Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
Undang-undang sebelumnya yang pernah mengatur seputar pemilihan umum di Indonesia adalah sebagai berikut.
UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;[7] yang diubah dengan UU Darurat No. 18 Tahun 1955[8] dan UU No. 2 Tahun 1956.[9]
UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat;[10] yang diubah dengan UU No. 4 Tahun 1975;[11] UU No. 2 Tahun 1980,[12] dan UU No. 1 Tahun 1985.[13]
UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum;[14] yang diubah dengan UU No. 4 Tahun 2000.[15]
UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;[16] yang diubah dengan Perppu No. 2 Tahun 2004[17] dan Perppu No. 1 Tahun 2006.[18]
UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.[19]
UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.[20]
UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;[21] yang diubah dengan Perppu No. 1 Tahun 2009.[22]
UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.[23]
UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.[24]
UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.[25]
Berdasarkan UUD 1945, setiap pemilihan umum di Indonesia harus berlandaskan asas-asas berikut ini.[14][26]
Langsung, yakni para pemilih memiliki hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa adanya perantara atau perwakilan.
Umum, yakni jaminan atas kesempatan menyeluruh untuk memilih dan dipilih bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu, tanpa adanya diskriminasi atau pengecualian yang berdasarkan acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial.
Bebas, yakni setiap warga negara yang berhak memilih bebas untuk menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun, sehingga setiap warga negara dalam melaksanakan haknya tersebut dijamin keamanannya dalam memilih sesuai dengan kehendak hati dan kepentingannya.
Rahasia, yakni pemilih yang memberikan suaranya dijamin bahwa pilihannya itu tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun, sehingga pemilih dapat memberikan suaranya kepada siapa pun pada surat suara tanpa diketahui oleh orang lain. Asas tersebut tidak berlaku bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela mengungkapkan pilihannya kepada pihak mana pun.
Jujur, yakni para penyelenggara dan para pelaksana, para pengawas dan para pemantau, para peserta dan para pemilih, Pemerintah, serta semua pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung dalam penyelenggaraan pemilihan umum harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adil, yakni setiap pemilih dan peserta mendapat perlakuan yang sama dan bebas dari kecurangan pihak mana pun dalam penyelenggaraaan pemilihan umum.
Berikut ini merupakan struktur hierarkis pelaksana pemilu di tingkat nasional dan daerah pada tiap pemilu. Nama yang dicetak miring berarti kelompok tersebut bersifat ad hoc, yaitu dibentuk pada periode tertentuk dalam masa pemilu.
^Panitia Pemilihan pada pemilu tahun 1955 sebenarnya melaksanakan pemilu pada tingkat daerah pemilihan (dapil) yang sedikit berbeda dengan pembagian administratif tingkat provinsi pada saat itu.
Badan Pengawas Pemilihan Umum adalah lembaga independen yang berwenang untuk mengawasi penyelenggaran pemilu di seluruh Indonesia. Badan pengawas pemilu mulai diadakan mulai pada pemilu 1982 sebagai bagian dari Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum (Panwaslak Pemilu).[12] Pada pemilu 1999, badan ini bernama Panitia Pengawas. Dalam pemilu 2004, badan ini menjadi Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) sebagai bagian dari KPU.[14] Lalu pada pemilu 2009, badan ini menjadi lembaga yang terpisah dari KPU dengan nama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).[20]
Berikut ini merupakan struktur hierarkis pengawas pemilu di tingkat nasional dan daerah pada tiap pemilu per tahun 1982. Nama yang dicetak miring berarti kelompok tersebut bersifat ad hoc, yaitu dibentuk pada periode tertentuk dalam masa pemilu.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) merupakan lembaga independen khusus yang menjalankan mekanisme cek dan balans (check and balance) terhadap kinerja KPU dan Bawaslu beserta lembaga di bawahnya. DKPP bertugas menangani dan menindaklanjuti pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penyelenggara pemilu. DKPP mulai diadakan dalam pemilu 2014.[24] Lembaga ini merupakan kelanjutan dari Dewan Kehormatan KPU yang diadakan pada pemilu tahun 2009.[20]
Pemilihan umum legislatif pada tahun 1955 hanya untuk memilih anggota DPR, kemudian pemilihan umum legislatif pada tahun 1971–1999 untuk memilih anggota DPR dan DPRD, sementara pemilihan umum legislatif pada tahun 2004 dan sesudahnya untuk memilih anggota DPR, DPRD, dan DPRD.
Seluruh pemilihan umum legislatif Indonesia yang pernah ada menggunakan sistem perwakilan berimbang/proporsional, yaitu jumlah kursi legislatif yang didapatkan oleh partai politik sesuai dengan perbandingan jumlah suara yang diperoleh dalam pemilihan umum. Pemilihan legislatif pada tahun 1955–1999 menggunakan sistem daftar tertutup, yaitu pemilih hanya mempengaruhi jumlah kursi partai dan calon anggota legislatif ditentukan sepenuhnya oleh internal partai politik. Pemilihan legislatif pada tahun 2004 dan setelahnya menggunakan sistem daftar terbuka, yaitu pemilih mengetahui dan dapat memilih langsung calon anggota legislatif dari suatu partai yang lebih dijagokan.
Pemilu Era Demokrasi Liberal ini diikuti oleh 36 partai politik, 34 organisasi massa, dan 48 calon perorangan nonpartisan sebagai peserta yang memperebutkan 257 kursi DPR. Pemilu ini berhasil diselenggarakan di 15 daerah pemilihan, tetapi gagal dilaksanakan di dapil Irian Barat karena wilayah tersebut masih dikuasai oleh militer Belanda.[28]
Dari pemilu 1971, Golongan Karya memperoleh 236 kursi DPR dan menguasai jumlah mayoritas kursi DPRD di berbagai kabupaten dan kotamadya. Empat partai peserta teratas setelah Golongan Karya berhasil memperoleh puluhan kursi DPR, yakni NU dengan 58 kursi, Parmusi dengan 24 kursi, PNI dengan 20 kursi, dan PSII dengan 10 kursi.[29]
Setelah kejadian fusi partai politik pada tahun 1973,[32] peserta pemilu 1977 menjadi tinggal dua partai politik, yaitu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta satu organisasi Golongan Karya. Ketiga peserta tersebut masih memperebutkan 360 kursi dari 460 kursi di DPR serta empat perlima dari seluruh kursi DPRD yang berjumlah antara 40–75 kursi.[31]
Pemilu 1977 masih dimenangkan telak oleh Golongan Karya. Dalam pembagian kursi DPR, Golongan Karya mendapat 232 kursi, sementara PPP mendapatkan 99 kursi dan PDI mendapatkan 29 kursi.[29]
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah.
Jumlah anggota DPRD Provinsi pada Provinsi DKI Jakarta, Aceh, Provinsi-provinsi di Papua, adalah 1¼ kali lebih banyak dari DPRD provinsi menurut undang-undang.
Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.
Pilpres 2024 adalah sebuah proses demokrasi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024–2029. Pemilihan ini menjadi pemilihan presiden langsung kelima di Indonesia. Pilpres 2024 telah digelar secara serentak pada 14 Februari 2024 bersamaan dengan pemilu legislatif.
Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) menjadi bagian dari rezim pemilu sejak 2007. Pilkada pertama di Indonesia adalah Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara pada 1 Juni 2005. Tentang persyaratan calon presiden, calon anggota DPR-RI, DPD-RI, MPR-RI DPRD Provinsi dan Kabupaten disamakan dengan Pemilihan kepala daerah di Indonesia. Dana kampanye pemilihan umum dan kepala daerah di kelola oleh tim kampanye atau komunikator politik.[36]
^ ab"Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi Undang-Undang". Undang-Undang No. 7 Tahun 2023.
^"Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Angota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat". Undang-Undang No. 4 Tahun 1975.
^ ab"Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1975". Undang-Undang No. 2 Tahun 1980.
^"Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagaimana telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1975 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980". Undang-Undang No. 1 Tahun 1985.
^"Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah". Undang-Undang No. 12 Tahun 2003.
^"Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Menjadi Undang-Undang". Undang-Undang No. 20 Tahun 2004.
^"Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi Undang-Undang". Undang-Undang No. 10 Tahun 2006.
^"Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah". Undang-Undang No. 10 Tahun 2008.
^"Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi Undang-Undang". Undang-Undang No. 17 Tahun 2009.
^Feith, Herbert (2007). The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia (dalam bahasa Inggris). Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd,. ISBN979-3780-45-2.
^ abcdSekretariat Jenderal KPU (2010). Pemuilu untuk Pemula: Modul 1(PDF). Komisi Pemilihan Umum. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2018-12-10. Diakses tanggal 2020-10-10.
^ ab"Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah". Undang-Undang No. 16 Tahun 1969.
^"KPU Tetapkan 17 Parpol Peserta Pemilu 2024" (Siaran pers). Jakarta: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia. 2022-12-15. Diakses tanggal 2022-12-16.
Evans, Kevin Raymond (2003). The History of Political Parties & General Elections in Indonesia (dalam bahasa Inggris). Jakarta: Arise Consultancies. ISBN979-97445-0-4.
Labolo, Muhadam; Ilham, Teguh (2015). Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep dan Isu Strategi. Jakarta: Rajawali Pers. ISBN978-979-769-881-2.