Kekristenan di Brunei adalah agama terbesar ketiga dengan persentase sekitar 13% dari jumlah penduduk.[1]
Pembatasan kebebasan beragama
Pada 1990-an, umat Kristen dilarang untuk berkomunikasi dengan umat Kristen di negara lain, mengimpor Alkitab, dan merayakan Natal secara publik melalui sebuah dekret.[2] Umat Kristen di Brunei tidak diizinkan untuk melakukan karya penginjilan.[3] Seluruh sekolah dilarang untuk mengajarkan Pendidikan Agama Kristen.[3] Jika terdapat suatu organisasi keagamaan gagal untuk didaftarkan, maka anggotanya dapat dipenjarakan.[3] Pengajaran mengenai keagamaan non-Islam dilarang di setiap sekolah.[3] Pernikahan antara seorang Kristen dan seorang Muslim dilarang.[3] Brunei adalah negara Muslim yang baru memberlakukan hukum mati terhadap seorang yang berpindah agama dari Islam. Pada tahun 2013, Brunei memberlakukan Kitab Hukum Pidana Syariah. Bagian 112 (1) dari undang-undang terbaru menyatakan bahwa seorang Muslim yang menyatakan dirinya adalah seorang non-Muslim melakukan kejahatan yang dapat dihukum dengan hukuman mati, atau dengan hukuman penjara untuk jangka waktu tidak lebih dari tiga puluh tahun, tergantung pada bukti yang ada.[4] Di bawah masa tunggu yang diperlukan antara pemberitahuan hukum dan validitasnya di bawah Konstitusi Brunei, hukum kemurtadan baru dan hukuman fisik diterapkan mulai Oktober 2014, dan hukuman mati diberlakukan mulai Oktober 2015.[5] Pada tahun 2015, menindaklanjuti larangan pada tahun 2014 terhadap perayaan yang dapat menyesatkan umat Islam atau merusak iman umat Islam, Sultan Brunei, Hassanal Bolkiah, melarang perayaan Natal secara publik. Perayaan Natal secara privat diizinkan, selama perayaan tersebut dirahasiakan atau tidak diketahui oleh umat Islam di Brunei.[6]
Gereja-gereja Protestan
Pada tahun 1996, umat Protestan memiliki persentase sekitar 1,3% dari jumlah penduduk Brunei.[7]
Jumlah Gereja Katolik di Brunei adalah 3 paroki.[9]
Ketiga paroki tersebut berada di bawah yurisdiksi Vikariat Apostolik Brunei Darussalam.[10]
Cornelius Sim adalah uskup dan Vikaris Apostolik Brunei.[11]
Ia ditahbiskan menjadi uskup pada tahun 2005.[11]