Angkatan Udara Britania Raya
Angkatan Udara Britania Raya atau Angkatan Udara Kerajaan (bahasa Inggris: Royal Air Force [RAF]) adalah angkatan udara yang dibentuk Britania Raya menjelang akhir Perang Dunia Pertama pada 1 April 1918.[2] Menyusul kemenangan atas Blok Sentral pada tahun 1918, RAF pada saat itu tampil sebagai angkatan udara terbesar di dunia.[3] Sejak pembentukannya, RAF telah berperan besar dalam sejarah militer Britania, khususnya selama Perang Dunia Kedua dalam kampanye militer yang paling terkenal, Pertempuran Britania.[4] RAF menggambarkan misinya sebagai "... untuk menyediakan Angkatan Udara yang "lincah", dapat beradaptasi dan memiliki kemampuan, orang per orang, yang tidak ada duanya, serta memberikan kontribusi angkatan udara yang menentukan dalam mendukung Misi Pertahanan Britania Raya".[5] Saat ini, RAF terdiri dari berbagai jenis pesawat di antaranya: pesawat tempur, pesawat serang, pesawat peringatan dini, pesawat intelijen ISTAR dan SIGINT, pesawat pengisian bahan bakar di udara dan pesawat pengangkutan udara yang strategis dan taktis. Sebagian besar pesawat dan personel RAF berbasis di Britania Raya dan banyak lainnya yang aktif berdinas dalam operasi militer (terutama di Irak dan Suriah) atau di pangkalan-pangkalan luar negeri yang sudah lama berdiri (Pulau Ascension, Siprus, Gibraltar, dan Kepulauan Falkland). Meskipun RAF adalah angkatan udara utama Britania Raya, namun Fleet Air Arm Angkatan Laut Britania Raya dan Army Air Corps juga memberikan kekuatan angkatan udara yang terintegrasi ke dalam lingkungan maritim, pesisir, dan darat. SejarahPendirianRAF adalah angkatan udara independen tertua di dunia: yakni angkatan udara pertama yang independen dari kontrol angkatan darat atau angkatan laut.[6] RAF didirikan pada 1 April 1918 (selama Perang Dunia I), hasil penggabungan dari Royal Flying Corps (RFC) dan Royal Naval Air Service (RNAS). Pada saat itu, RAF adalah angkatan udara terbesar di dunia.[7] Perang Dunia IIRAF mengalami perkembangan pesat sebelum dan selama berkobarnya Perang Dunia II. Banyak anggota militer dari negara-negara Persemakmuran dan orang-orang dari Eropa yang diduduki juga ikut bertugas dalam skuadron RAF. Selama Pertempuran Britania pada tahun 1940, RAF mempertahankan langit Britania Raya dari serangan Luftwaffe Jerman yang unggul secara jumlah. Dalam pertempuran yang mungkin merupakan pertempuran udara terlama dan tersengit dalam sejarah ini, Pertempuran Britania memberikan kontribusi yang besar dalam membatalkan Operasi Singa Laut, rencana Hitler untuk melakukan invasi ke Britania Raya. Upaya RAF terbesar selama perang adalah kampanye pengeboman strategis melawan Jerman. RAF mengadopsi taktik pengeboman wilayah di malam hari terhadap kota-kota di Jerman seperti Hamburg dan Dresden. Perang DinginPasca kemenangan dalam Perang Dunia II, RAF mengalami reorganisasi yang signifikan. Kemajuan teknologi dalam pertempuran udara menghasilkan terciptanya banyak jet tempur dan pembom. Selama tahap awal Perang Dingin, salah satu operasi besar pertama RAF adalah Blokade Berlin (kode sandi: Operasi Plainfire). Antara 26 Juni 1948, dan dicabutnya blokade Soviet atas Berlin pada 12 Mei 1949, RAF menyediakan 17% dari total pasokan yang dikirimkan.[8] Selama Perang Dingin, peran utama RAF adalah mempertahankan Eropa Barat dari potensi serangan dari Uni Soviet, dengan menaruh banyak skuadron yang berbasis di Jerman Barat. RAF juga terlibat dalam banyak pertempuran selama masa Perang Dingin. Pada bulan Juni 1948, RAF memulai Operasi Firedog melawan pejuang pro-kemerdekaan Malaya selama Kedaruratan Malaya.[9] RAF juga memainkan peran kecil dalam Perang Korea dengan mengirimkan beberapa perahu terbang.[10] Dari tahun 1953 hingga 1956, RAF melakukan operasi anti-Mau Mau di Kenya.[11] Krisis Suez tahun 1956 juga menunjukkan peran besar RAF, dengan mengirimkan pesawat yang bermarkas di Siprus dan Malta sebagai bagian dari Operasi Musketeer.[12] Konfrontasi melawan Indonesia pada awal 1960-an juga melihat pengoperasian pesawat RAF, tetapi berkat diplomasi yang cekatan dari kedua belah pihak, konflik tersebut tidak berkembang menjadi perang skala besar.[13] Salah satu operasi terbesar yang dilakukan oleh RAF selama Perang Dingin adalah kampanye udara selama Perang Falkland tahun 1982 melawan Argentina. Dalam perang itu, pesawat-pesawat RAF dikerahkan ke Atlantik bersama pesawat dari Angkatan Laut Kerajaan yang beroperasi dari kapal induk HMS Hermes. Pilot RAF juga menerbangkan pesawat Sea Harrier milik Angkatan Laut Kerajaan dalam peran pertempuran udara-ke-udara.[14] Menyusul kemenangan Britania Raya, RAF tetap berada di Atlantik Selatan untuk memberikan dukungan udara pada Kepulauan Falkland.[15] Masa kontemporerDengan berakhirnya Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet, fokus RAF kembali kepada kekuatan udara ekspedisi.[16] Sejak 1990, RAF telah terlibat dalam beberapa operasi skala besar, termasuk Perang Teluk 1991,[17] Perang Kosovo 1999,[18] Perang di Afganistan 2001, invasi dan perang di Irak 2003,[19] dan intervensi di Libya 2011.[20] Dalam beberapa tahun terakhir, pesawat tempur dalam Quick Reaction Alert (QRA) semakin dituntut untuk bisa mencegat pesawat Angkatan Udara Rusia yang kerap kali mendekati wilayah udara Britania Raya.[21] Pada 24 Januari 2014, Menteri Angkatan Bersenjata Negara, Andrew Robathan, mengumumkan bahwa pasukan QRA RAF telah diacak hampir tiga puluh kali dalam tiga tahun terakhir: sebelas kali di tahun 2010, sepuluh kali di tahun 2011, dan delapan kali di tahun 2012.[22] Sejak Maret 2020, sebagai bagian dari Operasi Rescript, RAF ikut andil dalam upaya menanggulangi pandemi COVID-19 di Britania Raya. Layanan tersebut menyediakan penerbangan repatriasi dan evakuasi aeromedis pasien COVID-19, pengemudi dan penangan panggilan untuk mendukung layanan ambulans dan petugas medis untuk membantu staf rumah sakit, unit pengujian, dan pusat vaksinasi.[23][24] Di bawah Operasi Broadshare, RAF juga telah terlibat dalam operasi bantuan COVID-19 di luar negeri, dengan memulangkan warga negara yang terjebak, serta mengirimkan pasokan medis dan vaksin ke Wilayah Seberang Laut Britania Raya dan berbagai instalasi militer.[25] StrukturPemimpin seniorKepala profesional dan perwira tertinggi Angkatan Udara Kerajaan adalah Kepala Staf Udara (CAS). Dia melapor kepada Kepala Staf Pertahanan, yang merupakan kepala profesional Angkatan Bersenjata Inggris. Kepala Staf Udara saat ini adalah Marsekal Udara Sir Richard Knighton yang diangkat pada tahun 2023. Manajemen RAF adalah tanggung jawab Dewan Angkatan Udara, sebuah sub-komite Dewan Pertahanan yang merupakan bagian dari Kementerian Pertahanan dan badan yang secara hukum bertanggung jawab atas pertahanan Inggris dan wilayah luar negerinya. Kepala Staf Udara mengetuai Komite Tetap Dewan Angkatan Udara (AFBSC) yang memutuskan kebijakan dan tindakan yang diperlukan RAF untuk memenuhi persyaratan Dewan Pertahanan dan Pemerintahan Yang Mulia. Komando UdaraKomando administratif dan operasional RAF didelegasikan oleh Dewan Angkatan Udara kepada Markas Besar Komando Udara, yang berbasis di RAF High Wycombe di Buckinghamshire. Komando Udara dibentuk pada tanggal 1 April 2007 dengan menggabungkan Komando Serangan RAF dan Komando Personil dan Pelatihan RAF, menghasilkan satu komando yang mencakup seluruh RAF, dipimpin oleh Kepala Staf Udara. Melalui kelompok bawahannya, Komando Udara mengawasi seluruh spektrum pesawat dan operasi RAF. Komando Luar Angkasa Inggris (UKSC), yang didirikan pada 1 April 2021 di bawah komando Marsekal Udara Paul Godfrey adalah komando gabungan, tetapi berada "di bawah Angkatan Udara Kerajaan". Godfrey memiliki pangkat yang sama dengan komandan Grup 1, 2, 11, dan 22. Komando baru ini mempunyai "tanggung jawab tidak hanya untuk operasi, tapi juga menghasilkan, melatih dan mengembangkan kekuatan, dan juga memiliki uang dan mengerahkan seluruh ketelitian program untuk menghasilkan ..kemampuan baru." Markas UKSC berada di RAF High Wycombe yang berlokasi bersama dengan Komando Udara. PersonelPer 1 Januari 2015, RAF berjumlah sekitar 34.200 personel Reguler[26] dan 1.940 Royal Auxiliary Air Force,[27] sehingga mempunyai kekuatan gabungan sebanyak 36.140 personel. Selain elemen aktif RAF (Angkatan Udara Reguler dan Royal Auxiliary), semua mantan personel Reguler tetap mempunyai tanggung jawab untuk dipanggil bertugas kembali jika dibutuhkan, ini dikenal sebagai Cadangan Reguler (Regular Reserve). Pada tahun 2007, terdapat 33.980 Cadangan Reguler RAF, di mana 7.950 di antaranya bekerja di bawah kontrak dengan jangka waktu tetap.[28] Publikasi sejak April 2013 tidak pernah lagi melaporkan total kekuatan Cadangan Reguler, tetapi hanya memberikan angka untuk Cadangan Reguler yang bertugas di bawah kontrak dengan jangka waktu tetap. Mereka memiliki kekuatan 7.120 personel pada tahun 2014.[29] Angka yang diberikan oleh Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) tahun 2012 menunjukkan bahwa pilot RAF mempunyai total jam terbang per tahun yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan sekutu utama NATO lainnya, seperti Prancis dan Jerman. Pilot RAF mempunyai capaian 210 hingga 290 jam terbang per tahun, sementara pilot Angkatan Udara Prancis dan Angkatan Udara Jerman masing-masing hanya mencapai 180 dan 150 jam terbang.[30] GaleriCatatan
Referensi
|