Bahasa DhaoBahasa Dhao atau Lī Dhao /li: ɖ͡ʐaɔ/ adalah bahasa yang digunakan suku Dhao.[3] Penuturnya terutama terdapat di pulau Dhao, tetapi ada juga yang menetap di pulau Rote dan pulau Timor. ‘Dhao’ merupakan kata yang digunakan suku Dhao untuk menyebut komunitas mereka, sedangkan ‘Ndao’ digunakan oleh suku-suku tetangga mereka, seperti suku Rote, untuk menyebut mereka. Bahasa Dhao secara genetik diklasifikasikan ke dalam subkelompok bahasa Sumba-Hawu, dalam Melayu-Polinesia Tengah (CMP) dari keluarga bahasa Austronesia, dan dengan demikian menyerupai bahasa Sumba dan Sabu. Baik Donohue & Grimes maupun Blust menyimpulkan bahwa bahasa Dhao dan bahasa Hawu secara tidak kontroversial adalah unit genetik dengan bahasa Sumba. Ada bukti substansial untuk subkelompok Sumba-Hawu yang eksklusif, dan bukti terbatas untuk subkelompok yang lebih besar yang mencakup bahasa di Flores bagian barat dan tengah. Blust juga memberikan bukti leksikostatistik bahwa Sumba-Hawu memiliki lebih banyak serumpun (35%) daripada Bima- Sumba (28%). Pengelompokan internal di tingkat yang lebih tinggi, yaitu antara Melayu-Polinesia Tengah (CMP), Melayu-Polinesia Tengah-Timur (CEMP) dan Melayu-Polinesia Barat (WMP) bermasalah. Klasifikasi genetik dalam subkelompok CMP dianggap bermasalah karena inovasi yang tidak lengkap dalam bahasanya, meskipun kontak bahasa di daerah itu telah terbukti selama beberapa dekade. Donohue dan Grimes (2008) berpendapat bahwa beberapa bahasa di Sulawesi lebih suka berbagi fitur dengan bahasa di wilayah CMP daripada dengan bahasa di wilayah WMP. Kompleksitas tersebut membuat status CMP dan CEMP menjadi kabur. Dengan melakukan subkelompok dari bawah ke atas, Donohue dan Grimes mengusulkan dua klasifikasi terpisah untuk WMP dan tiga untuk CMP, meninggalkan Melayu-Polinesia Timur (EMP) sebagai subkelompok yang berbeda (Donohue dan Grimes, 2008). CEMP tidak dianggap sebagai simpul induk untuk CMP dan EMP dalam pohon standar Melayu-Polinesia (Donohue dan Grimes, 2008). Kemudian, Blust (2009) memberikan beberapa alternatif lain sambil mendukung bukti untuk “teori standar” percabangan Melayu-Polinesia. Sementara Donohue dan Grimes menemukan sedikit dukungan untuk CEMP, Blust mengklaim memiliki banyak bukti. Perselisihan akademis mengenai klasifikasi genetik bahasa-bahasa di Indonesia Timur memberikan bukti bahwa daerah tersebut memiliki rumpun bahasa yang “kompleks” dan “besar dan beragam secara struktural”. SejarahNama pulau yang paling terkenal serta bahasanya adalah “Ndao”. Namun, telah dipastikan bahwa nama yang diberikan merupakan pengucapan yang salah dan menggunakan ejaan bahasa tetangga yang dominan, bahasa Rote.[4] Gugus konsonan atau pra-nasal /nd/ tidak pernah muncul dalam posisi suku kata mana pun dalam bahasa tersebut. Penutur selalu melafalkan kata tanpa sengau, dan dengan sedikit retrofleksi dan pengucapan bunyi [d]. Oleh karena itu, hanya merepresentasikan bunyi secara fonemik sebagai /ɖ͡ʐ/ dan secara ortografis sebagai dh. Nama demikian diucapkan sebagai Dhao. Nama suku Ndao telah memperoleh beberapa varian: Dauw (Lynden, 1851), Dao (Jonker, 1903), Ndau (Ormeling, 1952), dan Dhau (Grimes, 2009). Tetapi nama Ndao telah terdaftar di administrasi resmi untuk merujuk pada pulau dan komunitasnya, dan Dhao untuk merujuk pada bahasa tersebut. Pulau Ndao juga secara kiasan disebut rai kahore (rai 'tanah' dan kahore 'bulat'), yang secara harfiah berarti 'tanah bulat'. Selain nama Dhao, orang mengidentifikasi diri mereka sebagai dhèu kahore dan bahasanya sebagai lī kahore. Terutama kaum muda yang mengidentifikasi diri mereka sebagai ana kahore. Kata kahore mengacu pada pemahaman bersama tentang pulau kecil berbentuk bulat. Fox menyatakan bahwa, meskipun masyarakat Ndao mengaku memiliki bahasa dan budaya yang mirip dengan orang Sawu, mereka telah lama dipengaruhi oleh budaya pulau tetangganya, Rote. Variasi bahasaBahasa Dhao tidak memiliki variasi dialek. Namun, masyarakat yang tinggal di desa Mbiu, Lombo, dan Mbali memiliki variasi semantik kata-kata tertentu yang berbeda. Misalnya, masyarakat Ndao pada umumnya memahami bahwa ungkapan kataki i'a berarti ‘menembak ikan dengan anak panah’, tetapi di tiga desa yang disebutkan di atas, orang menggunakan cèla i'a, yang secara harfiah berarti ‘menyelam mencari ikan’. Perbedaan tersebut tidak mempengaruhi tata bahasa. Beberapa perbedaan lainnya ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Perbedaan kecil tersebut dapat menyebabkan kesalahpahaman antara penutur bahasa Dhao di luar dan di dalam tiga desa ini. Yang terakhir pada dasarnya memahami semua ekspresi standar bahasa Dhao tanpa membedakan pengertian semantik spesifik dari kata-kata itu. Tidak ada perbedaan prosodik antara kedua variasi tersebut. RegisterBahasa Dhao digunakan sebagai bahasa sehari-hari di pulau Ndao. Selain bahasa Dhao standar, Dhao juga memiliki dua register lain: bahasa rahasia (lī pacele), dan bahasa ritual (lī hini). Bahasa rahasia hanya digunakan oleh orang dewasa untuk mencegah orang yang lebih muda atau orang luar dengan pengetahuan dasar tentang Dhao memahami percakapan mereka. Namun demikian, orang Dhao mengklaim bahwa, saat ini, anak-anak berusia 17 dan 18 tahun telah memperoleh lī pacele dan dapat menggunakannya dalam percakapan sehari-hari dengan orang dewasa. Fitur paling khas dari lī pacele adalah penggunaan terminologi simbolis atau kiasan untuk budaya material, spesies hewan, nama tumbuhan, dan kata-kata lain yang arti harfiahnya tidak diketahui. Misalnya, mereka mungkin mengatakan èu dènge sabha dhau ana tabebe si yang secara harfiah berarti 'kamu pergi dengan wadah daun lontar yang besar dan kecil' untuk merujuk pada seseorang yang membawa semua anak atau cucunya berjalan ke suatu acara (pesta atau upacara). Dalam ungkapan seperti itu, anak-anak dibandingkan dengan wadah daun lontar. Karena di pulau Ndao, masyarakat menggunakan wadah daun lontar untuk menyimpan nira dan membawanya pulang. Wadah daun lontar ini memiliki ukuran dan jenis yang berbeda-beda tergantung fungsinya. Laki-laki Dhao cenderung membawa banyak wadah daun palem yang berbeda ketika mereka pergi untuk menyadap sawit. Dalam hal ini makna literal (wadah daun lontar) kontras dengan makna kontekstual (anak-anak). Namun, perbandingan seperti itu dipahami oleh penutur asli Dhao karena adanya pemahaman bersama tentang budaya penyadapan. Contoh lain datang dari alat tangkap, kalera-kanaca. Kalera adalah sejenis keranjang untuk memasukkan ikan dan kanaca adalah perangkap ikan kecil. Kedua istilah ini digabungkan sebagai ungkapan yang berarti 'suami dan istri, atau pasangan'. Ketika orang pergi memancing, mereka biasanya membawa kanaca dan kalera. Mereka menangkap ikan menggunakan kanaca dan kemudian mereka memasukkan ikan ke dalam kalera. Kedua peralatan ini tidak dapat dipisahkan dalam melakukan penangkapan ikan. Bagi masyarakat Dhao, suami istri adalah pasangan yang tak terpisahkan. Lī hini adalah bahasa ritual yang hanya digunakan dalam upacara atau acara adat. Karena upacara-upacara adat tidak lagi dipraktekkan saat ini, banyak ekspresi bahasa ritual yang sudah dilupakan. Sebuah tarian tradisional yang disebut pado'a telah dihidupkan kembali, meskipun hanya beberapa orang tua yang mampu memimpin tarian sambil melantunkan bahasa ritual. Masyarakat Dhao mengakui bahwa bahasa ritual sangat dipengaruhi oleh bahasa Rote. Ciri yang menonjol dari bahasa ritual di daerah tersebut adalah penggunaan kata yang paralel, yang disebut paralelisme leksikal. Berikut adalah beberapa contoh paralelisme leksikal yang banyak digunakan orang saat berdoa. Seperti yang terlihat pada contoh, kata-kata paralel (ditandai dalam teks dengan //) adalah koa 'bangga' dan kio 'pujian' (1), sasala 'salah' dan sasigo 'berbalik' (2), dan babhelu 'kejahatan ' dan katuba 'jahat' (3). Pasangan pada (1) dan (2) diklaim sebagai kata pinjaman dari bahasa Rote.
FonologiBahasa Dhao memiliki 23 segmen konsonan asli dalam inventarisnya: /p, b, ɓ, b͡β, t, d, ɗ, ɖ͡ʐ, c, ɟ, ʄ, k, ɡ, ɠ, ʔ, s, h, m, n, ɲ, ŋ, r, l/ dan tiga konsonan pinjaman: /w, f, j/. Seperti bahasa lain dalam sub-keluarga yang sama, bahasa Dhao memiliki bunyi konsonan letup and gesek. Tidak seperti bahasa lain di daerah yang sama, yang sebagian besar memiliki dua atau tiga konsonan letup, seperti bahasa Kambera di Sumba dan bahasa Rongga di Flores, bahasa Dhao (termasuk bahasa Hawu) memiliki empat konsonan letup: dwibibir /ɓ/, rongga gigi /ɗ/, langit-langit /ʄ/, dan langit-langit belakang /ɠ/. Bahasa Dhao juga memiliki satu dwibibir gesek /b͡β/ dan satu rongga gigi gesek bersuara /ɖ͡ʐ/, yang diucapkan agak retrofleks. Inventarisasi 23 segmen konsonan asli bahasa Dhao disajikan dalam tabel di bawah ini. Segmen yang ditunjukkan dalam tanda buka-tutup kurung dianggap sebagai pinjaman.
Bahasa Dhao memiliki enam vokal, yang meliputi /i, ɛ, ə, a, ɔ, u/. Karena pepet /ə/ tidak memiliki bobot suku kata, konsonan berikutnya akan diperpanjang. Konsonan rangkap tidak umum pada bahasa-bahasa di Indonesia Timur. Kapan pun pepet muncul pada posisi akhir suku kata, vokal tinggi, baik /i/ atau /u/ akan mengikuti, membuatnya diftong. Vokal bahasa Dhao disajikan secara fonemik dalam tabel di bawah ini. Bahasa Dhao menerapkan sistem enam vokal. Vokal tengah dan rendah semuanya merupakan vokal terbuka.
Semua vokal bahasa Dhao memiliki rekan vokal panjang. Namun, mereka berbeda dalam hal distribusi. Hanya vokal panjang [iː] yang muncul di semua posisi kata, sedangkan yang lain jarang muncul di posisi tengah kata. Pepet panjang [əː] hanya muncul pada posisi awal kata.
Suku Kata dan TekananPola suku kata-kata bahasa Dhao adalah CV, dan tekanan turun secara konsisten pada posisi kedua dari belakang. Bahasa Dhao adalah salah satu bahasa di kepualan Sunda Kecil yang hanya mengizinkan suku kata akhir terbuka, sama seperti bahasa Hawu dan bahasa Sumba, dan berbeda dari Rote, yang memungkinkan konsonan terakhir –k dan –s. Oleh karena itu, untuk kata pinjaman dengan konsonan akhir, bahasa Dhao menerapkan strategi adaptasi untuk membuat suku kata terbuka dengan menghilangkan konsonan atau menambahkan vokal. Vokal epentetik dalam posisi antar konsonan mencegah gugus CC. Morfem bersuku kata satu disajikan di bawah ini, di mana suku kata hanya berisi CV. Banyak morfem bersuku kata yang merupakan kata fungsi, seperti ho ‘sehingga’ dan ma ‘menuju’, tetapi ada beberapa kata isi, seperti ha ‘paru-paru’.
Contoh kata bersuku kata dua ada di bawah ini. Kata-kata bersuku kata dua menghasilkan satu kaki trochaic, di mana tekanan utama jatuh pada suku kata awal. Suku kata yang ditekankan dicetak tebal.
Dalam kata-kata bersuku kata tiga, suku kata awal tidak memiliki tekanan dan tekanan utama jatuh pada suku kata kedua dari belakang. Di bawah ini adalah contohnya.
Kata bersuku kata empat menghasilkan dua kaki trochaic. Namun, ketika empat suku kata berkumpul, tekanan utama jatuh pada suku kata kedua dari belakang. Penekanan pada suku kata awal menjadi sekunder. Suku kata kedua dari belakang yang memiliki tekanan utama dicetak tebal. Contohnya dapat dilihat di bawah ini.
GramatikaPronominaPronomina PersonaBahasa Dhao mempunyai berbagai jenis pronomina persona:
Untuk pronomina awalan pada bagan di atas, huruf besar pada kU-, mU-, dan mI-) menyimbolkan vokal abstrak. Pendekatan ini dibutuhkan untuk menerangkan kenapa ‘saya makan’ berupa ko'a dan bukan ka'a; ‘engkau makan’ berupa mo'a dan bukan ma'a; ‘kalian makan’ berupa mi'a dan bukan ma'a; ‘saya ambil’ berupa kore dan bukan kare, dsb. Ada satu verba dalam bahasa Dhao yang mengunakan akhiran untuk menentukan pelaku, yaitu la ‘pergi’. Di rumpun bahasa-bahasa Austronesia, verba semacam ini digolongkan sebagai verba intradirektif di mana lokasi si pelaku juga berubah. Bila pronomina persona jamak ditentukan dengan jumlah orang, maka pronomina persona mandiri dipakai sama-sama dengan pronomina klitik. Contohnya di bawah ini.
Pronomina persona yang wajib adalah pronomina persona klitik, bukan bentuk pronomina persona mandiri. Pronomina RefleksifBahasa Dhao mempunyai empat cara untuk merujuk pada diri sendiri. Unu dan mesa berfungsi dalam frasa nomina, dan īsi dan ngi'u berfungsi sebagai objek dari verba transitif. Sama seperti pola di atas, pronomina refleksif menggunakan baik pronomina persona mandiri maupun klitik.
Pronomina DemonstratifPronomina demonstratif dalam bahasa Dhao membedakan tiga jarak yang relatif (yang sejajar dengan sini, situ, sana), bersama tunggal dan jamak. Pronomina demonstratif tersebut digunakan untuk merujuk pada 1) lokasi, 2) waktu, dan 3) peranan dalam wacana (referent tracking in discourse). Bahasa Indonesia tidak menandai frasa tunggal atau jamak dengan kata petunjuk seperti bahasa Dhao.
NumeraliaNumeralia mengacu pada "bilangan asli". Mereka dapat dibedakan sebagai bilangan kardinal yang menghitung jumlah individu dalam suatu himpunan, dan sebagai ordinal yang menyatakan pangkat dalam suatu deret. Bahasa Dhao menerapkan sistem desimal. Bilangan yang lebih tinggi dinyatakan dengan kelipatan 10. Bilangan bulat bebas yang merupakan bilangan kardinal disajikan pada tabel di bawah ini. Bilangan antara 'satu' sampai 'sembilan' dinyatakan oleh leksem bersuku dua yang terpisah. Hanya èci 'satu' yang dapat direduksi menjadi morfem bersuku kata satu ci dengan menghapus pepet awal.
Kelipatan 10 disajikan pada tabel di bawah ini. Kelipatan didahului oleh penanda tak tentu ca 'satu'. Berbeda dengan tiga yang pertama, leksem juta ‘juta’ adalah pinjaman dari bahasa Indonesia. Bahasa Dhao memang memiliki istilah kuno kehi yang juga berarti 'juta'. Namun, istilah asli bahasa Dhao tidak lagi digunakan. Namun, kombinasinya dengan juta, menghasilkan juta kehi, berarti 'lebih dari...juta', seperti contoh di bawah ini.
Bilangan pecahan di bahasa Dhao menggunakan camalore 'setengah' atau 1⁄2. Istilah ini awalnya mengacu pada jumlah benda atau cairan melalui pengklasifikasi tertentu yang menandakan kepenuhan yang tidak lengkap. Dalam bilangan pecahan, camalore didahului oleh bilangan pokok dengan kata penghubung dènge 'dengan' di antara mereka.
Bilangan urut disajikan pada tabel di bawah ini. Bilangan urut dibentuk dari bilangan kardinal yang diawali dengan ka, yang aslinya berasal dari partikel ka-. Istilah uru 'sebelumnya' juga digunakan ketika mengacu pada urutan deret, alih-alih nomor urut untuk 'pertama'.
Kardinal adverbia di bahasa Dhao menggunakan adverbia hari 'lagi'. Untuk mengungkapkan gagasan 'sekali' ca- digunakan dalam kombinasi dengan verba tèka 'bertengger'. Bentuk catèka 'sekali' dikurangi secara teratur menjadi sèka. Untuk membentuk kardinal adverbia yang lebih tinggi, bilangan dasar mendahului adverb hari 'lagi'. Kardinal adverbia diilustrasikan pada tabel di bawah ini.
PenggolongBahasa Dhao memiliki tiga pengklasifikasi berbeda yang menunjukkan arti 'satu'. Secara fonologis, dasarnya adalah bentuk bersuku kata ca. Dua bentuk lainnya cue dan ci'u secara historis menyatu dari ca + bua 'buah' dan ca + ngi'u 'tubuh'.
Bentuk ca menandakan ketidakterbatasan untuk kata-kata umum yang merujuk pada orang, objek, tempat, atau waktu. Kata TanyaKedudukan kata tanya dalam bahasa Dhao biasanya mengganti argumen yang ditanyakan.
AfiksSelain awalan untuk pronomina persona, ada lagi dua awalan verba dalam bahasa Dhao yang bersifat homonim (yaitu dua morfem yang bentuknya sama, tetapi makna dan fungsi berbeda). Yang pertama adalah pa- ‘kausatif’. Yang kedua adalah pa- ‘resiprokal’. Dalam bahasa-bahasa daerah dari rumpan bahasa Austronesia di kawasan Indonesia Timur, kedua awalan tersebut sering ditemukan dalam bentuk yang persis sama, atau kadang-kadang dalam bentuk yang hampir sama.
ReduplikasiBahasa Dhao menggunakan proses yang disebut dalam ilmu bahasa sebagai ‘template-driven CV-reduplication’ untuk membentuk nomina dari verba. Konsonan pertama diulangi dan vokal /a/ diisi. Secara abstrak, proses tersebut dapat diperlihatkan sebagai berikut:
Dengan verba transitif aktif, perulangan menandai kegiatan yang dilaksanakan secara berulang-ulang dan secara intensif. Pola perulangan sama seperti di atas. Contohnya sebagai berikut:
Dengan verba intransitif, perulangan dengan awalan pa- menandai kegiatan yang mempunyai sifat akar kata tersebut sebanyak mungkin. Contohnya sebagai berikut:
Perulangan adverbia meningkatkan intensitas dari sifatnya akar kata. Contohnya sebagai berikut:
Kebanyakan bahasa di dunia bisa membedakan antara nama warna (secara umum), dan warna itu yang sifatnya dianggap paling murni. Dalam adjektiva warna bahasa Dhao, perbedaan ditandai dengan perulangan pada adverbianya. Tetapi setiap adjektiva warna memiliki adverbia yang khas. Contohnya sebagai berikut:
Bahasa Indonesia menandai bentuk nomina jamak, nomina terssebut mengalami pengulangan, misalnya orang (nomina tunggal) dan orang-orang (nomina jamak). Bahasa Dhao serta banyak bahasa daerah lain di kawasan Indonesia Timur berbeda, nomina jamak ditandai dengan pronomina sèra, ra, se'e, atau si. Perulangan nomina membawa unsur ‘variasi, berbagai, keaneka-ragaman, yang berbeda-beda’. Unsur variasi lebih menonjol atau dipentingkan daripada unsur jamak. Yang termasuk, bukan semua anggota dalam golongan tersebut, tetapi berbagai anggota yang mewakili perbedaan yang ada. Contohnya sebagai berikut:
Sama seperti perulangan yang lain, perulangan adjektiva jumlah (quantifier) meningkatkan intensitas dari sifat akar kata tersebut. Contohnya sebagai berikut:
Sama seperti perulangan yang lain, perulangan kata waktu (time words) meningkatkan intensitas dari sifat akar kata tersebut. Contohnya sebagai berikut:
Perulangan kata tanya, menambah unsur ‘berbagai macam, yang tidak tertentu, dan tidak terbatas’. Contohnya sebagai berikut:
Bahasa Dhao mempunyai banyak kata majemuk yang digunakan baik dalam syair-syair, maupun bahasa sehari-hari. Gejala kata majemuk dalam bahasa-bahasa daerah di kawasan Indonesia Timur dibahas secara lebih mendalam di C.Grimes, Therik Jacob, dan Grimes (1997). Kata majemuk dalam bahasa Dhao berfungsi sebagai satu kesatuan, dan ditulis dengan garis datar (-) atau digabung, misalnya:
SintaksisSecara singkat, tipologi bahasa Dhao adalah SV(O), yaitu subyek dulu, baru verba, baru boleh diikuti objek. Apabila ada informasi mengenai lokasi atau waktu, adverbia lokasi atau adverbia waktu itu biasanya ditambah di bagian belakang kalimat. Jika informasi mengenai lokasi atau waktu merupakan informasi baru yang penting dalam suatu cerita (wacana), maka ditempatkan di bagian awal kalimat. Apabila ada informasi mengenai baik waktu maupun lokasi, kedua adverbia tersebut biasanya ditempatkan lebih awal.
Konjungsi ditempatkan pada awal kalimat, terlepas dari kerumitan isi kalimat.
Referensi
Daftar pustaka
Pranala luar |