Pertempuran Tarakan (1942)

Pertempuran Tarakan
Bagian dari Perang Dunia II, Perang Pasifik, Kampanye Hindia Belanda
Tanggal11–12 Januari 1942
LokasiPulau Tarakan, Hindia Belanda
Hasil Kemenangan Jepang
Pihak terlibat
 Belanda Jepang
Tokoh dan pemimpin
Belanda Simon de Waal Menyerah
Belanda Anthonie van Versendaal 
Kekaisaran Jepang Shizuo Sakaguchi
Kekaisaran Jepang Shoji Nishimura
Kekuatan
1,365[1] 6,600
Korban
300 tewas
40 terluka
871 ditawan (215 dieksekusi)
1 pemasang ranjau tenggelam
255 tewas
38 terluka
2 penyapu ranjau tenggelam

Pertempuran Tarakan terjadi pada tanggal 11-12 Januari 1942, sehari setelah Kekaisaran Jepang mendeklarasikan perang terhadap Kerajaan Belanda. Meskipun Tarakan hanya sebuah pulau berawa kecil di sebelah timur laut Borneo (sekarang dibagi antara Kalimantan, Indonesia dan Malaysia Timur, Malaysia) di Hindia Belanda (sekarang Indonesia), fasilitas 700 sumur minyak, kilang, dan pangkalan udara (Lanud) menjadikan pulau ini salah satu tujuan penting bagi Jepang dalam Perang Pasifik.[2]

Sebelum Pertempuran

Penemuan dan Produksi Minyak Pra Perang

Meskipun posisinya terletak di tepi terpencil koloni Hindia Belanda dan hanya berdiameter 25 mil persegi, penemuan minyak pada kedalaman yang relatif rendah di bawah tanah (50 hingga 300 meter) membawa makna besar bagi Tarakan.[3]

Pamoesian (Pamusian) di sisi barat pulau menjadi lokasi pengeboran utama sebelum perang, di mana sekitar 700 sumur minyak didirikan oleh Bataafse Petroleum Maatschappij (BPM; "Perusahaan Minyak Batavia"). Di sekitar lokasi pengeboran, perumahan untuk karyawan Eropa BPM dan penduduk Tionghoa didirikan. Di posisi utara, BPM juga mendirikan lokasi pengeboran lain di Djoeata (Juwata).[4] Pada saat ini, sumur-sumur minyak tersebut telah menjadi sumber kehidupan bagi penduduk Tarakan.[5]

Terlepas dari kelaziman karena produksi besar-besaran ini, selama masa sebelum perang, sebagian besar medan berbukit Tarakan di pusat pulau, serta garis pantai berawa di timur tetap pada keadaan alami mereka. Jaringan jalan hanya terbatas untuk menghubungkan lokasi pengeboran Pamoesian dan Djoeata dengan fasilitas pelabuhan di Lingkas di barat[6] dan Lanud dengan landasan pacu sepanjang 1.500 m di utara.[5]

Belanda Mulai Membangun Pertahanan

Seiring bertumbuhnya produksi minyak, Belanda mulai merenungkan akan kemungkinan agresi militer Jepang, dan kebutuhan untuk melindungi fasilitas pulau, jika hal itu terjadi.

Pada tahun 1923, sebuah kompi infantri ditetapkan di Tarakan untuk menjadi pasukan penahan selama penghancuran kilang minyak dan instalasi produksi lainnya jika terjadi serangan yang tidak terduga. Ketegangan internasional yang meningkat memaksa perusahaan untuk diperkuat menjadi pasukan seukuran batalion.[7]

Pada tahun 1930, Komite Pertahanan Pelabuhan Minyak dibentuk, dengan tujuan untuk menganalisa pertahanan pelabuhan minyak utama di Hindia Belanda. Secara alamiah, Komisi ini menyimpulkan bahwa kehadiran pasukan yang lebih besar dari kompi di Tarakan adalah kebutuhan mutlak.[3]

Pada tahun 1933, sebuah "Detasemen Bala Bantuan" tiba dari Jawa untuk meningkatkan pertahanan Tarakan, ketika ketegangan di Pasifik pada saat itu sedang meningkat. Setelah 4 bulan, detasemen ini dikirim kembali dan hanya baru di 1934 sebuah batalion berkekuatan penuh dengan senjata tambahan datang untuk mempertahankan Tarakan.[3]

Kebutuhan Sumberdaya Jepang

Sebelum Perang Dunia Kedua, Tarakan memproduksi sekitar 6 juta barel minyak per tahun,atau sekitar 16% dari total konsumsi minyak tahunan di Jepang.[5] Konteks ini menjadikan pulau tersebut salah satu tujuan utama militer Jepang (terutama Angkatan Laut Kekaisaran Jepang[8]) dalam rencana mereka untuk menduduki Hindia Belanda pada tahun-tahun menjelang perang.

Susunan Pasukan

Jepang

Pasukan Darat

Mayjen Shizuo Sakaguchi.
Detasemen Sakaguchi (Komandan: Mayor Jenderal Shizuo Sakaguchi)[9]
Unit Sayap Kanan

(Komandan: Kol. Kyōhei Yamamoto)

Unit Sayap Kiri

(Komandan: Kol. Ken’ichi Kanauji)

Unit Lain
- Resimen Infanteri Ke-146 (minus Batalyon ke-2 dan ke-3)

- Satu baterai artileri dan meriam anti-tank

- Pasukan Pendaratan Khusus Kure Ke-2 (satu batalyon)

- Kompi Zeni Ke-1 (minus satu peloton)

- Unit Medis (minus separuh dari unit)-

- Unit Radio

- Batalyon Infanteri Ke-2 (minus Kompi ke-6)

- Satu baterai artileri dan meriam anti-tank

- Satu peleton zeni

- Unit Radio

- Markas Besar Resimen Ke-56

- Unit Mobil Lapis Baja Resimen Ke-56

- Batalyon Artileri Lapangan Ke-1

- Batalyon Artileri Antipesawat Lapangan Ke-44

Unit Angkatan Laut

Unit Serang Barat (Komandan: Laksamana Muda Shoji Nishimura, berbasis di kapal penjelajah Naka)[10]
Armada Penghancur Ke-4

(Komandan: Laks. Muda Shoji Nishimura)

Grup Udara

(Komandan:

Kapt. Takamasa Fujisawa)

Pasukan Pangkalan

(Komandan: Laks. Muda Sueto Hirose,

berbasis di penyebar ranjau Itsukushima)

- Divisi Penghancur Ke-2

(Harusame, Samidare, Yudachi)

- Divisi Penghancur Ke-9

(Asagumo, Minegumo, Natsugumo)

- Divisi Penghancur Ke-24

(Umikaze, Kawakaze, Yamakaze, Suzukaze)

- Unit Transportasi

  • Eselon Ke-1: Tsuruga Maru, Liverpool Maru, Hiteru Maru, Hankow Maru, Ehime Maru, Kunikawa Maru, Kano Maru
  • Eselon Ke-2: Havana Maru, Teiryū Maru, Kuretake Maru, Nichiai Maru, Kagu Maru, Kunitsu Maru, and Rakutō Maru
- Tender pesawat amfibi Sanyo Maru dan Sanuki Maru

- Satu kapal tangki

- Pasukan Pangkalan Ke-2

(P-36, P-37 and P-38)

- Divisi Penyapu Ranjau Ke-11

(W-13, W-14, W-15, W-16)

- Divisi Penyapu Ranjau Ke-30

(W-17, W-18)

- Divisi Pemburu Kapal Selam Ke-31

(CH-10, CH-11, CH-12)

Belanda

Pasukan Darat

Garnisun Tarakan (Batalyon Infanteri KNIL Ke-7, Komandan: Letnan Kolonel Simon de Waal):[11]
Infanteri

(Komandan:

Letkol. Simon de Waal)

Artileri (Kompi Artileri Pantai dan Anti-Pesawat Ke-3)

(Komandan: M.J. Bakker)

Unit Lain
- 3 Kompi dengan 177 serdadu masing-masing (dengan 18 senapan mesin di tiap kompi) dibawah komando F. Treffers, A.C. Saraber and L. Bendeler

- 1 Kompi Senapan Mesin (18-24 Senapan Mesin Vickers dan 6 mortar 80mm) dibawah komando Kapten W. Everaars

- 1 Detasemen bermotor dengan 80 serdadu (7 mobil lapis baja overvalwagen) dibawah komando Letnan Satu D.P. de Vos tot Nederveen Cappel

- Tiga baterai artileri pantai:
  • 3 x meriam 75 mm diantara Peningki and Karoengan (Karungan) dibawah komando Letnan Satu J.W. Storm
  • 4 x meriam 120 mm di Karoengan dibawah komando Letnan Satu J.P.A. van Adrichem
  • 4 x meriam 75 mm dibawah komando Letnan Satu Cadangan Van der Zijde

- Dua baterai artileri (non-mobil):

  • 3 x meriam 75 mm guns dekat Lingkas dibawah komando Letnan Satu Cadangan J. Verdam
  • 2 x meriam 70 mm guns (usang) diawaki oleh personil KNIL di area Lingkas

- Dua baterai Anti-Pesawat dibawah komando Letnan Cadangan Nijenhuis:

  • 4 × meriam 40 mm
  • 4 × meriam 20 mm

- Empat peleton senapan mesin Anti-Pesawat (10 - 12 x Senapan Mesin Berat kaliber 12,7 mm)

- Dua peleton zeni (satu peleton 30 orang dan 40 karyawan BPM wajib militer) dibawah komando Letnan Satu J.W. van den Belt

- Peleton Pembantu Pertolongan Pertama Mobil

Unit Udara dan Laut

Militaire Luchtvaart Ke-304 (ML-KNIL) Koninklijke Marine
- 3 x Martin B-10 (Ditransfer ke Pangkalan Udara Samarinda II bulan Desember 1941; Lanud Tarakan dianggap terlalu kecil untuk pembom bermesin dua)

- 4 x Brewster Buffalo dibawah komando Letnan Satu P.A.C. Benjamins

- Pemasang Ranjau Hr.Ms. Prins van Oranje (Komandan: Letnan A.C. van Versendaal)

- 2 x Kapal patroli

- 3 x Dornier Do-24K

- Kapal kecil milik Government Navy

Rencana Belanda

Peta Pertahanan Belanda di Tarakan, 1942.

Rencana awal Belanda sebelum tahun 1941 meminta ladang minyak dan instalasi dipertahankan dengan segala cara. Jika dianggap tidak memungkinkan, pasukan Belanda harus menghancurkan semua fasilitas produksi minyak di Tarakan sebelum mundur ke pulau Kalimantan.

Satu rintangan utama dalam pertahanan Tarakan adalah pangkalan udaranya yang tidak sesuai untuk mengakomodasi pesawat pemburu dan pembom. Namun, rencana Belanda tetap mengharuskan agar pangkalan udara ini dipertahankan. Jika mempertimbangkan ukuran lapangan terbang dan kekuatan militer Jepang, - khususnya keseimbangan laut dan udara keseluruhan - tugas ini akan membawa hasil yang terbatas.

Penyebaran Garnisun Tarakan disesuaikan untuk mencegah musuh dari menduduki kompleks pelabuhan di bagian barat pulau. Posisi pertahanan yang ada terdiri dari beberapa "Lini" Lini-lini ini berisi dua baris pagar penghalang:[12]

  • Lini Lingkas, yang mempertahankan kompleks pelabuhan
  • Lini Utara (NoordFront), yang mempertahankan titik akses ke pangkalan udara
  • Posisi pertahanan pendukung di dan sekitar Pangkalan Udara Tarakan
  • Lini Timur (OostFront), yang mempertahankan ladang minyak Pamoesian (lini ini tidak memiliki koneksi langsung ke Lini Utara; unit khusus menjaga celah antara kedua front)
Gardu pertahanan Belanda. Direbut oleh pasukan Jepang pada Januari 1942, Gardu ini terputarbalikkan oleh ledakan bom saat pertempuran di Tarakan bulan Mei 1945.

Di Pantai Timur, pasukan Belanda menyiapkan peleton pendukung peleton di mulut Sungai Amal. Unit ini bertugas menghalangi pendaratan musuh untuk sesaat, sebelum mundur ke Lini Timur. Pasukan pelindung tambahan dialokasikan juga ke baterai Djoeata, Peningki dan Karoengan.

Posisi-posisi pendukung, di mana setiap lini didirikan, ditempati 25 serdadu. Setiap posisi didukung oleh dua senapan mesin ringan dan dua senapan mesin sedang. Bertempat di gardu-gardu pertahanan yang terbuat dari beton, setiap posisi pendukung dikelilingi oleh dua baris pagar penghalang, namun jumlah tentara yang sedikir mengakibatkan tidak mungkin untuk menempati semua posisi pendukung pada saat yang sama.

Baterai pantai memantau ladang ranjau dan jalur masuk ke pelabuhan. Artileri di Lini Lingkas juga dapat digunakan untuk mendukung pertempuran di darat.

Awalnya, Lanud Tarakan hanya dipertahankan dengan meriam anti-pesawat 20 mm dan senapan mesin. Ditinggalkan sebelum pendaratan Jepang, tiga meriam anti-pesawat 40 mm ditempatkan di lanud, sementara semua meriam 20 mm dipindahkan untuk mempertahankan baterai Peningki dan Karoengan.

Angkatan Laut Belanda (Koninklijke Marine) meletakkan ladang ranjau yang luas di jalur laut yang mengarah ke pelabuhan. Jika terjadi serangan, jalur laut yang masih terbuka akan diblokir oleh pemasang ranjau Hr.Ms. Prins van Oranje.

Terlepas dari semua persiapan ini, setelah serangan Pearl Harbor, suasana yang yakin akan kekalahan telah menyelimuti para serdadu bahkan sebelum ada tanda-tanda invasi.[13]

Rencana Jepang

Untuk merebut Tarakan, pasukan Jepang berencana untuk mendarat dari dua sisi timur pulau. Satu bagian dari pasukan mereka, Unit Sayap Kanan (dibawah komando Kol. Yamamoto), akan mendarat di pantai dekat Sungai Amal dan menghancurkan pasukan Belanda di sana. Tanpa menunggu pendaratan selesai, unit ini kemudian akan bergerak ke barat melalui hutan dan meluncurkan serangan kejutan untuk merebut ladang minyak Pamoesian. Setelah mengamankan Pamoesian, pasukan Yamamoto akan maju untuk mengamankan instalasi di pelabuhan Lingkas sebelum Belanda dapat menghancurkannya.[9]

Bagian kedua, Unit Sayap Kiri, akan mendarat lebih ke selatan di Tandjoeng Batoe (Tanjung Batu) dan maju ke barat untuk merebut baterai Peningki-Karoengan, sebelum bergerak ke Lingkas di utara, melewati Pasukan Pendaratan Khusus Kure Ke-2 yang akan berada di Lanud Tarakan, untuk menyerang dan merebut ladang minyak Gunung Cangkol dan Djoeata serta baterai Djoeata. Setelah tempat-tempat utama di Pulau Tarakan ini telah direbut, Angkatan Darat akan menyerahkan tugas penjagaan kepada Angkatan Laut, dan pasukan akan berkumpul di Tarakan dan sekitarnya; mereka akan bersiap untuk merebut Balikpapan.[14]

Pertempuran

Berkas:Japanese Attack on Tarakan, 11-12 January, 1942.jpg
Serangan Jepang di Tarakan, 11-12 Januari, 1942, dengan legenda:1. Unit Sayap Kanan. 2. Unit Sayap Kiri. 3. Pertahanan Sungai Amal River 4. Djoeata, dicapai oleh pasukan Jepang pada 14 Januari

Tanggal 10 Januari 1942, setelah sebuah Dornier Do 24 milik Marine Luchtvaartdienst (MLD; Layanan Penerbangan Angkatan Laut Belanda) menemukan armada invasi Jepang yang mengarah ke Tarakan, Letkol Simon de Waal memerintahkan agar semua instalasi minyak di pulau itu dihancurkan.[15] Para peleton zeni mendinamitkan pipa-pipa pengeboran yang menyebabkan ledakan bawah tanah yang mencegah minyak di bawah semua sumur untuk diekstraksi dalam waktu dekat. Pada pukul 10:00 malam, sebanyak 100.000 ton minyak telah dilalap api.[16]

Pukul 03:00 pagi tanggal 11 Januari, Sersan Mayor C.P.E. Spangenberg, yang mengkomandoi pertahanan di Sungai Amal (dengan 53 tentara) melaporkan melihat kapal-kapal pendaratan di dekat pantai.[17] Pada saat itu, Unit Sayap Kanan dari pasukan invasi Jepang mulai mendarat di bagian timur Tarakan di bawah siluet ladang minyak yang terbakar.

Karena pasukan Belanda telah mengatur posisi mereka untuk mempertahankan serangan dari arah barat, mereka masih tidak yakin bahwa pasukan musuh yang telah berkonsentrasi pada bagian timur pulau itu merupakan kekuatan serangan utama. Pendaratan dan manuver pengalihan masih dipertimbangkan, bahkan ketika pasukan pendaratan Jepang lainnya sudah terlihat pada pukul 05:00 pagi oleh posisi pertahanan di Tandjoeng Batoe, di sisi selatan pulau.

Unit Sayap Kanan

Unit Sayap Kanan dibawah Kol. Yamamoto, setelah salah mengira api di ladang minyak Gunung Cangkol datang dari ladang minyak Lingkas di selatan, mendarat empat hingga enam km lebih jauh ke utara dari titik pendaratan yang direncanakan, yaitu mulut Sungai Amal.[18] Pasukan Spangenberg juga salah mengira kapal pendaratan Jepang, yang berputar-putar pada saat itu, melakukan upaya pendaratan langsung dan memerintahkan pasukannya untuk menembaki mereka.[19]

Saat mereka mencapai mulut sungai Amal pukul 05:00 pagi, Unit Sayap Kanan menyerang dan mengepung gardu pertahanan pasukan Spangenberg dari dua sisi, dan dengan itu mengalahkan pasukannya.[18] Dengan 25-30 pasukannya yang tersisa, Spangenberg mundur ke posisi pendukung baru di dekat Sungai Pamoesian.[20] Karena api dari ladang minyak merusak banyak posisi pendukung, posisi baru pasukan Spangenberg menjadi garis pertahanan utama di Lini Timur. Di bawah komando Kapten Saraber, posisi ini menjadi pangkalan berkumpul untuk pasukan yang mundur, dan dengan ini memungkinkan Belanda untuk menetapkan garis depan baru.[21]

Untuk mendukung posisi ini, pasukan Belanda membangun garis pertahanan kedua di belakang garis Saraber. Ditempati oleh sekitar 650 tentara, garis ini didukung oleh kompi senapan mesin Everaars, kompi pasukan Treffers dan beberapa mobil overvalwagens. Namun kompi Everaars tidak menerima pelatihan yang memadai; banyak dari senapan mesin yang ada tidak berfungsi dan persediaan amunisi sangat terbatas.[22]

Barak pasukan Belanda di Lingkas (Tarakan). Direbut oleh pasukan Jepang tahun 1942, pasukan Australia merebutnya kembali bulan Mei 1945.

Sementara itu, dari informasi yang didapat dari tentara Belanda yang mereka tangkap, Unit Sayap Kanan bergerak ke sisi utara ladang-ladang minyak di Tarakan. Ketika mereka mendekati ladang-ladang ini, gerak maju Unit Kanan dihentikan oleh tembakan artileri dan mortir dari posisi Saraber.[18] Belanda berusaha melancarkan ofensif mereka sendiri, didukung oleh artileri dan dipimpin oleh kompi Treffers dalam pertempuran pertama mereka. Serangan ini gagal, dan Treffer tidak bisa maju melampaui garis depan kedua.[23]

Frustrasi oleh perlawanan Belanda, Mayjen Sakaguchi meminta dukungan serangan udara pada baterai Djoeata di utara dan di Pulau Sadau di ujung barat Tarakan, berserta kota Tarakan sendiri pada hari berikutnya.[18] Ketika malam tiba, kedua belah pihak berusaha untuk meluncurkan serangan balik. de Waal merencanakan upaya serangan terakhir pasukan Belanda pukul 05:15 pagi di hari berikutnya dengan semua personilnya yang tersedia (termasuk insinyur, staf amunisi, juru tulis, dan koki).[24]

Namun pasukan Jepang mengambil inisiatif ini terlebih dahulu. Kol. Yamamoto meluncurkan serangkaian serangan malam di hari yang sama, dan berhasil menangkap kedua kompleks barak Belanda. Di tengah kekacauan karena serangan ini, Unit Sayap Kanan membunuh banyak pasukan Belanda, termasuk Bakker dan van den Belt. Treffers juga terbunuh, ketika kompinya sedang mundur ke Markas Besar.[25] Meskipun demikian, Unit Sayap Kanan gagal menangkap Markas Besar pasukan Belanda.[18]

Dengan persediaan berkurang, jumlah pasukan menipis dan komunikasi dengan artileri pantai terputus, pasukan Belanda akhirnya memutuskan untuk menyerah. Pada pukul 07:30 pagi tanggal 12, Lt. Col. de Waal mengirim pembawa bendera gencatan senjata untuk mengumumkan penyerahan diri. Kol. Yamamoto segera mengirim kawat kepada Komandan Detasemen Sakaguchi, dengan menyatakan: "Komandan [Belanda] dan orang-orangnya telah mengumumkan menyerah pada 08:20. Oleh karena itu, diminta untuk segera mendaratkan komandan detasemen melalui Dermaga Lingkas.”[26]

Unit Sayap Kiri

Baterai artileri pantai di Peningki. Direbut oleh pasukan Jepang tahun 1942, pasukan Australia merebutnya kembali bulan Mei 1945.

Unit Sayap Kiri Mayor Kanauji mendarat di dekat Tandjoeng Batoe pada pukul 04:00 pagi tanggal 11 Januari, tetapi pada pukul 17:00 pada hari yang sama, keberadaannya masih tidak diketahui. Pada saat itu, setelah mendarat, Ken'ichi dan pasukannya mencoba untuk maju langsung melalui hutan menuju belakang baterai Karoengan. Namun, karena tetumbuhan yang lebat dan medan hutan yang curam, unit ini hanya bisa bergerak sekitar 100 meter per jam, sementara sangat terdisorientasi tentang lingkungan sekeliling mereka.[26]

Sementara itu, ketika semakin terlihat bahwa pasukan Jepang menyerang dari timur, de Waal memindahkan beberapa pasukannya untuk melindungi baterai Kaorengan dan Peningki. Pada malam tanggal 11 Januari, kompi Kapten Bendeler yang beranggotakan 65 serdadu meninggalkan Kota Tarakan, setelah ditugaskan untuk mengambil posisi di sekitar Tandjoeng Batoe dan untuk menjaga jalan yang mengarah ke baterai. Terperangkap oleh kegelapan, kompi ini tersesat di hutan, sebelum bertemu dengan Unit Sayap Kiri. Tanpa bertukar tembakan, Bendeler dan setengah dari kompinya ditangkap, sementara setengah lainnya segera dieksekusi. Ketika anggota-anggota yang ditangkap dari kompinya menolak untuk membimbing Unit Sayap Kiri melalui hutan, mereka diikat bersama-sama dalam kelompok dan di-bayonet saat fajar. Bendeler dan beberapa perwiranya selamat.[20]

Menjelang siang di tanggal 12, Kanauji dan pasukannya baru saja berhasil mencapai bagian belakang baterai. Namun karena dia tidak dapat berkomunikasi dengan pasukan Jepang lainnya, tepat sebelum tengah malam pada tanggal 11, Sakaguchi memerintahkan sebuah kompi infantri dibawah komando Letnan Kolonel Namekata untuk mendarat di titik pendaratan Unit Sayap Kiri dan bergerak di sepanjang pantai untuk merebut baterai. Meskipun kompi ini berhasil mencapai bagian depan baterai, medan alam yang kasar juga menghalangi kemajuan mereka.[26]

Bahkan setelah Belanda menyerah, terputusnya komunikasi mengakibatkan baterai Karoengan dan Peningki masih beroperasi pada saat itu. Sakaguchi mengirim pesan kepada Angkatan Laut: "Meskipun musuh telah menawarkan penyerahan, dikhawatirkan bahwa baterai di ujung selatan pulau tidak menyadari hal ini dan melanjutkan ke Dermaga Tarakan akan berbahaya, oleh karena itu, tunda pelayaran anda."[27]

Penenggelaman Penyapu Ranjau W-13 & W-14

Penyapu Ranjau W-13.

Mengabaikan peringatan Sakaguchi, pada pukul 12:00, enam penyapu ranjau dari Divisi Penyapu Ranjau Ke-11 dan Ke-30 segera mendekati Tanjung Mengacu untuk membersihkan jalur di sekitar pelabuhan dari ranjau.[27] Segera setelah penyapu ranjau W-13 mengubah arah menuju Lingkas, baterai Karoengan melepaskan tembakan dari jarak sekitar 2 km. Pada saat mereka menembakkan salvo ketiga, W-13 menerima tembakan langsung di lambung tengah kapal dekat garis air; W-14 sekarang mulai menembak kembali dan kedua kapal meningkatkan kecepatan mereka menuju Lingkas.[28]

Setelah terkena tembakan untuk kedua kalinya, W-13 menerima tembakan lagi di dekat anjungan dan mulai berbelok ke arah pelabuhan. Penyapu ranjau itu mengambil gerakan mengelak untuk menghindari tembakan, sebelum berhenti sejenak. Ketika W-13 mencoba untuk berlayar kembali, kemudinya kelihatan rusak, mengakibatkan kapal mengarah terus menerus ke kiri, ke arah Lingkas. Ketika W-13 mulai mengambil gerakan mengelak lagi, artileri Belanda mengubah fokus tembakan mereka ke W-14. Segera, kapal penyapu ranjau itu menerima tembakan terus menerus di anjungan, tengah kapal dan buritan. Tak lama kemudian, sebuah tembakan berhasil mengenai muatan bom laut (depth charge) kapal, menyebabkan ledakan besar yang membelah W-14 di dekat bagian belakang, sementara satu tembakan lain melemparkan salah satu meriam 120 mm W-14 ke laut.[29]

Meskipun mengalami kerusakan berat, W-14 sekarang berbalik dan berlayar dengan kecepatan penuh ke arah baterai Karoengan; satu meriamnya masih memembaki pantai. Ketika mendekati Tanjung Mengacu, satu badan air naik secara tiba-tiba didekat garis air, mengindikasikan bahwa kapal itu telah mengenai ranjau. Pada pukul 12:05, W-14 akhirnya tenggelam, dengan haluan terlebih dahulu, di dekat pantai Tanjung Mengacu. Segera setelah itu, baterai Karoengan memfokuskan kembali tembakan mereka pada W-13, yang tampaknya masih menuju ke Lingkas. Ketika kapal itu mulai melambat, tembakan artileri Belanda menjadi lebih akurat; satu tembakan menghantam anjungan kapal, menghancurkan salah satu senjatanya dan menyebabkan kebakaran besar di atas kapal. W-13 akhirnya miring ke kiri dan mulai tenggelam dari haluan, sebelum akhirnya tenggelam pada 12:15.[29]

Selain dua kapal penyapu ranjau diatas, baterai Karoengan juga menenggelamkan sebuah kapal pendarat Jepang.[26] Karena pihak Belanda telah meletakkan ranjau di perairan yang sempit dimana pertempuran terjadi, kapal-kapal Jepang lainnya tidak dapat menyelamatkan para penyintas dengan cepat. Komandan Divisi Penyapu Ranjau Ke-11, Wakito Yamakuma terbunuh bersama 156 personil lainnya, sementara 53 pelaut dari kedua kapal selamat.[30] Empat kapal penyapu ranjau yang tersisa mundur berdasarkan perintah. Unit Sayap Kiri, terhalang oleh komunikasi yang buruk dan kemajuan yang lambat, baru berhasil merebut baterai Karoengan pukul 17:10 tanggal 13 Januari, sehari setelah de Waal menyerah.[26]

Penenggelaman Pemasang Ranjau Hr.Ms. Prins van Oranje

Hr. Ms. Prins Van Oranje tahun 1932. Kaptennya pada waktu itu adalah Letnan-Komandan Karel Doorman, yang kemudian menjadi komandan angkatan laut ABDA di Pertempuran Laut Jawa.

Pada malam 11 Januari, sebelum Jepang memblokade perairan disekitar Tarakan, kapal selam Belanda K-X, kapal patroli P-1, dan sekunar motor BPM Aida menyelinap ke perairan yang masih berada dibawah kendali Belanda. P-1, dengan bersamar di bawah cabang-cabang palma, berhasil mencapai pantai Kalimantan dan melayari sungai dari hulu ke Samarinda.[31]

Pemasang Ranjau Belanda Hr. Ms. Prins van Oranje mencoba melarikan diri ke arah timur. Tetapi pada 21:57, kapal perusak Jepang Yamakaze, di bawah komando Letnan-Komandan Shuichi Hamanaka, dan kapal patroli P-38 yang berpatroli di timur laut Tarakan melihat siluet Prins van Oranje dan diam-diam mengikutinya ke arah perairan yang lebih luas di timur.[32]

Pada pukul 23:18, Yamakaze meningkatkan kecepatannya menjadi 26 knot dan mulai mendekati kapal pemasang ranjau Belanda itu. Pada pukul 23:22, kedua kapal mulai melepas tembakan pada jarak rata-rata 1.800 meter, tetapi pertempuran ini menjadi pertarungan satu sisi dengan segera. Setiap salvo meriam Yamakaze mengenai Prins van Oranje, namun salvo dari kapal Belanda itu hanya melewati udara diatas perusak.[32]

Hanya dalam 10 menit, Prins van Oranje tenggelam, menewaskan 102 dari 118 anggota awaknya. Kapten kapal, Anthonie van Versendaal dan tiga perwira lainnya termasuk di antara yang tewas dalam pertempuran ini. Awak Yamakaze menemukan 16 penyintas dan mendaratkan mereka di Tarakan.Setelah perang, Letnan-Komandan van Versendaal secara anumerta didekorasi dengan Singa Perunggu, dekorasi militer tertinggi kedua di Belanda.[31]

Pertempuran Udara Di Tarakan

Sepanjang pertempuran Tarakan, Angkatan Udara Hindia Belanda (ML-KNIL) melakukan banyak serangan udara dari Lanud Samarinda II untuk membendung serangan Jepang. Meskipun demikian, karena cuaca buruk, khususnya pada 11 Januari, upaya mereka datang terlambat untuk para pasukan di Tarakan. Hasil dari serangan-serangan ini dirangkum di bawah :

Tanggal Unit yang Dikerahkan (Kerugian) Hasil Kerugian
10 Januari 1942 6 Glenn Martin B-10

2 Brewster Buffalo

Tidak ada

Sebuah Mitsubishi F1M ditembak jatuh oleh pesawat pemburu Brewsters

Satu Glenn Martin
11 Januari 1942 3 Glenn Martin B-10

7 B-17 Flying Fortress

Tidak ada karena cuaca buruk

Sebuah Mitsubishi Zero ditembak jatuh oleh sebuah B-17

Tidak ada
12 Januari 1942 12 Glenn Martin B-10

Tiga kembali dalam perjalanan

Dua kapal pengangkut dan satu kapal perusak rusak

Dua Mitsubishi F1M ditembak jatuh

Satu Glenn Martin
13 Januari 1942 15 Glenn Martin B-10

Satu kembali dalam perjalanan; Satu dipanggil kembali

Sebuah kapal penjelajah ringan atau kapal perusak rusak

Lanud Tarakan rusak

Lima Glenn Martin

Pasca-Pertempuran

Pada 13 Januari, Detasemen Sakaguchi telah mengumpulkan semua tahanan dan material perang yang direbut, serta menyerahkan urusan administrasi kepada Angkatan Laut pada hari berikutnya.[33] Fasilitas minyak di Tarakan pada saat itu telah hancur secara substansial. Di Lingkas, meskipun sebagian besar minyak telah dikonsumsi oleh api, masih ada 12.300 ton minyak berat yang tersisa di tangki yang tidak terbakar, dan 120 drum minyak berat.[34] Pada bulan Juni 1942, sumur-sumur telah diperbaiki dan produksi minyak berlanjut tanpa hambatan serius sampai pertengahan Agustus 1943, ketika serangan udara Sekutu pertama di Tarakan dimulai.[35]

Korban

Korban Jepang dari pertempuran adalah sebagai berikut:[33][36]

  • Detasemen Sakaguchi: 8 tewas (7 di darat, 1 di laut), 35 terluka.
  • Pasukan Pendaratan Laut Khusus Kure Ke-2: 3 terluka.
  • Angkatan Laut Kekaisaran Jepang: 247 (47 di darat, 200 di laut, termasuk 156 dari kapal penyapu ranjau W-13 & W-14).

Sekitar 300 tentara Belanda terbunuh dalam pertempuran ini.[37] Jepang menawan 871 tentara Belanda dan menginternir 40 lainnya yang terluka.[38] Selain dari itu, mereka merampas 9 senjata anti-pesawat, 69 senapan mesin berat, 556 senapan, 15 mobil lapis baja, 67 motor serta amunisi.[39]

Beberapa prajurit Belanda, seperti Everaars, berhasil melarikan diri dan menyeberang ke Kalimantan, sebelum akhirnya ditangkap. Prajurit yang lain bersembunyi dalam hutan di Tarakan, sebelum akhirnya jatuh ke nasib yang sama. Spangenberg ditangkap pada 20 Maret 1942.[19]

Pembalasan

Menanggapi hilangnya kapal penyapu ranjau W-13 & W-14, banyak tawanan perang Belanda, terutama dari baterai Karoengan, dieksekusi oleh Jepang. Pada tanggal 18 Januari, 215 tahanan dikeluarkan dari kamp POW (Prisoners of War; Tahanan Perang) dan dijatuhkan kedalam laut di dekat tempat kedua kapal penyapu ranjau tenggelam.[40][41] Laporan lain menyatakan, para penyintas dari dua kapal ranjau yang tenggelam memenggal kepala para tahanan atau mengikat tangan dan kaki mereka dan melemparkan mereka ke rawa-rawa untuk tenggelam atau dimakan hidup-hidup oleh buaya.Penelitian pascaperang tidak dapat menentukan apakah pasukan Jepang membunuh semua tahanan Belanda di laut atau mengeksekusi beberapa dari mereka di darat.[27][42]

Misi Pemboman Belanda

Pesawat-pesawat Belanda menerbangkan beberapa misi pemboman dari Lanud Samarinda II di Kalimantan Timur ke Lanud Tarakan pada 13-14 Januari.15 personil Angkatan Laut tewas, dan 27 lainnya terluka dalam serangan ini.[33] Namun, perbaikan oleh zeni Pasukan Pangkalan Ke-2 membuat lanud dapat kembali beroperasi tanggal 16 Januari, ketika pesawat-pesawat dari Armada Udara Ke-23 dan Armada Udara Tinian terbang dari Jolo. Lanud ini kemudian akan menjadi pangkalan persiapan untuk invasi Jepang ke Balikpapan.[27]

Pembebasan

Tarakan berada di bawah pendudukan Jepang hingga Mei 1945, ketika pasukan Australia merebut pulau ini kembali.

Catatan kaki

  1. ^ Nortier (1980), pp. 305
  2. ^ Womack (2016), pp. 111
  3. ^ a b c Koninlijke Nederlands Indonesisch Leger (1949), pp. 198
  4. ^ Koninklijke Nederlands Indonesisch Leger (1949), pp. 199
  5. ^ a b c Nortier (1980), pp. 303
  6. ^ Koninklijke Nederlands Indonesisch Leger (1949), pp.199
  7. ^ Koninklijke Nederlands Indonesisch Leger (1949) pp. 198
  8. ^ Remmelink (2015), pp. 11
  9. ^ Remmelink (2018), p. 126
  10. ^ Nortier (1980), pp. 304-305
  11. ^ Nortier (1980), pp. 307
  12. ^ Nortier (1980), pp. 309
  13. ^ Remmelink (2018), pp. 130
  14. ^ Womack (2016), pp. 115
  15. ^ Koninklijke Nederlands Indonesisch Leger (1949), pp. 203
  16. ^ Nortier (1980), pp. 311-312
  17. ^ a b Nortier (1980), pp. 312
  18. ^ a b Nortier (1980), pp. 313
  19. ^ Nortier (1980), pp. 314
  20. ^ Nortier (1980), pp. 315
  21. ^ Koninklijke Nederlands Indonesisch Leger (1949), pp. 205
  22. ^ Koninklijke Nederlands Indonesisch Leger (1949), pp. 206
  23. ^ Nortier (1980), pp. 316
  24. ^ a b c d Womack (2016), pp. 114
  25. ^ Remmelink (2018), pp. 140
  26. ^ Remmelink (2018), pp. 142
  27. ^ a b Womack (2016), pp.113
  28. ^ Remmelink (2015), pp. 181
  29. ^ Remmelink (2018), pp. 149
  30. ^ Nortier (1980), pp.319
  31. ^ Remmelink (2018), pp. 145
  32. ^ Remmelink (2018), p. 145
  33. ^ Nortier (1980), pp. 319
  34. ^ Nortier (1980), pp. 318
  35. ^ Yenne (2014), pp. 157
  36. ^ Kehn Jr. (2017), p. 604

Referensi