Pemberontakan di Kalimantan Barat (1854-1855)Antara tahun 1854-1855, Belanda melancarkan ekspedisi balasan terhadap orang Tionghoa di Monterado, Kalimantan Barat. Latar belakangKeadaan setelah ekspedisi sebelumnya tidak terlalu memuaskan. Pada bulan Mei 1854, sebuah ekspedisi dikirimkan ke Kalimantan Barat (berkekuatan 2.200 prajurit) dipimpin Augustus Johannes Andresen, yang harus maju ke Monterado. Kapal uap Celebes, Borneo dan Onrust, kici Banda serta skuner Haai dan Doris membawa 1.700 orang dan artileri yang diperlukan mendarat di Sambas dan Pontianak. Serangan akan dilancarkan dari 3 penjuru, sehingga Singkawang-lah yang pertama kali harus dikuasai. PertempuranBatalion XIII dan separuh Batalion VII mendarat di Bentunai, dan tidak dijumpai musuh di sini, sementara angkatan laut ditempatkan di sungai Singkawang, dan berjaga-jaga di muaranya. Perjalanan dari Bentunai ke Singkawang amat sulit karena serbuan dari musuh yang diterima pasukan dan berbagai pertempuran menggunakan bayonet, meskipun akhirnya musuh dapat dihalau. Setelah perjalanan yang melelahkan karena harus menembus hujan lebat, akhirnya tentara Belanda tiba di Singkawang dan musuh dari kedua sisi dihantam dan akhirnya kocar-kacir. Hanya kongsi-kongsinya yang belum tunduk; pasukan ke-18 di bawah pimpinan May. De Brabant menyerbu benteng-benteng orang Tionghoa dan Singkawang dijadikan basis operasi selanjutnya. A.J. Andresen sekarang mengeluarkan pernyataan di mana penduduk diminta kembali ke tempat tinggalnya, tetapi 3 kongsi Tionghoa di sana menolak mematuhinya. Kemudian, May. De Brabant dikirim ke Lohabang (terletak di antara Singkawang dan Monterado) bersama 2 kompi; orang-orang Tionghoa dilibas dari benteng pertahanannya dan Benteng Kulor jatuh pada tanggal 26 Mei. Beberapa hari kemudian, para tetua tokoh Tionghoa dari Monterado datang meminta pengampunan. Kemudian, digantunglah plakat berbahasa Tionghoa, Melayu dan Belanda yang berisikan pernyataan bahwa perlawanan telah dipadamkan dan perdamaian telah dimintakan. Dewan kongsi dinyatakan bubar dan digantikan oleh Belanda; mereka yang ketahuan memiliki senjata atau amunisi akan dihukum mati. Andresen meninggalkan Monterado pada tanggal 1 Juli 1854 dan menuju Pontianak. Perlawanan baruSejumlah benteng pertahanan kembali didirikan dan secara bertahap Monterado dikelilingi lagi oleh para pemberontak, lalu akhirnya pasar-pasar di sana dibakar, dan sebagian besar kota pun hangus dilalap api. Pada awalnya kejadian tersebut dibiarkan karena orang-orang Tionghoa diharapkan dapat menginsyafi 'kesalahannya'. Setelah menyadari bahwa optimisme tersebut tidak ada artinya, sejumlah detasemen dikirimkan ke daerah yang bergolak tersebut. Namun, angkatan perang yang ada tersebut tidak cukup kuat untuk mempertahankan pendudukan, akibatnya tak lama setelah pasukan Belanda mundur, daerah itu jatuh kembali ke tangan musuh; pembangkangan pun meluas. Kini kubu pertahanan perlu dibangun di Panjawa untuk menghancurkan musuh. May. De Brabant mengizinkan dilakukannya serangan depan oleh sebuah detasemen yang dipimpin Kapt. Asmus dan ia sendiri menyerang musuh dari belakang hingga mereka melarikan diri. Pada tanggal 5 Desember 1854, peraturan pemerintah dapat ditegakkan. Monterado menjadi asisten karesidenan; distrik-distrik Larah, Lumar, dan Buduk yang telah dikalahkan dipimpin oleh kapiten Tionghoa, yang berada di bawah kendali pemerintah Belanda. Sebagai asisten residen Monterado, ditunjuklah Kapiten Infanteri C. van Houten. Sam Cam FuiSekarang orang-orang Tionghoa mendirikan Sam Cam Fui (berarti "Perkumpulan Jari Tangan Tiga"), yang bekerja secara rahasia dan penduduk patuh. Van Houten digantikan oleh Kapt. Gustave Marie Verspijck; Verspijck mencoba menemukan persekutuan rahasia itu karena Sam Cam Fui merencanakan serbuan ke Monterado. Baru pada saat salah satu tetua, Eng Nyim Sin dibujuk Verspijck untuk menunjukkan tempat pertemuan di hutan belantara, usaha itu membuahkan hasil. Verspijck dan 30 serdadu melakukan perjalanan malam dan menangkap 18 anggota perkumpulan tersebut yang bersenjata; Verspijck menemukan sebuah buku yang di dalamnya tercantum nama-nama 24 tetua (kebanyakan pimpinan kongsi Kiu Liong), termasuk peraturan dengan anggota dan stempel perkumpulan. Kini, mengakhiri nasib perserikatan itu tidak lagi sulit, sehingga kisruh di Monterado turut berhenti. Salah satu tokoh yang karena andilnya dalam pertempuran dan dianugerahi Militaire Willems-Orde adalah Johannes Root. Rujukan
|