Kabupaten Merauke berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini. Topografi Merauke didominasi oleh dataran rendah dengan rawa-rawa dan sungai besar seperti Sungai Maro dan Sungai Bian. Salah satu suku asli yang terdapat di Merauke yakni suku Marind-anim.
Kabupaten Merauke adalah induk dari Kabupaten Boven Digoel, Asmat, dan Mappi yang dimekarkan tahun 2002. Artinya, Kabupaten Merauke sebelum tahun 2002 mencakup seluruh wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Papua Selatan.[8]
Sejarah
Merauke didirikan pada tanggal 12 Februari 1902. Orang yang pertama yang menetap di sana adalah para pegawai pemerintah Belanda. Mereka mencoba untuk hidup berdampingan dengan masyarakat Merauke. Mereka berjuang melawan berbagai tantangan di Merauke, termasuk adanya pemburu kepala. Setelah beberapa tahun kemudian, tempat tersebut mengalami pertumbuhan yang sangat cepat sehingga menjadi sebuah "kota". Para wanita Eropa gemar memakai hiasan bulu dari burung Cenderawasih di topi mereka.[9]
Dari Merauke orang Indonesia, Eropa dan Tiongkok, mulai memasuki hutan di bagian Selatan Nugini untuk memburu burung sebanyak mungkin. Ketika pemerintah Belanda melarang perburuan, mereka semua kembali ke Merauke untuk menghabiskan uang yang mereka dapatkan. Awalnya Merauke dikenal sebagai kota untuk para pendatang (orang asing), namun sekarang, banyak penduduk asli Papua yang sudah menetap khususnya di distrik Merauke, ibu kota kabupaten.[9]
Secara politis administratif, distrik Merauke sebelumnya merupakan pos pemerintah Belanda yang digunakan sebagai tempat transit bagi para republikan untuk menuju Boven Digoel. Setelah wilayah Irian Jaya berintegrasi dengan pemerintah Belanda tahun 1963, distrik Merauke ditetapkan sebagai ibu kota dari kabupaten Dati II Merauke. Setelah periode Penentuan Pendapat Rakyat (1963-1969), Beberapa kelompok permukiman mulai bertumbuh karena berbagai sarana kebutuhan umum lebih mudah ditemukan.[9]
Asal nama
Asal mula nama "Merauke" sebenarnya berasal dari sebuah salah paham yang dilakukan oleh para pendatang pertama. Ketika para pendatang menanyakan kepada penduduk asli apa nama sebuah perkampungan, mereka menjawab " Maro-ke" yang sebenarnya berarti "itu sungai Maro". Orang Marind berpikir bahwa sungai maro (yang lebarnya 500m) lebih penting dari nama area tempat sebuah hutan yaitu Gandin. Penduduk asli papua sendiri menyebut area tempat kampung tersebut terletak dengan mana "Ermasoek".[9]
Geografis
Kabupaten Merauke merupakan salah satu kabupaten yang berada pada wilayah Provinsi Papua, di mana secara geografis terletak antara 137⁰–141⁰ BT dan 5⁰–9⁰ LS dengan luas mencapai hingga 46.791,63 km² atau 14,67% dari keseluruhan wilayah Provinsi Papua. Hal ini menjadikan Kabupaten Merauke sebagai kabupaten terluas tidak hanya di Provinsi Papua, namun juga di antara kabupaten lainnya di Indonesia.[10]
Sungai-sungai besar di Kabupaten Merauke yakni Bian, Digul, Maro, Yuliana, Lorents, dan Kumbe merupakan potensi sumber air tawar untuk pengairan dan dapat digunakan sebagai prasarana angkutan antardistrik, kecamatan, dan desa–desa. Sumber air tawar dari rawa–rawa, air permukaan dan air tanah cukup tersedia untuk dimanfaatkan sebagai sumber air minum. Namun, beberapa tempat lain terdapat air tanah yang mengandung belerang panas. Kawasan pesisir pantai Kabupaten Merauke dibentuk oleh hutan sedimen dan tergolong dalam endapan alivium. Berdasarkan data tingkat kesuburan tanah Kabupaten Merauke tergolong rendah sampai sedang.[10][11]
Topografi dan Geologi
Topografi di Kabupaten Merauke umumnya datar dan berawa disepanjang pantai dengan kemiringan 0-3% dan ke arah utara yakni mulai dari Distrik Tanah Miring, Jagebob, Elikobel, Muting dan Ulilin keadaan topografinya bergelombang dengan kemiringan 0 – 8%. Kondisi Geografis Kabupaten Merauke yang relatif masih alami, merupakan tantangan serta peluang pengembangan bagi Kabupaten Merauke yang masih menyimpan banyak potensi ekonomi untuk menunjang pembangunan.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Merauke merupakan areal dataran yang berada pada ketinggian antara 0 – 60 m di atas permukaan laut. Wilayah yang benar-benar datar tersebut berada sebagian besar pada daerah selatan dan tengah. Daerah tersebut merupakan sentra penduduk yang memulai usaha pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya dan konsentrasi pemukiman penduduk. Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Merauke terdiri atas tanah organosol, alluvial dan hidromorf kelabu yang terdapat di daerah-daerah rawa dan payau. Jenis tanah ini terbentuk dari bahan induk buatan sedimen yang menyebar di wilayah distrik Okaba, Merauke, dan Kimaam.[10][11]
Sementara itu, musim penghujan berlangsung pada periode bulan-bulan basah Desember–April dengan bulan terbasah adalah Februari yang curah hujannya lebih dari 240 mm per bulan. Rata-rata curah hujan wilayah Merauke berkisar antara 900–1600 milimeter per tahunnya dengan jumlah hari hujan berkisar 80–120 hari hujan per tahun. Rata-rata suhu tahunan untuk sebagian besar wilayah Merauke yaitu 26,3 °C. Tingkat kelembapan pun bervariasi dari 79–89%.[11]
Bupati yang menjabat di kabupaten Merauke ialah Romanus Mbaraka. Ia didampingi wakil bupati, Riduwan. Mereka menang pada pemilihan umum bupati Merauke 2020, dan kemudian dilantik pada 3 Maret 2021, untuk periode jabatan 2021-2024.[15]
Kabupaten Merauke terdiri atas 22 distrik, 11 kelurahan, dan 179 kampung dengan luas wilayah 46.791,63 km² dan jumlah penduduk 223.389 jiwa (2017). Kode Wilayah Kabupaten Merauke adalah 93.01.[18][19][20][21]
Kabupaten Merauke dihuni oleh sebagian besar pendatang yang bukan Orang Asli Papua, kebanyakan orang Jawa Merauke dan Kei. Suku bangsa asli yang berasal dari Merauke diantaranya ialah suku Marind atau disebut juga dengan Marind Anim, atau Sohoers.[9] Terdapat berbagai marga dari suku Marind Anim, yakni Kaize, Gebze, Balagaize, Mahuze, Ndiken, dan Basik-basik.
Sejak tahun 1902, orang luar yang datang hidup berdampingan dengan warga di Merauke adalah para pegawai pemerintahan Belanda. Kemudian, terjadi perkembangan daerah Merauke diikuti dengan bertambahnya penduduk yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dalam data Sensus Penduduk Indonesia 2010, penghitungan berdasarkan jenis kelamin laki-laki, penduduk asli orang Papua sebanyak 37.731 jiwa (36,60%), sementara orang non asli Papua sebanyak 65.347 jiwa atau 63,40%.[22][23]
Agama
Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Merauke tahun 2024 mencatat bahwa mayoritas penduduk kabupaten Merauke memeluk agama Kekristenan yakni 63,23%. Pemeluk agama Katolik sebanyak 40,42% dan sebagian lagi Protestan sebanyak 22,81%. Sebagian besar lagi menganut agama Islam yakni sebanyak 36,55%, diikuti agama Hindu sebanyak 0,12% dan selebihnya menganut agama Buddha sebanyak 0,10%.[3]
Transportasi
Untuk menuju ke distrik Merauke, bisa ditempuh dengan menggunakan kapal laut (Kapal Pelni) dan juga melalui transportasi udara yang dilayani oleh Meskapai Garuda Indonesia, Sriwijaya Air dan Lion Air.
Di distrik Merauke terdapat sebuah tugu yang merupakan kembaran dari tugu yang terdapat di Sabang, yaitu Tugu Sabang-Merauke. Tugu ini dibangun sebagai simbol Kesatuan Negara Republik Indonesia dari Sabang (Aceh) sampai Merauke (Papua). Tugu Sabang-Merauke ini bisa kita jumpai di Distrik Sota, yaitu sebuah daerah yang terletak di sebelah timur distrik Merauke.
Pariwisata
Salah satu destinasi wisata yang ada di Merauke ialah Taman Nasional Wasur. Taman Nasional Wasur adalah sebuah taman nasional berupa lahan basah, dan merupakan lahan basah yang paling luas yang berada di Papua. Lahan Basah memiliki fungsi penting untuk menyediakan kebutuhan pangan bagi ekosistem di sekitarnya seperti kepiting, udang, dan ikan. Taman Nasional Wasur di Merauke lebih dikenal dengan sebutan "Serengiti Papua".