Perdana Menteri Republik Indonesia, secara umum disebut sebagai Perdana Menteri Indonesia adalah jabatan tertinggi di Pemerintahan Indonesia pada masa Revolusi Nasional hingga berakhirnya masa Demokrasi Terpimpin. Perdana Menteri bertugas memimpin jalannya pemerintahan dan menjadi pimpinan kabinet. Setelah disahkannya Dekrit Presiden 1959, Presiden Soekarno selaku Pemimpin Besar Revolusi memegang peranan sebagai Perdana Menteri sampai pengunduran dirinya pada 1966 .
Sejarah
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Indonesia menggunakan sistem presidensial dalam menjalankan roda pemerintahan. Dengan demikian, tidak ada ketentuan secara konstitusional bahwa pemerintahan dipimpin oleh Perdana Menteri, melainkan dipegang oleh Presiden yang juga kepala negara. Pada awal kemerdekaan, posisi Perdana Menteri justru diadakan untuk memimpin kabinet dan jalannya pemerintahan. Kemudian, jabatan Perdana Menteri dijamin oleh Pasal 52 UUD Sementara 1950. Perdana Menteri ditunjuk atas kewenangan Presiden dan ditugaskan untuk menangani anggaran belanja pemerintah dan bertanggung jawab atas kabinet, serta bertanggung jawab kepada Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dalam praktik pemerintahannya, Perdana Menteri bertanggung jawab kepada Badan Pekerja-Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) atau Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) dan perlu bermusyawarah dengan Presiden sebelum membuat kebijakan baru ataupun keputusan besar. Namun, apabila Perdana Menteri bersitegang dengan BP-KNIP atau Presiden, maka lembaga lain dapat dipilih sebagai alternatif.
Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden yang menyatakan bahwa, karena ketidakmampuan Konstituante untuk mencapai mayoritas dua pertiga, UUD 1945 akan diberlakukan kembali, ini dihapus landasan konstitusional bagi kantor Perdana Menteri. Namun, pada tanggal 9 Juli di tahun yang sama, Sukarno mengambil jabatan Perdana Menteri selain Kepresidenan, kemudian menggunakan kalimat "Saya Menteri Presiden dan Perdana" sebagai pesan yang dominan dalam pidato-pidatonya setelah kudeta yang gagal terhadap pemerintah pada tahun 1965 dan pelepasan dokumen mentransfer semua kekuatan politik untuk Soeharto, Soekarno kehilangan gelar Perdana Menteri bersama-sama dengan Presiden tersebut.
Wacana Sistem Semi Presidensial
Isu dan wacana muncul seiring dengan dorongan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk mengamandemen kelima UUD 1945. Salah satunya adalah wacana sistem semi-presidensil. Adnan Buyung Nasution, pengamat politik dan aktivis Indonesia mengusulkan sistem semi presidensial hubungan perdana menteri dan presiden adalah simbiosis mutualisme. Sistem semi-presidensil menjadi solusi dari lemahnya kekuasaan presiden dan begitu kuatnya kekuasaan DPR dari hasil amandemen konstitusi empat kali sehingga DPR sering 'menyandera' kebijakan presiden.[1]
^Perdana Menteri petahana Republik Indonesia Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan oleh pihak sekutu Belanda pada tanggal 19 Desember 1948. kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Kabinet Darurat yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara
^Soekarno adalah seorang Presiden, Perdana Menteri, Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), dan Pemimpin Besar Revolusi pada masa Demokrasi Terpimpin.
Simanjuntak, P. N. H. (2003), Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaan Sampai Reformasi [Cabinets of the Republic of Indonesia: From the Beginning of Independence to the Reform Era], Jakarta: Djambatan, ISBN979-428-499-8