Perhatian: untuk penilai, halaman pembicaraan artikel ini telah diisi sehingga penilaian akan berkonflik dengan isi sebelumnya. Harap salin kode dibawah ini sebelum menilai.
Bahasa Kei (disebut juga Veveu Evav, Veu Evav) adalah salah satu bahasa dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa ini dituturkan oleh suku Kei, yakni orang-orang yang berasal dari kepulauan Kei, atau yang mengaku sebagai warga pribumi dari 207 desa di pulau Kei Kecil, pulau Kei Besar, dan pulau-pulau sekitarnya. Warga penghuni pulau Kur dan Kamear adalah masyarakat penutur bahasa Kur, sementara warga desa Banda Eli (Wadan El) dan Banda Elat (Wadan Ilat) di Kei Besar adalah masyarakat penutur bahasa Banda. Kelompok-kelompok masyarakat ini dipercaya bermigrasi dari Kepulauan Banda dan masih melestarikan bahasa asli leluhur mereka, namun mereka juga mampu menuturkan bahasa Kei yang merupakan lingua franca di kepulauan ini.
Tiap pulau, bahkan tiap permukiman (ohoi) memiliki dialek tersendiri, sehingga dialek-dialek ini sering kali dijadikan petunjuk daerah asal (kampung, pulau, atau kawasan tertentu di Kepulauan Kei) penutur bahasa Kei. Masyarakat Kei tidak memiliki budaya baca tulis sendiri. Para misionaris Katolik dari Belanda menuliskan kata-kata bahasa Kei dengan suatu bentuk variasi penggunaan abjad Romawi.
Wilayah tuturan
Bahasa Kei dituturkan terutama di Kepulauan Kei, Maluku Tenggara, bagian dari Provinsi Maluku, Indonesia. Populasi kepulauan ini diperkirakan mencapai 140.000 jiwa, separuh dari jumlah ini menetap di dua kota, Tual yang merupakan pusat syiar Islam dan Langgur yang merupakan pusat agama Kristen di kepulauan ini, sementara separuhnya lagi mendiami desa-desa yang lazimnya berlokasi di pesisir pantai.
Penggolongan bahasa
Bahasa Kei adalah salah satu bahasa dalam rumpun besar bahasa-bahasa Austronesian. Salah satu cabang rumpun bahasa Austronesia adalah rumpun bahasa Melayu-Polinesia Tengah-Timur yang terbagi lagi menjadi beberapa rumpun kecil. Salah satu rumpun kecil ini adalah rumpun bahasa Kei-Tanimbar. Rumpun bahasa Kei-Tanimbar memiliki dua cabang yakni rumpun bahasa Yamdena-Onin dan rumpun bahasa Kei-Fordata. Bahasa Kei berada dalam rumpun bahasa Kei-Fordata.
Dialek-dialek utama bahasa Kei adalah dialek daratan (utara dan selatan) yang dituturkan di Pulau Kei Besar, serta dialek kepulauan yang dituturkan di pulau-pulau lainnya. Dialek kepulauan terbagi lagi menjadi beberapa subdialek, salah satunya adalah dialek Kei Kecil yang paling dihargai sekaligus berpenutur terbanyak di kepulauan ini. Seluruh rincian tata bahasa Kei dalam artikel ini bersumber dari dialek Kei Kecil.
Nama bahasa
Bahasa Kei memiliki beberapa sebutan berbeda yang bersumber dari sekurang-kurangnya tiga latar belakang. “Kei” diyakini bersumber dari orang-orang Portugis. Konon kepulauan ini mereka juluki "calhaus" (/kɐˈʎaws/, kayos) yang berarti batu-batu atau bongkah-bongkah batu raksasa karena tanahnya yang berbatu-batu. Akan tetapi meskipun Pulau Kei Kecil yang berpenduduk terbanyak memang adalah sebuah pulau karang, pulau terbesar di kepulauan ini yakni Pulau Kei Besar adalah sebuah pulau vulkanis yang subur.
Para misionaris Belanda menyebut bahasa Kei “Keiees” yang secara harfiah berarti "bahasa Kei". Rakyat Indonesia kini mengenal bahasa ini sebagai “bahasa Kei”. Ethnologue
menyebut pula bahasa ini dengan nama “Saumlaki”. Saumlaki adalah sebuah kota kecil di kepulauan Tanimbar yang bahasanya terbukti secara historis tidak berkerabat langsung dengan bahasa Kei.
Sebutan ketiga berasal dari bahasa itu sendiri. Cara pengucapannya lebih tepat ditulis [eʋa:v], yang tidak diterjemahkan karena merupakan sebuah nama diri. Ejaan-ejaan yang digunakan para cendekiawan adalah Eiwav, Eivav, Ewaw, Ewab, Ewaf, Evav, Ewav dan Evaf, karena masih dapat diperdebatkan apakah dua konsonan itu secara fonemik berlainan atau tidak.
Kosakata
Kata-kata dalam bahasa Kei masih memiliki kemiripan dengan bahasa-bahasa rumpun austronesia lainnya, misalnya:
Kata benda atau nomina dalam bahasa Kei umum terbagi dalam dua golongan, yaitu:
Kata benda bebas (nomina independen), yakni kata benda yang dapat ditulis atau diucapkan tanpa perlu diberi imbuhan yang menerangkan pemilik (untuk menerangkan kepemilikan, kata-kata benda bebas harus didahului kata ganti empunya), misalnya:
Rahan = Rumah
Ler = Matahari
Nuhu = Pulau
Kata benda terikat (nomina dependen), yakni kata benda yang tidak lazim ditulis atau diucapkan tanpa dirangkaikan dengan imbuhan yang menerangkan pemilik, misalnya:
Lima-ng = Tangan-ku
Rena-m = Ibu-mu
Yana-n = Anak-nya
Pronomina
Pronomina personal:
Ya'au = saya
O = engkau, anda, kamu.
I = dia
It = kita
Am = kami
Im = kalian
Hir = mereka
Pronomina demonstratif:
Ain'i = yang ini
Ainhe = yang itu
Pronomina interogatif:
Hira = siapa
Aka = apa
Tal aka atau niraan aka = mengapa
Be = mana
Ainbe = yang mana
Felbe = bagaimana
Nananbe = bilamana
Uukbe = seberapa banyak
Bailbe = seberapa besar
(ain)fir = berapa
Sufiks dan pronomina posesif
Bahasa Kei memiliki dua golongan kata benda, yakni kata kata benda bebas (nomina independen) dan kata benda terikat (nomina dependen). Cara menyatakan kepemilikan atas dua golongan kata benda ini juga berbeda.
Kata benda bebas menggunakan kata ganti empunya (pronomina posesif). Kata "uang", kubaŋ (kubang) misalnya tergolong kata benda bebas, karena sekeping uang dapat saja dimiliki orang-orang yang berbeda pada waktu yang berbeda pula. Oleh karena itu kata-kata "uang saya" harus diterjemahkan menjadi nɪŋ kubaŋ (ning kubang), yakni dengan meletakkan kata ganti empunya untuk orang pertama tunggal niŋ (ning) di depan kata benda bebas kubaŋ (kubang).
Kata ganti empunya dalam bahasa Kei adalah sebagai berikut:
Orang
Kata ganti empunya
Contoh
Arti
Pertama tunggal
nɪŋ atau nuŋ
nɪŋ kubaŋ (ning kubang)
Uang saya
Kedua tunggal
mu
mu kubaŋ (mu kubang)
Uang engkau
Ketiga tunggal
ni
ni kubaŋ (ni kubang)
Uang dia
Pertama jamak (inklusif)
did
did kubaŋ (did kubang)
Uang kita
Pertama jamak (ekslusif)
mam
mam kubaŋ (mam kubang)
Uang kami
Kedua jamak
bir
bir kubaŋ (bir kubang)
Uang kalian
Ketiga jamak
rir
rir kubaŋ (rir kubang)
Uang mereka
Kata ganti orang (pronomina personalia) yang diikuti kata ganti empunya digunakan untuk menyatakan kepemilikan atas kata benda bebas yang mendahuluinya, misalnya:
Nuhu i ya'au ning = pulau ini milikku
Nuhu i am mam = pulau ini milik kami
Kata ganti orang yang diikuti kata ganti empunya digunakan untuk menyatakan dan menegaskan kepemilikan atas kata benda bebas yang mengikutinya, misalnya:
O mu nuhu i = milikmu lah pulau ini
It did nuhu i = milik kitalah pulau ini
Akan tetapi penempatan kata ganti orang di depan kata ganti empunya sering kali hanya bertujuan untuk memperjelas kata ganti empunya itu sendiri, misalnya:
Ya'au ning ravit namsait rak = ning ravit namsait rak = bajuku sudah koyak.
Kata benda terikat menggunakan akhiran empunya (sufiks posesif). Kata "tangan", lima- (atau lim-) misalnya tergolong kata benda terikat, karena tangan yang adalah bagian tubuh seseorang tidak dapat atau tidak lazim dipisahkan dari si empunya, apa lagi dimiliki oleh orang-orang yang berbeda pada waktu yang berbeda. Lazimnya kata benda terikat tidak diucapkan atau dituliskan tanpa akhiran empunya. Oleh karena itu kata-kata "tangan saya" harus diterjemahkan menjadi limaŋ (limang), yakni dengan melekatkan akhiran empunya -ŋ (-ng) di akhir kata benda terikat lima- (tangan).
Akhiran empunya dalam bahasa Kei adalah sebagai berikut:
Orang
Akhiran empunya
Contoh
Arti
Pertama tunggal
-ŋ
limaŋ
Tangan saya
Kedua tunggal
-m
limam
Tangan engkau
Ketiga tunggal
-n
liman
Tangan dia
Pertama jamak (inklusif)
-d
limad
Tangan kita
Pertama jamak (ekslusif)
-b
limab
Tangan kami
Kedua jamak
-b
limab
Tangan kalian
Ketiga jamak
-r
limar
Tangan mereka
Adjektiva
Adjektiva bahasa Kei senantiasa mengikuti nomina yang diterangkannya, misalnya:
Vat la'ai = Batu besar (la'ai = besar)
Ravit kamumum = Baju ungu (kamumum = ungu), atau baju kebesaran (karena baju berwarna ungu atau lembayung lazimnya dikenakan dalam upacara tradisional Kei)
Ai baloat = Kayu panjang (baloat/bloat/blawat = panjang)
Verba
Dalam percakapan, verba bahasa Kei biasanya dirangkai dengan awalan yang menunjukkan pelaku, misalnya:
kata dasar: tod = hela
utod = saya menghela
umtod = engkau menghela
entod = dia menghela
ittod = kita menghela
amtod = kami menghela
imtod = kalian menghela
ertod = mereka menghela
Pengimbuhan awalan yang menunjukkan pelaku tersebut tidak mengubah pengucapan kata dasarnya (kecuali pada beberapa verba tertentu), sehingga perlu dipisahkan dengan verba yang diawali huruf vokal, agar tidak dibaca bersambung, misalnya:
kata dasar: eak = ikat
u'eak = saya mengikat
um'eak = engkau mengikat
Pada Verba tertentu, terjadi variasi awalan yang menunjukkan pelaku, misalnya:
kata dasar: fla = lari
ufla = saya lari
mufla = engkau lari
nefla = dia lari
tefla = kita lari
mefla = kami lari
befla = kalian lari
refla = mereka lari
kata dasar: an = makan
uan= saya makan
muan = engkau makan
na'an = dia makan
ta'an = kita makan
maan = kami makan
mian = kalian makan
ra'an = mereka makan
konjungsi
ma = maka, lalu, kemudian
ne = dan, tetapi, malah
ibo = namun
hov atau enhov = dan, bersama dengan, beserta
Ucapan Salam
Fel be / Fel be he: bagaimana? (Apa khabar?)
Bok át / Bok wat/ Bok bok wat: baik saja/Baik-baik saja
Ungkapan sehari-hari
Bahasa Kei
Arti
Penjelasan
Usob o (dialek kepulauan) atau Tet ya (dialek daratan)
Terima kasih
Secara harfiah usob o berarti kusembah engkau, sementara tet ya mungkin berasal dari ungkapan tet yaryar atau tet yar yang dapat berarti beranda depan maupun sudah selesai (perkara, permasalahan)
Am yen-te tel
Kami bertiga anak-beranak
Ungkapan kekerabatan bahasa Kei mirip dengan yang dimiliki bahasa Melayu
Oho
Ya, iya
Kerap pula digunakan kata ken (tepat, kena, benar) atau tunan (sungguh, sebenar-benarnya, asli, sejati) untuk mengiyakan atau mengungkapkan persetujuan
Wa'id, wa'aid, aid, ed (dialek kepulauan) atau Dem, war (dialek daratan)
Tidak
kata negasi dalam bahasa Kei berbeda-beda menurut dialeknya, kerap pula digunakan kata sa (salah, keliru) untuk mengungkapkan bantahan atau pengingkaran
Felbe he
Apa khabar?
Sapaan umum, secara harfiah berarti bagaimana (keadaan di) situ
Ti ma ro do
Mondar-mandir tidak menentu
gabungan empat kata kerja, pergi, datang, menjauh, mendekat
Sebagaimana lazimnya bahasa-bahasa Austronesia, penggunaan kluster konsonan biasanya dihindari. Penekanan biasanya diberikan pada suku kata terakhir.
c, g, p, q, x, z adalah konsonan yang hanya digunakan untuk menulis kata-kata serapan.
Kata Majemuk
Keterbatasan kosakata untuk mengungkapkan gagasan tertentu diatasi dengan penggunaan kata majemuk, yakni gabungan-kata yang mewakili gagasan atau makna baru yang berbeda dari gagasan atau makna yang dikandung masing-masing kata pembentuk gabungan-kata tersebut. Berikut ini adalah beberapa kata majemuk dalam bahasa Kei.
Bahasa Kei
Arti harfiah
Arti frasa
isu - maneran
pinang - sirih
sekapur sirih, suguhan, sesaji, persembahan
ken - sa
benar - salah
segera, cepat, lekas, singkat
dir - u
berdiri - depan
pemuka, ketua, pemimpin
ham - wang
membagi - jatah
administrator, penadbir, pengelola
ye(a) - lim(a)
kaki - tangan
sumbangan, bantuan, sokongan
yaman - ubun
ayah(nya) - kakek(nya)/dua generasi sebelum ego
datuk(nya), tetua(nya), leluhur(nya)
yanan - ubun
anak(nya) - cucu(nya)/dua generasi sesudah ego
keturunan(nya)
renan - te
ibu(nya) - nyonya/sapaan hormat untuk perempuan
ibu mertua(nya)
yaman - toran
ayah(nya) - tuan/sapaan hormat untuk laki-laki
bapak mertua(nya)
ingan - lulin
semangat(nya)/gairah(nya) - baik/indah
(ia) rajin
ingan - sian
semangat(nya)/gairah(nya) - buruk/rusak
(ia) malas
bes - atmaan
besi - tembaga
logam
mas - kubang
mas (1/16 tahil) - kupang (1/4 mas)
uang
Peribahasa
Adat en'ot rat na'a dunyai, adat menciptakan raja di dunia. Artinya, tinggi martabat karena beradat.
Vu'ut ain mehe ngivun ne manut ain mehe ni tilur, telur seekor ikan saja, dan telur seekor ayam belaka. Artinya, semua orang pada hakikatnya bersaudara, laksana banyak telur yang berasal dari satu ekor ikan atau satu ekor ayam saja. Kalimat ini merupakan peribahasa terpopuler di Kepulauan Kei.
Sar sangongo weat yaf, Laksana ngengat menggoda api. Pepatah ini adalah peringatan halus bagi para pemberani yang suka bermain-main dengan bahaya.
Lakur roa loat nangan, Ikan kakatua di pesisir, ikan lele di pedalaman. Kedua jenis ikan ini hidup dan berenang dengan tenang di perairan dangkal sehingga tampak seakan-akan orang cukup membungkuk dan meraup dengan tangan untuk menangkapnya, akan tetapi kenyataannya sangat sukar menangkapnya dengan cara demikian. Oleh karena itu, kedua jenis ikan ini dijadikan perumpamaan untuk hal-hal yang tampak mudah dalam wacana tetapi nyatanya sangat sukar dilaksanakan.
Flur nit sob Duad, fo hoar tovlai, menyemahlah kepada leluhur menyembahlah kepada Tuhan, agar riam lancar menghanyutkan. Kalimat ini adalah petuah klasik dalam masyarakat Kei yang percaya bahwa tindakan menyemah kepada arwah leluhur dan penyembahan kepada Tuhan dapat meluputkan orang dari celaka dan guna-guna.
Teen fo teen, yanat fo yanat, induk jadilah induk, anak jadilah anak. Artinya, bilamana menghadapi generasi muda maka generasi tua patut berperilaku selayaknya orang tua menghadapi anak-anaknya sendiri, sebaliknya generasi muda patut berperilaku selayaknya anak-anak menghadapi orang tuanya sendiri.
Toil u ne savak mur, tilik haluan dan toleh buritan. Artinya, orang senantiasa mesti mengupayakan masa depan yang lebih baik sambil belajar dari pengalaman masa lampau.
Umval vuan fo ler, ler fo vuan, afa ken neblo entub ni wai, entauk ni wain, kau jungkirkan bulan jadi matahari, matahari jadi bulan, yang benar dan lurus tetap jua pada tempatnya, tertumpu jua pada tumpuannya. Artinya, sehebat-hebatnya orang memutarbalikkan fakta, tidak akan mampu mengubah kebenaran.
^Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Kei". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.Pemeliharaan CS1: Tampilkan editors (link)
^"Bahasa Kei". www.ethnologue.com (dalam bahasa Inggris). SIL Ethnologue.