Brunei Darussalam
Brunei, dengan nama formal Brunei Darussalam, adalah negara berdaulat di Asia Tenggara yang terletak di pantai utara pulau Kalimantan. Negara ini memiliki wilayah seluas 5.765 km² yang menempati pulau Kalimantan dengan garis pantai seluruhnya menyentuh Laut Tiongkok Selatan. Wilayahnya dipisahkan ke dalam negara bagian di Sarawak, Malaysia. Saat ini, Brunei memiliki Indeks Pembangunan Manusia tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Singapura, sehingga diklasifikasikan sebagai negara maju.[9] Menurut Dana Moneter Internasional, Brunei memiliki produk domestik bruto per kapita terbesar kelima di dunia dalam keseimbangan kemampuan berbelanja. Sementara itu, Forbes menempatkan Brunei sebagai negara terkaya kelima dari 182 negara karena memiliki ladang minyak bumi dan gas alam yang luas.[10] Selain itu, Brunei juga terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan dalam melaksanakan Syari'at Islam, baik dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan bermasyarakat. Pada tahun 2020, tercatat bahwa Brunei memiliki penduduk sebanyak 460,345 jiwa.[11] EtimologiSilsilah kerajaan Brunei didapatkan pada Batu Tarsilah yang menuliskan Silsilah Raja-Raja Brunei yang dimulai dari Awang Alak Betatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-1804 dan 1804-1807). Brunei adalah sebuah negara tertua di antara kerajaan-kerajaan di tanah Melayu. Keberadaan Brunei Tua ini diperoleh berdasarkan kepada catatan Arab, Tiongkok dan tradisi lisan. Dalam catatan Sejarah Tiongkok dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan Bunlai. Dalam catatan Arab dikenali dengan Dzabaj atau Randj. Catatan tradisi lisan diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari perkataan baru nah yaitu setelah rombongan klan atau suku Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru. Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategis yaitu diapit oleh bukit, air, mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun mengucapkan perkataan baru nah yang berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati mereka untuk mendirikan negeri seperti yang mereka inginkan. Kemudian perkataan baru nah itu lama kelamaan berubah menjadi Brunei. Replika stupa yang dapat ditemukan di Pusat Sejarah Brunei menjelaskan bahwa agama Hindu-Buddha pada suatu masa dahulu pernah dianut oleh penduduk Brunei. Sebab telah menjadi kebiasaan dari para musafir agama tersebut, apabila mereka sampai di suatu tempat, mereka akan mendirikan stupa sebagai tanda serta pemberitahuan mengenai kedatangan mereka untuk mengembangkan agama tersebut di tempat itu. Replika batu nisan P'u Kung Chih Mu, batu nisan Rokayah binti Sultan Abdul Majid ibni Hasan ibni Muhammad Shah Al-Sultan, dan batu nisan Sayid Alwi Ba-Faqih (Mufaqih) pula menggambarkan mengenai kedatangan agama Islam di Brunei yang dibawa oleh musafir, pedagang dan mubalig-mubaliq Islam, sehingga agama Islam itu berpengaruh dan mendapat tempat baik penduduk lokal maupun keluarga kerajaan Brunei. Islam mulai berkembang dengan sangat pesat di Kesultanan Brunei sejak Syarif Ali diangkat menjadi Sultan Brunei ke-3 pada tahun 1425 M karena sultan yang sebelumnya mengahwini puterinya dengan Syarif Ali. Sultan Syarif Ali adalah seorang Ahlul Bait dari keturunan / pancir dari Cucu Rasulullah Shalallahualaihi Wassallam yaitu Amirul Mukminin Hasan / Syaidina Hasan sebagaimana yang tercantum dalam Batu Tarsilah / prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di Bandar Sri Begawan, Brunei. Keturunan Sultan Syarif Ali ini kemudian juga berkembang menurunkan Sultan-Sultan di sekitar wilayah Kesultanan Brunei yaitu menurunkan Sultan-Sultan Sambas dan Sultan-Sultan Sulu. Kata Darussalam, istilah dalam bahasa Arab untuk "tempat yang damai" atau "Rumah Keamanan", disematkan pada abad ke-15 oleh Sultan ke-3, Syarif Ali, untuk menegaskan Islam sebagai agama negara, serta untuk meningkatkan penyebarannya.[12] SejarahPara peneliti sejarah telah mempercayai terdapat sebuah kerajaan lain sebelum berdirinya Kesultanan Brunei kini, yang disebut orang Tiongkok sebagai Po-ni. Catatan orang Tiongkok dan orang Arab menunjukkan bahwa kerajaan perdagangan kuno ini ada di muara Sungai Brunei awal abad ke-7 atau ke-8. Kerajaan itu memiliki wilayah yang cukup luas meliputi Sabah, Brunei dan Sarawak yang berpusat di Brunei. Kesultanan Brunei juga merupakan pusat perdagangan dengan China. Kerajaan awal ini pernah ditaklukkan Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatra pada awal abad ke-9 Masehi dan seterusnya menguasai Borneo utara dan gugusan kepulauan Filipina. Kerajaan ini juga pernah menjadi taklukan (vazal) Kerajaan Majapahit yang berpusat di pulau Jawa. Nama Brunei tercantum dalam Negarakertagama sebagai daerah bawahan Majapahit. Kekuasaan Majapahit tidaklah lama karena setelah Hayam Wuruk wafat Brunei membebaskan diri dan kembali sebagai sebuah negeri yang merdeka dan pusat perdagangan penting. Pada awal abad ke-15, Kerajaan Malaka di bawah pemerintahan Parameswara telah menyebarkan pengaruhnya dan kemudian mengambil alih perdagangan Brunei. Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di wilayah Brunei oleh pedagangnya pada akhir abad ke-15. Kejatuhan Melaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih kepimpinan Islam dari Melaka, sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman kegemilangannya dari abad ke-15 hinga abad ke-17 sewaktu memperluas kekuasaannya ke seluruh pulau Borneo dan ke Filipina di sebelah utaranya. Semasa pemerintahan Sultan Bolkiah (1473-1521) yang terkenal disebabkan pengembaraan baginda di laut, malah pernah seketika menaklukkan Manila. kesultanan Brunei memperluas pengaruhnya ke utara hingga ke Luzon dan Sulu serta di sebelah selatan dan barat Kalimantan; dan pada zaman pemerintahan sultan yang kesembilan, Hassan (1605-1619), yang membangun susunan aturan adat istiadat kerajaan dan istana yang masih kekal hingga hari ini. Pada tahun 1658 Sultan Brunei menghadiahkan sedikit kawasan timur laut Kalimantan kepada Sultan Sulu di Filipina Selatan sebagai penghargaan terhadap Sultan Sulu dalam menyelesaikan perang saudara di antara Sultan Abdul Mubin dengan Sultan Mohyidin. Persengketaan dalam kerajaan Brunei merupakan satu faktor yang menyebabkan kejatuhan kerajaan tersebut, yang bersumber dari pergolakan dalam disebabkan perebutan kuasa antara ahli waris kerajaan, juga disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah Eropa di rantau sebelah sini, yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta memusnahkan asas ekonomi Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain. Pada Tahun 1839, James Brooke dari Inggris datang ke Serawak dan menjadi raja di sana serta menyerang Brunei, sehingga Brunei kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Sebagai balasan, ia dilantik menjadi gubernur dan kemudian "Rajah" Sarawak di Barat Laut Borneo sebelum meluaskan kawasan di bawah pemerintahannya. Pada tanggal 19 Desember 1846, pulau Labuan dan sekitarnya diserahkan kepada James Brooke. Sedikit demi sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan Inggris melalui perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahnya sampai wilayah Brunei kelak berdiri sendiri di bawah protektorat Inggris sampai berdiri sendiri tahun 1984. Pada masa yang sama, Persekutuan Borneo Utara Britania sedang meluaskan penguasaannya di Timur Laut Borneo. Pada tahun 1888, Brunei menjadi sebuah negeri di bawah perlindungan kerajaan Britania dengan mengekalkan kedaulatan dalam negerinya, tetapi dengan urusan luar negara tetap diawasi Britania. Pada tahun 1906, Brunei menerima suatu lagi langkah perluasan kekuasaan Britania saat kekuasaan eksekutif dipindahkan kepada seorang residen Britania, yang menasihati baginda Sultan dalam semua perkara, kecuali yang bersangkut-paut dengan adat istiadat setempat dan agama. Pada tahun 1959, Brunei mendeklarasikan kerajaan baru yang berkuasa memerintah kecuali dalam isu hubungan luar negeri, keamanan dan pertahanan di mana isu-isu ini menjadi tanggung jawab Britania. Percobaan untuk membentuk sebuah badan perundangan pada tahun 1962 terpaksa dilupakan karena terjadi pemberontakan oleh partai oposisi yaitu Partai Rakyat Brunei yang ingin menyatukan negara Brunei, Sarawak dan North Borneo menjadi Negara Kesatuan Borneo Utara, tetapi dengan bantuan Britania, pemberontakan ini berhasil diberantas. Pada akhir 1950 dan awal 1960, kerajaan Brunei ketika itu menolak rencana (walaupun pada awalnya menunjukkan minat) untuk bergabung dengan Singapura, Sabah, Sarawak, dan Tanah Melayu untuk membentuk Malaysia dan akhirnya Sultan Brunei ketika itu berkehendak untuk membentuk sebuah negara yang merdeka. Pada 1967, Omar Ali Saifuddin III telah turun dari takhta dan melantik putra sulungnya Hassanal Bolkiah, menjadi Sultan Brunei ke-29. Baginda juga berkenan menjadi Menteri Pertahanan setelah Brunei mencapai kemmerdekaan penuh dan disandangkan gelar Paduka Seri Begawan Sultan. Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei Town, telah diubah namanya menjadi Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa baginda. Baginda mangkat pada tahun 1986. Pada 4 Januari 1979, Brunei dan Britania Raya telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya. Saat ini Brunei memiliki wilayah yang lebih kecil daripada masa lalu, dengan berbatasan dengan Serawak dari sebelah barat sampai timur wilayah itu, serta sebelah utara berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan. Penyusunan KonstitusiPada Juli 1953, Sultan Omar Ali Saifuddien III membentuk komite dengan anggota tujuh orang yang bernama Tujuh Serangkai, untuk mengetahui pandangan warga mengenai konstitusi tertulis untuk Brunei Darussalam. Pada Mei 1954, Sultan, para residen, dan Komisaris Tinggi bertemu untuk membahas temuan-temuan komite. Mereka setuju untuk mengesahkan penyusunan konstitusi. Pada Maret 1959, Sultan Omar Ali Saifuddien III memimpin sebuah delegasi ke London untuk membahas Konstitusi yang diusulkan. Delegasi Britania Raya dipimpin oleh Sir Alan Lennox-Boyd, Menteri Negara Koloni. Pemerintah Britania Raya kemudian menerima rancangan konstitusi. Pada tanggal 29 September 1959, Perjanjian Konstitusi ditandatangani di Bandar Seri Begawan. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Sultan Omar Ali Saifuddien III dan Sir Robert Scott, Komisaris Jenderal untuk Asia Tenggara. Isi Konstitusi tersebut adalah:
Lima dewan dibentuk, yaitu:
GeografiBrunei terdiri dari dua bagian yang tidak berkaitan; 97% dari jumlah penduduknya tinggal di bagian barat yang lebih besar, dengan hanya kira-kira 10.000 orang tinggal di daerah Temburong, yaitu bagian timur yang bergunung-gunung. Jumlah penduduk Brunei 470.000 orang. Dari bilangan ini, lebih kurang 80.000 orang tinggal di ibu kota Bandar Seri Begawan. Sejumlah kota utama termasuk kota pelabuhan Muara, serta kota Seria yang menghasilkan minyak, dan Kuala Belait, kota tetangganya. Di daerah Belait, kawasan Panaga ialah kampung halaman sejumlah besar ekspatriat, disebabkan oleh fasilitas perumahan dan rekreasi Royal Dutch Shell dan British Army. Klub Panaga yang terkenal terletak di sini. Iklim Brunei ialah tropis khatulistiwa, dengan suhu serta kelembapan yang tinggi, dan sinar matahari serta hujan lebat sepanjang tahun. PolitikKerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki absolut dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri. Sultan Hassanal Bolkiah yang gelarnya diturunkan dalam wangsa yang sama sejak abad ke-15, ialah kepala negara serta pemerintahan Brunei. Baginda dinasihati oleh beberapa majelis dan sebuah kabinet menteri, walaupun baginda secara berkesan merupakan pemerintah tertinggi. Media amat memihak kerajaan, dan kerabat kerajaan melestarikan status yang dihormati di dalam negeri. Brunei tidak memiliki dewan legislatif, namun pada bulan September 2000, Sultan bersidang untuk menentukan Parlemen yang tidak pernah diadakan lagi sejak tahun 1984. Parlemen ini tidak mempunyai kuasa selain menasihati Sultan. Disebabkan oleh pemerintahan mutlak Sultan, Brunei menjadi salah satu negara yang paling stabil dari segi politik di Asia. Pertahanan Keamanan Brunei mengandalkan perjanjian pertahanan dengan Inggris di mana terdapat pasukan Gurkha yang terutama ditempatkan di Seria. Jumlah pertahanan keamanannya lebih kecil bila dibandingkan dengan kekayaannya dan negara negara tetangga. Secara teori, Brunei berada di bawah pemerintahan militer sejak pemberontakan yang terjadi pada awal dekad 1960-an. Pemberontakan itu dihancurkan oleh laskar-laskar Britania Raya dari Singapura. Brunei memiliki dengan hubungan luar negeri terutama dengan negara negara ASEAN dan negara negara lain serta ikut serta sebagai anggota PBB. Kesultanan ini juga terlibat konflik Kepulauan Spratly yang melibatkan hampir semua negara ASEAN (kecuali Indonesia, Kamboja, Laos dan Myanmar), RRT dan Republik Tiongkok. Selain itu terlibat konflik perbatasan laut dengan Malaysia terutama masalah daerah yang menghasilkan minyak dan gas bumi. Brunei menuntut wilayah di Sarawak, seperti Limbang. Banyak pulau kecil yang terletak di antara Brunei dan Labuan, termasuk Pulau Kuraman, telah dipertikaikan oleh Brunei dan Malaysia. Bagaimanapun, pulau-pulau ini diakui sebagai sebagian Malaysia di tingkat internasional. Raja-raja BruneiRaja-raja Brunei Darusalam yang memerintah sejak didirikannya kerajaan pada tahun 1363 M yakni:
Pembagian administratifBrunei dibagi atas empat distrik: Distrik-distrik Brunei dibagi lagi menjadi 38 mukim. Hubungan luar negeriHingga tahun 1979, hubungan luar negeri Brunei dikelola oleh pemerintah Inggris. Setelah itu, mereka ditangani oleh Dinas Diplomatik Brunei. Setelah kemerdekaan pada tahun 1984, Dinas ini ditingkatkan ke tingkat menteri dan sekarang dikenal sebagai Kementerian Luar Negeri.[13] Secara resmi, kebijakan luar negeri Brunei adalah sebagai berikut:[14]
Dengan ikatan tradisionalnya dengan Britania Raya, Brunei menjadi anggota ke-49 Persemakmuran segera pada hari kemerdekaannya pada 1 Januari 1984.[15] Sebagai salah satu prakarsa pertamanya menuju peningkatan hubungan regional, Brunei bergabung dengan ASEAN pada 7 Januari 1984, menjadi anggota keenam. Untuk mencapai pengakuan atas kedaulatan dan kemerdekaannya, ia bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai anggota penuh pada tanggal 21 September tahun yang sama.[16] Sebagai negara Islam, Brunei menjadi anggota penuh Organisasi Konferensi Islam (sekarang Organisasi Kerjasama Islam) pada Januari 1984 pada KTT Islam Keempat yang diadakan di Maroko.[17] Setelah menjadi anggota forum Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) pada tahun 1989, Brunei menjadi tuan rumah Pertemuan Pemimpin Ekonomi APEC pada November 2000 dan Forum Regional ASEAN (ARF) pada Juli 2002.[18] Brunei menjadi anggota pendiri Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tanggal 1 Januari 1995,[19] dan merupakan pemain utama dalam BIMP-EAGA, yang dibentuk selama Pertemuan Menteri Pengukuhan di Davao, Filipina, pada tanggal 24 Maret 1994.[20] Brunei berbagi hubungan dekat dengan Singapura dan Filipina. Pada bulan April 2009, Brunei dan Filipina menandatangani Nota Kesepahaman (MOU) yang bertujuan untuk memperkuat kerja sama bilateral kedua negara di bidang pertanian dan perdagangan serta investasi terkait pertanian.[21] Brunei adalah salah satu dari banyak negara yang mengklaim beberapa Kepulauan Spratly yang disengketakan. Status Limbang sebagai bagian dari Sarawak telah dipersengketakan oleh Brunei sejak wilayah tersebut pertama kali dianeksasi pada tahun 1890.[22] Masalah tersebut dilaporkan diselesaikan pada tahun 2009, dengan Brunei setuju untuk menerima perbatasan sebagai ganti Malaysia menyerahkan klaim atas ladang minyak di perairan Brunei.[23] Pemerintah Brunei membantahnya dan mengatakan bahwa klaim mereka atas Limbang tidak pernah dicabut.[24][25] Brunei menjadi ketua ASEAN pada tahun 2013.[26] Itu juga menjadi tuan rumah KTT ASEAN pada tahun yang sama.[27] MiliterBrunei mempertahankan tiga batalion infanteri yang ditempatkan di seluruh negeri. Angkatan Laut Brunei memiliki beberapa kapal patroli kelas "Ijtihad" yang dibeli dari pabrikan Jerman. Britania Raya juga memiliki basis di Seria, pusat industri minyak di Brunei. Sebuah batalion Gurkha yang terdiri dari 1.500 personel ditempatkan di sana. Personil militer Inggris ditempatkan di sana berdasarkan perjanjian pertahanan yang ditandatangani antara kedua negara.[28] Sebuah Bell 212 yang dioperasikan oleh Angkatan Udara jatuh di Kuala Belait pada 20 Juli 2012 dengan hilangnya 12 dari 14 awak di dalamnya. Penyebab kecelakaan itu belum dapat dipastikan.[29] Kecelakaan tersebut merupakan insiden penerbangan terburuk dalam sejarah Brunei. Angkatan Darat saat ini memperoleh peralatan baru,[30] termasuk UAV dan S-70i Black Hawks.[31] Dewan Legislatif Brunei mengusulkan peningkatan anggaran pertahanan untuk tahun fiskal 2016–17 sekitar lima persen menjadi 564 juta dolar Brunei ($408 juta). Ini berjumlah sekitar sepuluh persen dari total pengeluaran tahunan nasional negara bagian dan mewakili sekitar 2,5 persen dari PDB.[32] EkonomiBrunei memiliki Indeks Pembangunan Manusia tertinggi kedua di antara negara-negara Asia Tenggara, setelah Singapura.[33][34] Produksi minyak mentah dan gas alam menyumbang sekitar 90% dari PDB. Sekitar 167.000 barel (26.600 m3) minyak diproduksi setiap hari, membuat Brunei menjadi produsen minyak terbesar keempat di Asia Tenggara. Ini juga menghasilkan sekitar 25,3 juta meter kubik (890 × 106 cu ft) gas alam cair per hari, menjadikan Brunei pengekspor gas terbesar kesembilan di dunia.[28] Forbes juga menempatkan Brunei sebagai negara terkaya kelima dari 182, berdasarkan ladang minyak dan gas alamnya.[35] Ekonomi kecil yang kaya ini adalah suatu campuran kewirausahaan dalam negeri dan asing, pengawalan kerajaan, kebajikan, serta tradisi kampung. Pengeluran minyak mentah dan gas alam terdiri dari hampir setengah PDB. Pendapatan yang cukup besar pekerjaan luar negeri menambah pendapatan daripada pengeluaran dalam negeri. Kerajaan membekali semua layanan pengobatan dan memberikan subsidi beras dan perumahan. Pemimpin-pemimpin Brunei merasa bimbang bahwa keterpaduan dengan ekonomi dunia yang semakin bertambah akan mempengaruhi perpaduan sosial dalam, walaupun Brunei telah memainkan peranan yang lebih kentara dengan menjadi ketua forum APEC pada tahun 2000. Rancangan-rancangan yang dinyatakan untuk masa hadapan termasuk peningkatan keterampilan tenaga buruh, pengurangan pengangguran, pengukuhan sektor-sektor perbankan dan pariwisata, serta secara umum, peluasan lagi asas ekonominya. Sistem Penerbangan Brunei Diraja, sistem penerbangan negara, sedang mencoba menjadikan Brunei sebagai pusat perjalanan internasional antara Eropa dan Australia/Selandia Baru. Ia juga mempunyai layanan ke tujuan-tujuan Asia yang utama. Ekonomi Brunei Darussalam bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas dengan pendapatan nasional yang termasuk tinggi di dunia satuan mata uangnya adalah Brunei Dolar yang memiliki nilai sama dengan Dolar Singapura. Selain bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas, pemerintah Brunei mencoba melakukan diversifikasi sumber-sumber ekonomi melalui upaya peningkatan di bidang perdagangan dan Industri. DemografiKira-kira dua pertiga jumlah penduduk Brunei adalah orang Melayu. Kelompok etnik minoritas yang paling penting dan yang menguasai ekonomi negara ialah orang Tionghoa (Han) yang menyusun lebih kurang 10% jumlah penduduknya. Etnis-etnis ini juga menggambarkan bahasa-bahasa yang paling penting: bahasa Melayu yang merupakan bahasa resmi, serta bahasa Tionghoa. Bahasa Inggris juga dituturkan secara meluas, dan terdapat sebuah komunitas ekspatriat yang agak besar dengan sejumlah besar warganegara Britania dan Australia. Islam ialah agama resmi Brunei, dan Sultan Brunei merupakan kepala agama negara itu. Agama-agama lain yang dianut termasuk agama Buddha (terutamanya oleh orang Tiong Hoa), agama Kristen, serta agama-agama orang asli (dalam komunitas-komunitas yang teramat kecil). BudayaBudaya Brunei seakan sama dengan budaya Melayu, dengan pengaruh kuat dari Islam, tetapi kelihatan lebih konservatif dibandingkan Malaysia dan Indonesia. Penjualan dan penggunaan alkohol diharamkan,[36] dengan orang luar dan non-Muslim dibolehkan membawa 12 bir dan dua botol miras setiap kali mereka masuk negara ini. Setelah pemberlakuan larangan pada awal 1990-an, semua pub dan klub malam dipaksa tutup. Mufti Brunei juga menfatwakan pengharaman rokok pada tahun 2011. Harga rokok dijadikan mahal supaya penduduk dapat mengurangi konsumsi rokok. KesenianSeperti negara lainnya, Brunei memiliki kesenian tradisional khas yang berkembang dari masa ke masa. Dari jumlah kesenian yang ada di Brunei, tari adai-adai cukup populer di kalangan masyarakatnya. Tari adai-adai yang menggambarkan kehidupan para nelayan. Tarian yang menceritakan tentang aktivitas sekelompok nelayan di laut dan wanita-wanita yang menunggu di sekitar pantai ini biasa ditarikan oleh lebih dari 5 orang.[37] Lihat pula
Pranala luar
Referensi
|