Kabupaten Boven Digoel
Kabupaten Boven Digoel merupakan kabupaten yang dibentuk dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2002, sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Merauke, bersamaan dengan sejumlah kabupaten lain di bagian selatan, yakni Kabupaten Asmat dan Kabupaten Mappi, tertanggal 25 Oktober 2002.[1][9] GeografisTopografiKabupaten Boven Digoel sebagian besar wilayahnya berada pada ketinggian 25–100 m di atas permukaan laut. Kemiringan tanah di Kabupaten Boven Digoel beragam, mulai dari tanah datar hingga bergunung, namun yang paling dominan yaitu kemiringan tanah yang agak datar hingga berombak. Sebagian besar wilayah Boven Digoel didominasai oleh dataran, selebihnya merupakan wilayah bergelombang dan hanya sebagian kecil wilayah merupakan daerah gambut/rawa, perbukitan dan pegunungan. IklimKabupaten Boven Digoel termasuk wilayah beriklim panas. Suhu udara rata-rata berkisar antara 260C – 270C. Kelembaban udara relatif normal yaitu berkisar antara 86% hingga 94%. Rata-rata curah hujan beberapa tahun terakhir cukup tinggi. Curah hujan tertinggi terjadi pada Tahun 2007 yaitu mencapai 420,9 mm. Kecepatan angin umumnya tidak terlalu banyak berubah pada delapan tahun terakhir dari Tahun 2004. Kecepatan angin berkisar hanya rata-rata 3 – 4,5 Knot pertahun dan termasuk kategori angin teduh. Matahari bersinar sepanjang tahun dengan intensitas penyinaran rata-rata 35% hingga 45% pertahun. Batas WilayahMenurut UU No. 26 Tahun 2002, batas wilayah Kabupaten Boven Digoel adalah:
SejarahMasa Hindia BelandaPada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kabupaten Boven Digoel dikenal dengan sebutan Digul Atas, dan merupakan tempat pengasingan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Digul Atas terletak di tepi Sungai Digul Hilir. Pada tanggal 18 November 1926, Raad van Nederlandsch-Indie (Dewan Hindia Belanda) mengadakan rapat luar biasa yang memutuskan pembangunan tempat pengasingan (kamp) untuk menampung tawanan Pemberontakan PKI tahun 1926 yang diputuskan berada di hulu Sungai Digoel.[10] Kamp ini kemudian dipimpin oleh seorang opsir tentara yang ditugaskan sebagai fungeerend controleur (pejabat pengawas).[10] Selanjutnya Boven Digul digunakan sebagai tempat pembuangan pergerakan nasional dengan jumlah tawanan tercatat 1.200 orang. Di antara tokoh-tokoh pergerakan yang pernah dibuang ke sana antara lain Mohammad Hatta,[10] Sutan Syahrir,[10] Sayuti Melik, Marco Kartodikromo,[10] Thomas Najoan,[10] Chalid Salim, Lie Eng Hok, Muchtar Lutfi, dan Ilyas Ya'kub. Daerah seluas 10.000 hektar itu berawa-rawa, berhutan lebat, dan sama sekali terasing. Satu-satunya akses menuju kamp tersebut ialah menggunakan kapal motor melalui Sungai Digul. Di sepanjang tepian sungai berdiam berbagai suku. Karena sarana kesehatan tidak ada, penyakit menular sering berjangkit, seperti penyakit malaria yang membawa banyak korban. Tempat pembuangan tersebut terbagi atas beberapa bagian, yakni Tanah Merah, Gunung Arang (tempat penyimpanan batu bara), kawasan militer yang juga menjadi tempat petugas pemerintah, dan Tanah Tinggi. Sewaktu rombongan pertama datang, Digul sama sekali belum merupakan daerah permukiman. Rombongan pertama sebanyak 1.300 orang yang sebagian besar dari Banten, diberangkatkan pada Januari 1927. Pada akhir Maret 1927, menyusul ratusan orang lain dari Sumatera Barat. Mula-mula mereka ditempatkan di Tanah Merah. Dua tahun kemudian, melalui seleksi ketat, sebagian dipindahkan ke Tanah Tinggi. Pada tahun-tahun pertama, ratusan orang meninggal karena kelaparan dan sakit. Penderitaan itu menyebabkan banyak orang buangan mencoba melarikan diri ke Australia. Mereka menggunakan perahu-perahu kecil buatan sendiri, tetapi sedikit saja yang berhasil. Sebagian terpaksa kembali, lainnya mati tenggelam. Pada waktu Perang Pasifik meletus dan menjelang Jepang menduduki Indonesia, tawanan Boven Digoel diungsikan oleh Belanda ke Australia.[10] Pemindahan itu didasari kekhawatiran tahanan akan memberontak jika tetap di Boven Digoel. Setelah Perang Dunia II berakhir, Belanda kembali menggunakan lokasi ini sebagai kamp pengasingan. Mereka kembali membangun penjara dan beberapa rumah dinas polisi. Beberapa tokoh yang pernah dipenjara disini adalah Johanes Abraham Dimara, Petrus Korwa, Hanoch Rumbrar, tokoh-tokoh integrasi Papua.[10][11] PemerintahanKepala daerahBupati Boven Digoel adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Boven Digoel. Bupati Boven Digoel bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Papua Selatan atas wilayah Kabupaten Boven Digoel. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Boven Digoel ialah Hengky Yaluwo, dengan wakil bupati, Rexi Romel Wagiu. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Boven Digoel 2020 melalui Pemilihan ulang. Sebelumnya, peserta pemilu Yusak Yaluwo, yang menang pada pemilihan jilid I, terbukti merupakan mantan terpidana belum lewat dari 5 tahun. Sehingga Mahkamah Konstitusi memerintah Komisi Pemilihan Umum Papua supaya pemilihan kepala daerah di Kabupaten Boven Digoel diulang kembali.[12] KPU Boven Digoel mengadakan pemilihan jilid II pada 17 Juli 2021, dan pasangan Hengky Yaluwo-Lexi Romel Wagiu menang dari dua pasangan lainnya, dengan total 51,76% suara (10.853 suara) dari 20.934 suara sah. Hengky dan Rexy dilantik oleh gubernur Papua, Lukas Enembe, pada 13 Oktober 2021 di Gedung Negara Papua, Jayapura.[13] Hengky Yaluwo merupakan bupati Boven Digoel ke-4 yang dipilih secara resmi melalui pilkada.
Dewan PerwakilanDPRD Boven Digoel beranggotakan 20 orang yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Anggota DPRD Boven Digoel yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2019 yang dilantik pada 21 November 2019 oleh Ketua Pengadilan Negeri Merauke, Orpa Marthina, di Ruang Sidang DPRD Kabupaten Boven Digoel.[14] Komposisi anggota DPRD Boven Digoel periode 2019-2024 terdiri dari 9 partai politik dimana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan adalah partai politik pemilik kursi terbanyak setelah berhasil meraih 4 kursi, kemudian disusul oleh Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrat yang masing-masing meraih 3 kursi.[15] Daftar DistrikKabupaten Boven Digoel terdiri atas 20 distrik dan 112 kampung dengan luas wilayah 27.108,00 km² dan jumlah penduduk 58.093 jiwa (2017). Kode Wilayah Kabupaten Boven Digoel adalah 93.02.[16][17][18] Daftar kecamatan dan distrik di Kabupaten Boven Digoel, adalah sebagai berikut:
DemografiKabupaten Boven Digoel masuk ke dalam wilayah adat Anim Ha, bersama dengan kabupaten Asmat, Mappi dan Merauke. Penduduk kabupaten Boven Digoel terdiri dari suku asli dan juga suku pendatang. Empat suku utama yang ada di Boven Digoel ialah suku Mandobo, Muyu, Wambon, dan Auyu.[19] Suku lain dari Papua termasuk Biak, Asmat, dan Serui. Pada tahun 2013, Orang Asli Papua di Boven Digoel sebanyak 55,64% dan 44,36% lainnya adalah pendatang. Suku pendatang termasuk suku asal Maluku, Kei, Toraja, Batak, Aceh, Minahasa, Bugis, Buton, dan Jawa.[19] Berdasarkan agama yang dianut, mayoritas penduduk Boven Digoel menganut agama Kekristenan. Adapun banyaknya penduduk Boven Digoel menurut agama yang dianut berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2024 yakni Kekristenan sebanyak 83,93%, dengan rincian Katolik sebanyak 53,85% dan Protestan sebanyak 30,08%. Pemeluk agama Islam sebanyak 15,92%, dan sebagian lainnya menganut agama Hindu yakni 0,09% dan Buddha sebanyak 0,05%.[3] Sarana rumah ibadah yang terdapat di Boven Digoel yakni 109 gereja Katolik, 93 gereja Protestan, 24 masjid, 6 mushala, 2 pura dan 1 vihara.[9] Referensi
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Boven Digoel Regency. |