Pertempuran Selat BaliPertempuran Selat Bali atau disebut juga sebagai operasi lintas laut Banyuwangi-Bali merupakan pertempuran amfibi pertama yang meletus pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia dan berlangsung pada 5 April 1946 di perairan Selat Bali. Pertempuran tersebut melibatkan dua belah pihak berlawanan antara pasukan Tentara Republik Indonesia (TRI) di bawah komando Kapten Markadi melawan pasukan tentara Belanda, dan memberikan kemenangan telak bagi pihak Indonesia.[1] Awal mulaKedatangan Belanda bersama tentara sekutu ke Indonesia pada tanggal 2 Maret 1946 adalah untuk menguasai kembali Pulau Jawa sebagai pusat pemerintahan Republik Indonesia dengan menguasai terlebih dahulu pulau-pulau kecil seperti Bali dan Nusa Tenggara yang disebut sebagai Sunda kecil. Situasi di wilayah Bali dan sekitarnya telah berhasil diduduki oleh Belanda dengan adanya penambahan jumlah pasukan mereka menjadi sekitar 2.000 prajurit. Berita tersebut memberi desakan pada Markas Besar Umum TRI di Yogyakarta untuk segera menginstruksikan operasi Jawa - Bali secara berkala sebagai antisipasi agar kedaulatan RI tetap terjaga. Tim yang dibentuk untuk melakukan operasi tersebut terdiri dari tiga kompi, diantaranya: Pasukan pimpinan Kapten Markadi (untuk selanjutnya diikenal sebagai Pasukan M), pasukan yang dipimpin Kapten Albert Waroka yang bersiaga di Banyuwangi, serta pasukan TRI Angkatan Darat pimpinan Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai. Dari Ketiga kompi tersebut, hanya Kapten Markadi bersama pasukannya yang mendapat tugas untuk memberi dukungan kemerdekaan pada rakyat Bali. Ia kemudian membagi kekuatan pasukannya kedalam empat divisi, tiga divisi fokus pada pertempuran dan satu divisi yang disebut combat intelligence section (CIS) bertugas sebagai pengumpul informasi.[2] Insiden di Selat BaliPada tanggal 4 April Kapten Markadi bersama Pasukan M mulai bertolak dari Pantai Boom menyeberangi Selat Bali menggunakan 16 perahu cadik yang diperoleh dari bantuan para nelayan setempat. Mereka melintasi Selat Bali sekitar pukul sembilan malam tanpa diketahui oleh pihak Belanda. Namun keesokan harinya pada 5 April menjelang fajar, sekitar dua mil dari bibir Pantai Penginuman, pelayaran mereka dihadang oleh dua kapal Angkatan Laut Belanda jenis LCM (land craft mechanized) yang sedang berpatroli. Tepat sebelum perahu-perahu tersebut diminta untuk menyerah kepada Belanda, Kapten Markadi memberi isyarat untuk bersiap-siap menyerang. Baku tembak akhirnya meletus di Selat Bali. Angkatan Laut Belanda membombardir perahu Pasukan M dengan senjata kaliber 12,7 mm. Serangan tersebut tidak berdampak buruk karena hanya mengenai tiang perahu.[2] Belanda juga sempat beberapa kali mengarahkan kapal mereka untuk menabrak perahu milik Kapten Markadi. Ketika posisi kedua kapal dan perahu semakin berdekatan, Kapten Markadi segera menyambut dengan melempari sejumlah bom granat tangan ke arah kapal musuh, yang mengakibatkan salah satu kapal terbakar dan tenggelam.[3] Sementara kapal satunya berhasil menjauh, kembali ke Pantai Penginuman dengan membawa beberapa kerusakan. Kapten Markadi bersama Pasukan M kemudian memutar haluan dan kembali ke Pelabuhan Banyuwangi untuk menghindari konflik yang berlebihan. Peristiwa tersebut mengakibatkan dua korban dari pihak Indonesia, Sumeh Darsono dan Sidik, serta Tamali yang mendapatkan luka tembak.[4] Mereka memulihkan diri beberapa saat kemudian kembali berlayar ke Pulau Bali pada malam harinya dan berhasil mendarat di Bali untuk bergabung membantu pasukan Ciung Wanara yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai melawan pasukan Angkatan Laut Belanda.[5] Referensi
|