Di beberapa negara, kelompok orang asli terbagi ke dalam beberapa suku bangsa. Sebagai contoh, di Tiongkok (Cina), terdapat puluhan suku bangsa; yang terbanyak ialah suku Han (漢) yang merupakan orang asli Tiongkok dengan persentase 91,51% dari total seluruh penduduk Tiongkok (sejak 2010).[8] Meskipun ada 56 suku terdaftar yang diakui pemerintahnya,[9] tidak semuanya merupakan pribumi Tiongkok; beberapa minoritas berasal dari Rusia,[10]Korea,[11] dan Tajikistan.[12]
Dalam masa kolonial Belanda, "Pribumi" dipakai sebagai istilah Sanskerta untuk Inlanders, salah satu kelompok penduduk Hindia Belanda yang merupakan suku-suku asli Kepulauan Nusantara. Oleh karena itu, penduduk Indonesia keturunan Tionghoa, India, Arab (semuanya dimasukkan dalam satu kelompok, Vreemde Oosterlingen atau "orang Timur Asing"), Eropa, maupun campuran (orang Indo) sering dikelompokkan sebagai "non-pribumi" meski telah beberapa generasi dilahirkan di Indonesia. Pengelompokan ini dalam idea tidak rasistis[butuh rujukan], karena dapat terjadi perpindahan dari satu kelompok ke kelompok lain, tetapi dalam praktik menjadi rasistis karena terjadi pembedaan penempatan dalam publik, perbedaan pengupahan/penggajian, larangan penggunaan bahasa Belanda untuk kelompok tertentu, dan sebagainya.[butuh rujukan]
Setelah Orde Baru, pemerintah Indonesia menginstruksikan untuk menghentikan penggunaan istilah "pribumi dan non-pribumi", serta menegaskan bahwa setiap suku asli di Nusantara merupakan "pribumi".[4]
^Mario Blaser, Harvey A. Feit, Glenn McRae (2004). In the Way: Indigenous Peoples, Life Projects, and Development. IDRC. hlm. 53.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Robert K. Hitchcock, Diana Vinding, Indigenous Peoples' Rights in Southern Africa, IWGIA, 2004, p. 8 based on Working Paper by the Chairperson-Rapporteur, Mrs. Erica-Irene A. Daes, on the concept of indigenous people. UN-Dokument E/CN.4/Sub.2/AC.4/1996/2 ([1], unhchr.ch)
^Benson, Linda; Svanberg, Ingvar (1989), "The Russians in Xinjiang: From immigrants to national minority", Central Asian Survey, 8 (2): 97–129, doi:10.1080/02634938908400666
^Kim, Si-joong (2003), "The Economic Status and Role of Ethnic Koreans in China", The Korean Diaspora in the World Economy(PDF), Institute for International Economics, hlm. 101–131, diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2009-03-27, diakses tanggal 2019-04-03