Deliar Noer
Prof. Dr. Deliar Noer, M.A. (9 Februari 1926 – 18 Juni 2008) adalah seorang dosen, pemikir, peneliti, dan politikus asal Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai rektor IKIP Jakarta, pendiri dan Ketua Umum pertama Partai Ummat Islam. Deliar merupakan sedikit dari intelektual dan ilmuwan politik yang memiliki integritas tinggi dan aktif menulis. Ia juga merupakan salah seorang perintis dasar-dasar pengembangan ilmu politik di Indonesia. PUI yang didirikannya kini dipimpin oleh Abdullah Amas seorang Mantan Wasekjen PB HMI Latar belakangDeliar Noer lahir dari orang tua yang berasal dari Parak Laweh, Pakan Kamih, Tilatang Kamang, Agam, Sumatera Barat. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Ayahnya, Noer bin Joesof, merupakan kepala pegadaian di Kota Medan, Sumatera Utara. Pada mulanya ia diberi nama Muhammad Zubair. Namun karena sering sakit-sakitan, namanya diganti menjadi Deliar.[butuh rujukan] Karena hidup berpindah-pindah, maka ia bersekolah di berbagai tempat. Dia mendapatkan pendidikan di HIS Taman Siswa Tebing Tinggi, MULO Bukittinggi, INS Kayutanam, Tyugakko di Medan, dan SMT (Kolese Kanisius) di Jakarta. Setelah lulus dari SMT, ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Nasional.[1] Setelah memperoleh gelar sarjana, ia terus ke Universitas Cornell, Amerika Serikat untuk mengambil gelar master (1960) dan doktor (1963). Melalui disertasinya yang berjudul: Gerakan Islam Modernis di Indonesia 1900-1942, ia menjadi orang Indonesia pertama yang memperoleh gelar doktor filsafat dalam ilmu politik.[2] KehidupanDeliar Noer mengawali karier pekerjaan pada tahun 1947. Ia bekerja sebagai penyiar untuk Radio Republik Indonesia dengan tujuan untuk membiayai pendidikannya. Selanjutnya, ia bekerja sebagai wartawan koran "Berita Indonesia" dan majalah bulanan "Nusantara". Setelah itu, Deliar bertugas menjadi staf perwakilan Departemen Perdagangan Republik Indonesia di Singapura.[butuh rujukan] Tahun 1950 ia ditunjuk menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Jakarta. Tiga tahun kemudian ia terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar HMI. Dari organisasi inilah kemudian ia berkenalan dengan tokoh-tokoh nasional seperti Hamka, Natsir, dan Mohammad Roem. Tahun 1951 ia bekerja sebagai staf Departemen Luar Negeri. Sepulang dari Amerika Serikat pada tahun 1963 ia menjadi dosen di Universitas Sumatera Utara. Di universitas ini ia hanya mengajar selama dua tahun sebelum akhirnya diberhentikan oleh Syarif Thayeb, yang menjabat sebagai Menteri Ilmu Pengetahuan Alam dan Pendidikan. Ia dituduh subversi dan dianggap sebagai kaki tangan Amerika Serikat.[3] Pada tahun 1967 ia menjabat sebagai rektor IKIP Jakarta (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta). Di bulan Juni 1974, ia kembali diberhentikan karena kritis terhadap tindakan represif pemerintah dalam penanganan Peristiwa Malari. Setelah dilarang mengajar di seluruh Indonesia, ia menerima tawaran untuk menjadi peneliti dari Universitas Nasional Australia. Tahun kedua di Australia, ia menjadi dosen tamu di Universitas Griffith.[4] Setelah mengajar selama lima tahun, ia dan Mohammad Natsir membentuk Lembaga Islam untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat. Pada awal era Orde Baru, ia menjadi staf penasihat Presiden Soeharto. Lalu ia mengundurkan diri karena perbedaan ideologi dengan Soeharto. Bersama dengan Mohammad Hatta, ia mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia. Namun partai itu tidak disetujui oleh pemerintah. Di era reformasi, ia mendirikan Partai Ummat Islam. Tetapi dalam Pemilu 1999, tidak mendapatkan cukup suara untuk melampaui ambang batas parlemen .[5] KeluargaPada bulan April 1961, Deliar melangsungkan pernikahannya di Amerika Serikat dengan seorang gadis Mandailing, Zahara Daulay. Dari perkawinannya dengan Zahara, ia dikaruniai dua putra, yaitu Muhammad Dian dan Muhammad bin Deliar Noer. Namun putranya yang kedua meninggal sewaktu kecil. Bibliografi
Referensi
Bibliografi
|