Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman iniKlasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Dikarenakan tidak ada ciri-ciri yang mendefinisikan rumpun bahasa Melayu-Polinesia Barat secara pasti sebagai subkelompok, penggolongan terbaru telah ditinggalkan.Referensi: K. Alexander Adelaar & Nikolaus Himmelmann. 2005. The Austronesian languages of Asia and Madagascar: A historical perspective, pp. 1-42, London, Routledge ISBN0-7007-1286-0
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.
Alih aksara:
Sami manusane sane nyruwadi wantah merdeka tur maduwe kautamaan lan hak-hak sane pateh. Sami kalugrain papineh lan idep tur mangdane pada masawitra melarapan semangat pakulawargaan.
Peta interaktif yang menunjukkan persebaran penuturan bahasa Bali di wilayah Pulau Bali, Nusa Penida, Pulau Lombok dan sekitarnya. Tekan peta untuk mengakses peta interaktif.
Artikel ini menggunakan peta yang dihasilkan dari OpenStreetMap dan juga jejaring peta (mapframe) yang dibuat oleh kontributor Wikipedia. Apabila Anda menemukan kesalahan informasi, galat, maupun kendala teknis lainnya dalam data peta, silahkan laporkan di sini. Apabila Anda tertarik dalam pengembangan proyek pemetaan bahasa, silakan bergabung ke ProyekWiki kami. Proyek ini sudah menghasilkan sebanyak 387 artikel bahasa dengan peta interaktif yang dapat diakses dan digunakan oleh para pembaca.
Cari artikel bahasaCari berdasarkan kode ISO 639 (Uji coba)Kolom pencarian ini hanya didukung oleh beberapa antarmuka
Bahasa Bali (Aksara Bali: ᬪᬵᬱᬵᬩᬮᬶ, Bhāṣā Bali) merupakan bahasa yang termasuk dalam kelompok Melayu-Polinesia yang dituturkan oleh sekitar 3.3 juta jiwa (hingga 2000[update]) yang utamanya terkonsentrasi di pulau Bali dan juga tersebar di Nusa Penida, Lombok bagian barat, dan Jawa bagian timur,[6] hingga Sumatra bagian selatan dan Sulawesi.[7] Kebanyakan penutur bahasa Bali dapat menuturkan bahasa Indonesia. Diperkirakan bahwa pada tahun 2011, terdapat kurang dari 1 juta orang yang masih menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa utama mereka di Bali. Bahasa ini digolongkan sebagai bahasa yang "tidak terancam" oleh Glottolog.[8]
Di Bali sendiri, bahasa Bali memiliki tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya, dan Bali Kasar. Hal ini terjadi karena pengaruh bahasa Jawa menyebar ke Bali sejak zaman Majapahit, bahkan sampai zaman Mataram Islam, meskipun kerajaan Mataram Islam tidak pernah menaklukkan Bali. Yang halus dipergunakan untuk bertutur formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi. Yang madya dipergunakan di tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar dipergunakan bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan dengan abdi dalemnya.
Di Lombok, bahasa Bali terutama dipertuturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali terutama dipertuturkan di beberapa desa di kabupaten Banyuwangi. Selain itu bahasa Osing, yaitu bahasa asli orang Banyuwangi, juga menyerap banyak kata-kata Bali. Misalkan sebagai contoh kata osing yang berarti “tidak” diambil dari bahasa Bali tusing. Bahasa Bali dipertuturkan oleh kurang lebih 3,3 juta jiwa berdasarkan data sensus tahun 2000.
Klasifikasi
Bahasa Bali termasuk dalam cabang Melayu-Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia. Dalam rumpun Melayu-Polinesia, bahasa Bali berada di subcabang Bali-Sasak-Sumbawa.[9] Terdapat tiga dialek utama dari bahasa Bali, yakni bahasa Bali yang dituturkan di pegunungan dan dataran tinggi, bahasa Bali dataran rendah, dan penuturan di Nusa Penida.[8]
Demografi
Menurut sensus tahun 2000, bahasa Bali dituturkan oleh sekitar 3,3 juta orang di Indonesia yang utamanya terkonsentrasi di pulau Bali dan area sekitarnya.
Pada 2011, diperkirakan hanya terdapat tidak lebih dari 1 juta orang yang menuturkan bahasa Bali. Hal ini dikarenakan masyarakat pada wilayah perkotaan hanya mengajarkan bahasa Indonesia, atau bahkan bahasa Inggris pada anak-anak mereka, serta penggunaan bahasa Bali dalam media massal terlah menghilang. Bentuk tertulis daribahasa Bali semakin asing bagi penutur bahasa itu sendiri dan sebagian besar masyarakat Bali menggunakan bahasa Bali hanya sebagai alat komunikasi lisan, seringkali mencampurkannya dengan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Namun di daerah transmigrasi di luar Pulau Bali, bahasa Bali banyak digunakan dan diyakini berperan penting dalam kelangsungan bahasa tersebut.[10]
Ejaan formal dari bahasa Bali membuat fonem /a/ dan /ə/ ditulis sebagai ⟨a⟩. Walaupun demikian, ⟨a⟩ seringkali dilafalkan sebagai [ə] hanya saat terletak pada akhir kata, serta pada awalanma-, pa-, dan da-.[11]
Tergantung dialeknya, fonem /t/ dapat dilepaskan sebagai konsonan hentian rongga-gigi maupun tarik-belakang. Hal ini sangat berbeda ketimbang banyak bahasa di Indonesia, termasuk bahasa Indonesia, yang mempunyai konsonan dentalik /t/ dengan alofoni rongga-gigi.[7]
Alofon
Sebuah ciri khas dan menjadi keistimewaan bahasa Bali ialah bahwa fonem eksplosif tak bersuara /t/ dilafalkan sebagai [t] pada posisi akhir, tetapi pada posisi awal dan tengah dilafalkan sebagai [ʈ] (t retrofleks).
Vokal /a/ pada posisi akhir terbuka dilafalkan sebagai [ĕ]. Misalkan kata Kuta, nama pantai termashyur di Bali, dilafalkan sebagai [k'uʈĕ].
Sukukata
Seperti bahasa Austronesia lainnya, bahasa Bali juga cenderung dengan kata-kata dwisukukata dan berbentuk KVKVK. Namun dalam mereduplikasi sebuah sukukata monosilabik berbentuk KVK, maka dalam bahasa Bali ini biasanya menjadi KVKKVK berbeda dengan bahasa Melayu dan Jawa:
Bahasa Bali dalam keluarga bahasa Austronesia sering ditengarai paling dekat berkerabat dengan bahasa Jawa. Namun hal ini tidaklah demikian. Bahasa Bali paling dekat dengan bahasa Sasak dan beberapa bahasa di pulau Sumbawa bagian barat. Kemiripannya dengan bahasa Jawa hanya karena pengaruh kosakata atas bahasa Jawa karena aktivitas penaklukan Jawa pada masa lampau, terutama pada abad ke-14 Masehi. Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada pada tahun 1343 Masehi. Bahkan dalam keluarga Austronesia, secara fonologis bahasa Bali lebih mirip bahasa Melayu daripada bahasa Jawa. Namun fonem /r/ pada posisi akhir dalam bahasa Melayu, sering kali menjadi /h/ pada bahasa Bali. Hal ini bisa terbukti dengan senarai perbandingan kosakata dasar bahasa Melayu, Bali, Jawa Kuno dan Jawa Baru:
Bahasa Bali banyak terpengaruh bahasa Jawa, terutama bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta. Kemiripan dengan bahasa Jawa terutama terlihat dari tingkat-tingkat bahasa yang terdapat dalam bahasa Bali yang mirip dengan bahasa Jawa. Maka tak mengherankanlah jika bahasa Bali halus yang disebut basa Bali Alus Mider mirip dengan bahasa Jawa Krama. Banyak kata-kata Bali yang halus diambil dari bahasa Jawa:
Melayu
Bali
Jawa
sudah
sampun
sampun
meninggal
seda
seda
datang
rauh
rawuh
dari
saking
saking
arti
teges
tĕgĕs
Kosakata khas Bali
Di atas sudah diapaparkan kosakata yang mirip dengan bahasa Melayu dan bahasa Jawa. Sekarang kosakata khas Bali dipaparkan:
Melayu
Bali
Jawa
kau (kasar)
cai untuk laki-laki/nyai untuk wanita (kasar)
kowe
sungai
tukad
sungay (Jawa Kuno) kali lepen
yang
sane
ingkang, sing
dukun, tabib
balian
dhukun
Konsep geografis
Berbeda dengan banyak suku bangsa di dunia, tetapi masih mirip dengan suku bangsa penutur bahasa Austronesia lainnya, orang Bali dalam menentukan arah berorientasi bukan pada arah mata angin yang pasti namun pada letak kawasan geografis, pada kasus Bali ini pada letak gunung dan laut. Oleh karena itu arah mata angin bisa berubah-ubah sesuai tempatnya.
Kaja berarti arah menuju gunung. Oleh karena itu, terjemahan istilah 'kaja' dalam Bahasa Melayu adalah 'Utara' untuk masyarakat Bali Selatan, sementara terjemahannya untuk masyarakat Bali Utara, khususnya Buleleng, adalah 'Selatan'.
Kelod berarti arah menuju laut. Berbalik dengan istilah 'kaja' di atas, jadi stilah 'kelod' dalam Bahasa Melayu adalah 'Selatan' untuk masyarakat Bali Selatan, sementara terjemahannya untuk masyarakat Bali Utara, khususnya Buleleng, adalah 'Utara'.
Kauh berarti Barat, dan kangin berarti Timur. Hal ini sama untuk masyarakat Bali Selatan dan Bali Utara.
Perbedaan tata-cara menyebut utara dan selatan ini sering menyebabkan kesalahpahaman jika orang Bali Selatan bertanya dalam Bahasa Bali kepada orang Bali Utara, karena perbedaan acuan. Acuan 'gunung' yang sering dipakai adalah titik pusat pulau Bali yaitu bagian pegunungan Batur dan Gunung Agung.
Tata bahasa
Susunan kalimat dalam bahasa Bali mirip dengan yang ada dalam bahasa Indonesia, serta infleksimorfologi yang terjadi pada verba dan nominanya sangat sedikit dan serupa. Meskipun demikian, morfologi derivasinya cukup luas dan imbuhan dapat ditambahkan untuk menunjukan artikel terhingga maupun tak terhingga, serta menunjukkan kasus posesiva.[11]
Variasi/dialek
Bahasa Bali memiliki variasi sejarah (waktu) dan variasi geografis (ruang). Dari berbagai prasasti yang dikeluarkan pada masa sebelum pemerintahan Raja Anak Wungsu (abad ke-10) diketahui ada varian bahasa Bali yang biasa disebut sebagai bahasa Bali Kuno. Kajian mengenai bahasa Bali Kuno pertama kali dilakukan oleh Roelof Goris pada tahun 1950-an dan kemudian dilanjutkan pada tahun 1970-an. Kamus Bahasa Bali Kuno - bahasa Indonesia telah dirilis oleh Kemendikbud pada tahun 1975.[12]
Suatu dialek yang masih digunakan saat ini adalah bahasa suku Bali Aga, dituturkan di beberapa desa di sekitar Danau Batur dan di wilayah lainnya.
Selain itu, bahasa masyarakat Bali umum (nonvariasi) adalah "bahasa Bali Kapara" atau Bali Lumbrah yang dipakai oleh mayoritas orang Bali sekarang.
Aksara Bali (Aksara Bali, ᬅᬓ᭄ᬱᬭᬩᬮᬶ), yang juga disusun sesuai dengan Hanacaraka (ᬳᬦᬘᬭᬓ), merupakan sistem penulisan sejenis abugida yang berasal dari aksara Brahmi di India. Bukti paling awal dari aksara ini berasal dari abad ke-9 Masehi.[13] Pada masa sekarang, aksara Bali tidak digunakan secara massal dan hanya sedikit penutur bahasa Bali yang benar-benar paham cara menggunakannya.[14]
Alfabet bahasa Bali
Sekolah-sekolah serta media komunikasi tertulis yang menggunakan bahasa Bali pada masa kini seringkali menggunakan sistem penulisan berbasis alfabet Latin yang disebut sebagai Tulisan Bali.[15]
^Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Bahasa Bali". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.Pemeliharaan CS1: Tampilkan editors (link)
^ abClynes, Adrian (1995). Topics in the Phonology and Morphosyntax of Balinese (Tesis PhD). Australian National University. doi:10.25911/5d77865d38e15.
^Adelaar, K. Alexander (2005). "The Austronesian languages of Asia and Madagascar: a historical perspective". Dalam Adelaar, K. Alexander; Himmelmann, Nikolaus. The Austronesian languages of Asia and Madagascar. London: Routledge. hlm. 1–42.
^Granoka, I.W.O; et al. (1975). Kamus Bali Kuno - Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link)
^Beratha, Ni Luh Sutjiati (1992). Evolution of Verbal Morphology in Balinese (Tesis PhD). Australian National University. doi:10.25911/5d7786429c1ff.
^Eiseman, Fred B. Jr. "The Balinese Languages". Bali Vision. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-08-19.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)