya jika isteri utama Sultan berasal dari golongan keturunan Raja, maka namanya secara langsung otomatis disebut Ratu saja, tanpa kata Nyai di depannya.Menurut Naskah Cerita Turunan Raja Banjar Dan Kotawaringin (Hikayat Banjar Resensi I) Biasanya gelar dari isteri utama Pangeran Mahkota yang bukan berasal dari keturunan raja adalah Nyai Besar, kemudian setelah menjadi permaisuri Sultan disebut Nyai Ratu'[106]Kekerabatan AdipatiBanua Lima dengan Raja Pulau Laut
♂ Raja Pulau Laut: Pangeran Amir Husin Kasuma + ♀ Ratoe Bese
↓ (berputra)
♂ Raja Pulau Laut: Pangeran M. Aminullah Kasuma + ♀ Ratu Tajeng
↓ (berputri)
♀ Putri Jahrah Kasoema
↓ (berputra)
♂ Gusti Chaldoen + ♀ Gusti Rohana
↓ (berputri)
♀ Gusti Mahrita
♀ Gusti Risnawati
♀ Gusti Megaria
♀ Gusti Helyani
♀ Gusti Helnawati
♂ Gusti Helyadi
Hubungan Silsilah dengan keluarga kerajaan Sumbawa
Di bawah ini adalah hubungan silsilah Raja Banjar dengan Raja Sumbawa.
Tertulis dalam buku Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde volume 14 (1864:503):[21]
Omtrent de lans Kaliblah wordt het navolgende verhaald. Zij behoorde vroeger tot de rijkswapens van den Sultan van Sumbawa. Een dezer Sultans nu was in het huwelijk getreden met Ratoe Laija, eene zuster van Sultan Tahmid Ilah II van Bandjermasin. Uit dat huwelijk is de Sulthan Mohamad, die later over Sumbawa geregeerd heeft geboren.[21]
Berikut ini terkait dengan tombak Kaliblah. Tombak ini dulu milik senjata nasional Sultan Sumbawa.
Buah dari pernikahan itu adalah Sulthan Mohamad (Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin II Raja Sumbawa XIII 1795-1816), yang kemudian memerintah atas Sumbawa.
^M. Idwar Saleh, Sri Sutjiatiningsih (1993). Pangeran Antasari. Indonesia: Proyek lnventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 18.
^C. E. van Kesteren, R. A. van Sandick, J. E. de Meyier (1891). De Indische gids (dalam bahasa Belanda). J. H. de Bussy. hlm. 821.Parameter |vol= yang tidak diketahui mengabaikan (|volume= yang disarankan) (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ ab(Indonesia) Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986
^Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia), Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia) (1860). Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap (dalam bahasa Belanda). 9. Lange. hlm. 120.
^A. MEIJER (Jonkheer.) (1872). Militair tijdschrift (dalam bahasa Belanda). Bruining & Wijt. hlm. 554.Parameter |vol= yang tidak diketahui mengabaikan (|volume= yang disarankan) (bantuan)