Tentang terbentuknya awal kerajaan Paser, Haji Aji Abdoel Rasyid dan kawan-kawan yang ditulis oleh M.Irfan lqbal, et.al. Dalam bukunya yang berjudul “Budaya dan Sejarah Kerajaan Paser” mengatakan terbentuknya Kerajaan Paser pada tanggal 2 Safar tahun 9 Hijriyah atau tahun 630 Masehi. Pada saat Putri Petong berusia 22 tahun dilantik atau dinobatkan menjadi ratu (ratu pertama kerajaan Paser) yang semula kerajaan Padang Bertinti menjadi kerajaan Sadurengas. Namun, dalam versi Pemerintah Kabupaten Paser, Kerajaan Sadurangas didirikan pada abad ke-16 atau sekitar tahun 1516.[1]
Sebelum Putri Petong menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya. Putri Petong diyakini menganut kepercayaan animisme atau suatu kepercayaan yang memuja roh-roh halus dan dewa-dewa. Roh-roh halus atau dewa-dewa diyakini bisa membantu sewaktu-waktu diperlukan, untuk memanggil roh-roh halus tersebut dibutuhkan sebuah bangunan berbentuk rumah yang dinamakan Panti, di dalam panti tersebut diberi sesajen kue-kue yang dibuat berbentuk patung-patung dari tepung beras menyerupai roh yang akan dipanggil. Putri Petong setelah bersuamikan Abu Mansyur Indra Jaya, setahun kemudian Putri Petong melahirkan anak yang pertama seorang lelaki yang diberi nama Aji Mas Nata Pangeran Berlindung bin Abu Mansyur Indra Jaya. Tiga tahun kemudian Putri Petong melahirkan lagi seorang anak perempuan, yang diberi nama Aji Putri Mitir binti Abu Mansyur Indra Jaya dan enam tahun kemudian Putri Petong melahirkan lagi seorang lelaki yang diberi nama Aji Mas Pati IndrabinAbu Mansyur Indra Jaya.
Islamisasi
Islamisasi di Kerajaan Paser melalui beberapa jalur, antara lain:
Jalur perdagangan sungai Kendilo merupakan sungai besar pada zaman mereka, yang selalu dilalui para pedagang dari berbagai daerah Nusantara, termasuk pedagang dari Arab. Interaksi antara masyarakat Kerajaan Paser dengan para pedagang muslim menyebabkan sebagian masyarakat penduduk tertarik untuk memeluk agarna Islam.
Dalam sebuah cerita rakyat, Putri Petong sebelum kawin dengan Abu Mansyur Indra Jaya, sudah beberapa kali kawin, akan tetapi jika akan berhubungan badan dengan lelaki, jika tidak lari dari peraduan atau mati. Hal ini disebabkan sari bambu yang melekat pada Putri Petong. Kawinlah dengan Abu Mansyur Indra Jaya yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut[9]
Perkawinan seorang puteri dari Aria Manau/Kakah Ukop/Aji Tunggul, bernama Sri Sukma Dewi yang bergelar Putri Betung[16] dengan Abu Mansyur Indra Jaya (pimpinan ekspedisi agama Islam dari Giri) yang dikaruniai anak, yaitu:[17]
1636, Paser kembali ditaklukan atas bantuan VOC sesuai Perjanjian 4 September1635, antara Sultan Banjar dengan VOC.[19]
1641, Sultan Mustain Billah menyuruh Kiai Martasura ke Makassar (Tallo-Gowa) untuk menjalin hubungan bilateral kedua negara pada masa I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud, Raja Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan MalikussaidRaja Gowa 1638-1654, ia meminjam Pasir kepada Marhum Panembahan sebagai tempat berdagang. Sejak itu Paser dan wilayah ring terluar tidak lagi mengirim upeti ke Banjar.[20] Peristiwa sebelum adanya Perjanjian Bungaya ini menunjukkan pengakuan Makassar (Tallo-Gowa) mengenai kekuasaan Kesultanan Banjar terhadap daerah di sepanjang tenggara dan timur pulau Kalimantan. Pada masa itu Sultan Makassar terfokus untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di kawasan timur Nusantara. Namun setelah Perjanjian Bungaya (1667), Kesultanan Gowa dilarang berdagang ke timur dan utara Kalimantan.
Pada abad ke-18 Raja Wajo, La Madukelleng menawan daerah Kutai, Paser, Pagatan dan menyerang Banjarmasin tetapi berhasil dipatahkan. Sebelumnya La Madukelleng menikah dengan Andin Anjang/Andeng Ajeng putri dari Aji Geger bin Aji Anom Singa Maulana (Sultan Aji Muhammad Alamsyah). Ketika Sultan wafat, istri La Maddukelleng dicalonkan menjadi Ratu Paser, Namun sebagian orang-orang Paser menolak pencalonan tersebut dan terjadi pemberontakan di kerajaan. Untuk meredakan keadaan La Maddukelleng bersama Pasukannya menyerang dan menaklukkan Paser. Ia menjadi Raja Paser tahun 1726–1736. Salah seorang putri La Maddukelleng dengan Andeng Ajeng bernama Aji Putri Agung kemudian menikah dengan Sultan Aji Muhammad Idris (Sultan Kutai XIV).
1765, VOC berjanji membantu Sultan BanjarTamjidullah I yang dibantu VOC Belanda untuk menaklukan Paser kembali untuk memungut upeti. Paser sudah berada di bawah pengaruh La Madukkeleng yang anti VOC Belanda[19]
1768–1799, Pemerintahan Aji Dipati yang bergelar Sultan Dipati Anom Alamsyah, ia menikahi Ratu Intan I binti Daeng Malewa, Ratu negeri Cantung dan Batulicin.[21]
1799–1811, Pemerintahan Aji Panji yang bergelar Sultan Sulaiman Alamsyah, ia menganeksasi negeri-negeri Kerajaan Tanah Bumbu yang berada di bawah kekuasaan Raja Gusti Besar selama 15 tahun, Aji Radin suami Gusti Besar mati terbunuh oleh seorang Bugis yang menjadi misi dari Sultan Sulaiman raja Paser, kemudian tanah milik Gusti Besar (Landschap Cengal)) dapat direbut kembali oleh Adi Jawi (anak Gusti Besar) dengan bantuan Punggawa Tatioep.
^Vr, Cilik Riwut. Kalimantan Membangun alam dan kebudayaan, PT. Tiara Wacana Yogya, cetakan pertama 17 Agustus 1993 halaman 119-120
^(Belanda) J.L.A. Brandes, Nāgarakrětāgama; Lofdicht van Prapanjtja op koning Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, naar het eenige daarvan bekende handschrift, aangetroffen in de puri te Tjakranagara op Lombok1902.
^Antemas, Anggraini (54). Orang-Orang Terkemuka dalam Sejarah Kalimantan (edisi ke-5). Kalimantan Selatan: Ananda Nusantara.Periksa nilai tanggal di: |year= (bantuan)
^Sudah itu maka Marhum Panembahan menyuruh Kiai Lurah Tjutjuk orang empat puluh sebuah perahu ke Pasir, ia itu mengambil Haji Tunggul serta anak isterinya - Artinya Haji (Aji) itu orang besarnya, bukannya haji artinya orang datang dari Mekkah - Sudah itu datang Haji Tunggul itu dengan anak isterinya serta keluarganya. Sudah itu anaknya yang perempuan bernama Haji Ratna itu dijadikan oleh Marhum Panembahan lawan Dipati Ngganding. Hatta sudah itu beranak perempuan dinamai Andin Djuluk. Sudah itu beranak pula itu perempuan namanya Andin Hayu. Banyak tiada tersebut (petikan HIKAYAT BANJAR).
^Kemudian lagi tersebut ada seorang anak orang besar Pasir bernama Raden Aria Mandalika. Asal bapanya itu priyayi dari Giri beristerikan anak Haji Tunggul, orang Pasir. Maka Raden Aria Mandalika datang ke Martapura diperisterikan lawan Gusti Limbuk itu, saudara Raden Kasuma Raga itu. Maka pangandika Marhum Panembahan pada Haji Tunggul itu: "Dahulunya anak Haji Tunggul itu menjadi pawaranganku jadi mintuha oleh Dipati Anta-Kasuma itu, maka sekarang ini Aria Mandalika ini sudah beristeri lawan cucuku Si Dayang Limbuk. Adapun akan upati di Pasir itu akan berikan arah cucuku itu. Lamun ada suruhanku meminta atau maambili maka serahkan, lamun tiada itu jangan seperti zaman dahulu kalanya itu." Maka sembah Haji Tunggul itu:"Kaula junjung kaula suhun nugraha sampian itu atas batu kepala kaula." Itulah mulanya Pasir itu maka tiada tiap-tiap tahun menghantarkan upati ke Banjar, ke Martapura itu (Cuplikan HIKAYAT BANJAR).
^ abcdefg(Indonesia) Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia- Belanda 1635-1860, Penerbit Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat 1965
^Kemudian daripada itu tatkala Kiai Martasura ke Mangkasar, zaman Karaing Patigaloang itu, ia menyuruh pada Marhum Panembahan itu meminjam Pasir itu akan tempatnya berdagang serta bersumpah: "Barang siapa anak cucuku hendak aniaya lawan negeri Banjar mudah-mudahan dibinasakan Allah itu." Maka dipinjamkan oleh Marhum Panembahan. Itulah mulanya Pasir - serta diberi desa namanya Satui dan Hasam-Hasam dan Kintap, dan Sawarangan itu, Banacala, Balang Pasir dan Kutai dan Berau serta Karasikan - itu tiada mahanjurkan hupati ke Martapura itu. (Cuplikan HIKAYAT BANJAR)