Meski hanya ada selama beberapa minggu dan memimpin satu demi satu kekalahan, ABDACOM sungguh menyediakan beberapa pelajaran berharga untuk gabungan komando Sekutu di akhir perang Pasifik.
Sejarah
Usaha untuk mengorganisasi ABDA Command mulai segera setelah perang antara Sekutu dan Jepang yang bermula pada tanggal 7 Desember1941. Pada tanggal 29 Desember, Winston Churchill mengatakan, telah disetujui bahwa Wavell akan menjadi komandan tinggi.[1] Saat itu Wavell memegang kedudukan Panglima Tertinggi India Britania. Churchill menambahkan:
Diharapkan bahwa Jenderal Wavell harus memiliki staf di Pasifik Selatan yang dapat dijangkau karena Staf Kontrol Tinggi Foch adalah kepada Staf Besar pasukan Britania dan Prancis di Prancis [selama Perang Dunia I]. Ia akan menerima perintah dari badan gabungan yang sesuai yang akan bertanggung jawab kepada saya sebagai MenHan dan Presiden Amerika Serikat yang juga Panglima Tertinggi semua angkatan Amerika Serikat.
Menyusul Deklarasi PBB pada tanggal 1 Januari1942, secara resmi pemerintah Sekutu menunjuk Wavell. Pembentukan ABDACOM berarti Wavell memiliki kendali seremonial atas angkatan yang besar namun kurang tersebar, yang meliputi wilayah dari Burma di barat, Nugini Belanda dan Filipina di timur. Daerah lain, termasuk India Britania dan Hawaii tetap secara resmi di bawah komando terpisah, dan pada praktiknya Jenderal Douglas MacArthur memegang kendali penuh angkatan Sekutu di Filipina. Atas keinginan Wavell, separuh barat Australia Utara (lihat peta) ditambahkan ke area ABDA. Australia lainnya berada di bawah kendali Australia, begitupun Wilayah Nugini.
ABDA ditugasi memegang Rintangan Melayu selama mungkin untuk memelihara kendali Sekutu atas Samudra Hindia dan lautan bagian barat dekat Australia. Ini adalah tugas yang hampir tak memberi harapan, memberi tempat bagi keunggulan Jepang di angkatan laut daerah barat Pasifik. Tugas itu makin sulit dengan penambahan Burma ke wilayah komando; kesulitan mengkoordinasikan tindakan antarangkatan 4 bangsa yang menggunakan peralatan yang berbeda dan tak dilatih bersama; dan prioritas yang berbeda atas pemerintah nasional. Pemimpin Britania terutama tertarik mempertahankan kendali atas Singapura; kapasitas militer Hindia Belanda telah banyak menderita akibat kekalahan Belanda pada tahun 1940, dan pemerintah Belanda berfokus untuk mempertahankan Pulau Jawa; pemerintah Australia amat cenderung kepada perang di Afrika Utara dan Eropa, dan sumber daya militernya yang siap jangkau sedikit, dan; AS mengikat perhatian pada Filipina, yang saat itu merupakan daerah Persemakmuran AS.
Keberhasilan penting pertama angkatan itu di bawah ABDACOM adalah serangan US Navy atas Balikpapan, Borneo pada tanggal 24 Januari, yang merusak 6 kapal pengangkut Jepang, tetapi tak banyak berpengaruh pada mereka yang mencaplok ladang minyak berharga di Borneo.
Pemerintah Australia, Belanda dan Selandia Baru melobi Winston Churchill untuk dewan perang antarpemerintahan Sekutu, dengan tanggung jawab penuh untuk usaha perang Sekutu di Asia dan Pasifik, bermarkas di Washington, D.C. Sebuah Far Eastern Council (kemudian dikenal sebagai Pacific War Council) didirikan di London pada tanggal 9 Februari, dengan dewan staf yang berkorespondensi di Washington. Namun, kuasa-kuasa yang lebih kecil terus mendorong badan yang bermarkas di AS.
Dalam pada itu, kejatuhan yang cepat atas pertahanan Sekutu pada serangan Jepang di Malaya, Singapura, Hindia Belanda, Filipina, dan negeri lain segera membanjiri Rintangan Melayu. Jatuhnya Singapura pada tanggal 15 Februari melepaskan komando ABDA, yang dibubarkan beberapa minggu kemudian.
Wavell mundur sebagai komandan tinggi pada tanggal 25 Februari1942, mengalihkan kendali Area ABDA ke komandan lokal. Ia juga merekomendasikan pendirian 2 komando Sekutu untuk menggantikan ABDACOM: sebuah komando Pasifik Barat Daya, dan komando bermarkas di India. Untuk menanggulanginya, Wavell telah memegang kendali Burma kepada British India Command dan menduduki kembali jabatannya yang dahulu, sebagai Panglima Tertinggi India.
Karena Jepang mendekati angkatan Sekutu yang tersisa di Filipina, MacArthur diperintahkan pindah ke Australia. Pada tanggal 17 Maret, pemerintah AS mengangkatnya sebagai Komandan Sekutu Tertinggi di Daerah Pasifik Barat Daya, komando yang memasukkan Australia dan Nugini di samping daerah yang dipegang Jepang. Sisa area geografis Teater Operasi Pasifik tetap di bawah komando Daerah Samudra Pasifik, dipimpin oleh Laksamana Tinggi Chester Nimitz dari US Navy.
Dewan Perang Pasifik yang bersifat antarpemerintahan didirikan di Washington pada tanggal 1 April, tetapi masih tak berguna karena dominasi angkatan AS di Asia dan Pasifik sepanjang perang.
Barangkali kesuksesan utama untuk angkatan ABDA adalah gerakan gerilya di Timor, digerakkan oleh infantri Australia dan Belanda hampir 12 bulan setelah pendaratan Jepang di sana pada tanggal 19 Februari.
(Secara teknis MacArthur adalah bawahan Wavell, tetapi nyatanya banyak rantai komando yang ditunjukkan di sini dilaksanakan secara independen dari ABDACOM dan/atau hanya ada di atas kertas.)