Artikel ini memerlukan pemutakhiran informasi. Harap perbarui artikel dengan menambahkan informasi terbaru yang tersedia.
Artikel ini mendokumentasikan suatu pandemi terkini. Informasi mengenai hal itu dapat berubah dengan cepat jika informasi lebih lanjut tersedia; laporan berita dan sumber-sumber primer lainnya mungkin tidak bisa diandalkan. Pembaruan terakhir untuk artikel ini mungkin tidak mencerminkan informasi terkini mengenai pandemi ini untuk semua bidang.
Pandemi koronavirus adalah pandemi yang disebabkan koronavirus (COVID-19) dan menyerang sistem pernafasan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kemudian mengumumkan pandemi koronavirus sebagai pandemi dunia pada tanggal 11 Maret 2020.[4]
Kronologi
Januari 2020
Kasus pertama infeksi koronavirus di Inggris dialami oleh dua orang dalam sebuah keluarga berkewarganegaraan Republik Rakyat Tiongkok yang sedang menginap di sebuah hotel di York yang salah satunya merupakan mahasiswa University of York. Setelah dikonfirmasi sebagai pasien positif COVID-19 pada 31 Januari 2020, mereka kemudian dipindahkan dari Hull University Teaching Hospital ke fasilitas isolasi khusus di High Consequence Infectious Diseases Unit di Newcastle upon Tyne.[3][5]
Pada hari yang sama, misi evakuasi warga negara Inggris dari Wuhan juga telah sampai di RAF Brize Norton. Dari 83 orang yang dievakuasi tidak menunjukkan gejala-gejala terinfeksi, meski demikian mereka tetap dikarantina di sebuah blok perumahan karyawan Arrowe Park Hospital di Wirral.[6]
Proses evakuasi ini menuai beragam reaksi dan melalui proses perdebatan panjang sebelumnya apakah pemerintah harus mengevakuasi warga negara Inggris dari daerah paling terdampak saja di Tiongkok atau tidak sama sekali untuk menghalau persebaran virus di daratan Britania Raya, beberapa pihak seperti Emily Thornberry dari Partai Buruh mengkritik pemerintahan Boris Johnson yang terkesan lambat dalam menentukan sikap terhadap warga negara Inggris di Tiongkok[7] tak seperti negara lain yang lebih dulu dan lebih sigap memulangkan warganya dari daerah terdampak seperti pemerintah Jepang, Prancis, dan Spanyol. Beberapa warga negara Inggris di Wuhan telah dikabari bahwa mereka dapat dievakuasi, namun pasangan atau anak-anak dengan paspor Tiongkok tidak bisa, wacana ini kemudian dibatalkan yang mengakibatkan masih ada beberapa warga negara Inggris yang tertinggal dari proses evakuasi tersebut.[6]
Februari 2020
Sepanjang bulan Februari, Britania Raya mulai memasuki masa persebaran virus yang lebih masif dari sebelumnya. Kasus ketiga COVID-19 dikonfirmasi di Brighton pada 6 Februari, seorang pria paruh baya terdeteksi terinfeksi virus dalam perjalanannya di Singapura, sebelum kembali ke Inggris pada 28 Januari, ia juga sempat mengunjungi wahana hiburan ski di Haute-Savoie, Prancis, penyelidikan selanjutnya juga mengonfirmasi bahwa ia turut menulari 6 orang kerabatnya dalam kunjungannya di Prancis dan sekaligus menjadi kasus infeksi COVID-19 pertama yang dialami warga negara Inggris.[8] Segera setelah kasus ini muncul, pemerintah Inggris mengimbau warga negaranya yang pulang dari negara-negara terdampak seperti Tiongkok, Jepang, Hong Kong, Makau, Malaysia, Korea Selatan, Singapura, Taiwan, Thailand dengan gejala flu seperti demam, batuk, dan gangguan pernafasan, untuk mengisolasi diri sendiri selama 14 hari dan menghubungi nomor non-darurat pelayanan kesehatan 111.[9]
Pada 10 Februari, kasus positif COVID-19 bertambah menjadi 8 kasus di Inggris yang dikonfirmasi masih berhubungan dengan pasien di Brighton.[10][11] Pada hari yang sama sekretaris State for Health and Social Care mengumumkan Regulasi Proteksi Kesehatan 2020 yang isinya memberi wewenang kepada petugas kesehatan untuk mengisolasi penderita maupun mereka yang berisiko tinggi terinfeksi,[12] aturan ini juga memandatkan Arrowe Park Hospital, Merseyside, Hotel Kents Hill Park, dan Milton Keynes menjadi unit isolasi.[12] Sehari kemudian, kasus kesembilan sekaligus kasus pertama dikonfirmasi di London.[13]
Pada 23 Februari, kasus di Inggris bertambah menjadi 13 kasus aktif seiring diketahuinya 4 warga negara Inggris yang terinfeksi dalam kapal pesiar Diamond Princess yang dikarantina di Jepang, dua orang pasien kemudian dipindahkan ke Royal Hallamshire Hospital di Sheffield, satu orang di Royal Liverpool University Hospital, dan satu orang lainnya di Royal Victoria Infirmary di Newcastle upon Tyne.[14]
Pada 27 Februari, kasus di Inggris bertambah menjadi 16 orang sekaligus mengonfirmasi kasus pertama di Irlandia Utara yakni seorang wanita yang baru kembali dari wilayah terdampak di Italia utara.[15]
Wales mengumumkan kasus pertamanya pada 28 Februari yang juga terinfeksi dari perjalanannya di Italia utara.[16] Pada hari yang sama, 2 orang kasus baru ditemukan, salah seorang pasien yang menjadi pasien ke20 di Inggris adalah pasien pertama yang terinfeksi tanpa pengalaman perjalan ke luar negeri.[17]
Pemerintah Inggris kemudian memberlakukan uji masal pada 10,483 orang dan mengonfirmasi 3 kasus tambahan dari uji tersebut pada 29 Februari, ketiganya ditemukan di Gloucestershire, Hertfordshire, dan Berkshire. Penelusuran menemukan bahwa dua orang dari ketiga pasien baru tersebut terinfeksi dari perjalanannya di Italia dan satu orang lainnya terinfeksi dari perjalanannya di Asia.[18]
Maret 2020
Penyebaran COVID-19 semakin parah di Inggris sejak awal Maret. Satu per satu wilayah di Inggris mulai mengonfirmasi kasus positifnya.
2 Maret ditemukan 5 kasus baru di Hertfordshire, Devon, dan Kent yang keempatnya punya riwayat perjalanan dari Italia utara, total ada 40 kasus namun kemudian direvisi menjadi 41 kasus.[20]
3 Maret ditemukan 11 kasus baru, total 52 kasus. Di hari ini, pemerintah Inggris mengumumkan Coronavirus Action Plan kepada publik yang mengumumkan apa saja yang telah mereka lakukan dan strategi apa yang akan ditempuh selanjutnya.[21]
4 Maret ditemukan 34 kasus baru dengan total menjadi 86 kasus. Gibraltar mengumumkan kasus pertamanya, pasien punya riwayat perjalanan dari Italia utara.[22]
5 Maret ditemukan 29 kasus baru dengan total menjadi 115 kasus. Beberapa daerah di Skotlandia seperti Forth Valley, Grampian, Greater Glasgow, dan Clyde mengumumkan kasusnya.[23] Pada hari yang sama, seorang pasien wanita berusia 70an tahun meninggal dunia, ia sekaligus kasus kematian akibat COVID-19 pertama di Inggris.[24]
6 Maret ditemukan 46 kasus baru dengan total 161 kasus.
7 Maret ditemukan 46 kasus baru dengan total 207 kasus.
8 Maret ditemukan 65 kasus baru dengan total 272 kasus, menjadikannya kenaikan jumlah kasus terbesar dalam 24 jam pada pekan pertama bulan Maret.
9 Maret ditemukan 50 kasus baru dengan total 322 kasus, Dorset mengumumkan 3 kasus pertamanya.[25]
10 Maret ditemukan 52 kasus baru dengan total 374 kasus. Pada hari ini, Menteri Kesehatan Inggris, Nadine Dorries MP juga dikonfirmasi positif COVID-19.[26]Wales mengumumkan 9 kasus tambahan.[27]
11 Maret ditemukan 83 kasus baru dengan total 457 kasus. Wales kembali mengumumkan 4 kasus tambahan,[28] pada hari yang sama, Organisasi Kesehatan Dunia resmi mengumumkan koronavirus sebagai pandemi dunia.[4]
12 Maret ditemukan 139 kasus baru dengan total 596 kasus. Pasien asal kapal pesiar Diamond Princess yang diisolasi di Sheffield menulari 12 orang lainnya. Wales mengumumkan adanya 6 kasus baru. Pada hari yang sama, pemerintah mengumumkan risiko pandemi dari level menengah menjadi tinggi,[29] pemerintah juga mulai mengeluarkan imbauan isolasi diri setidaknya untuk 7 hari bagi mereka yang mengalami gejala batuk dan demam, menunda rencana perjalanan sekolah-sekolah ke luar negeri, dan mengimbau orang di atas usia 70 tahun untuk melakukan perjalanan dengan kapal pesiar.[30]
13 Maret ditemukan 207 kasus baru dengan total 803 kasus. Skotlandia mengumumkan kematian akibat COVID-19 pertamanya.[31] Pada hari ini beberapa penyelenggaraan acara olahraga seperti London Marathon,[32] Pertandingan Rugbi 6 Negara antara Wales melawan Skotlandia,[33]Liga Primer Inggris dan Kejuaraan EFL resmi ditunda,[34] begitu juga penyelenggaraan pemilu daerah Inggris yang ditunda hingga tahun depan,[35] acara festival musik Country to Country yang seharusnya diselenggarakan hari ini hingga 15 Maret di O2 Arena, London terpaksa ditunda.[36] Di hari yang sama, pemerintah Inggris melakukan pembatasan ekspor obat-obatan seperti Kaletra, Chloroquine Phosphate, dan Hydroxychloroquine yang digunakan pasien korona di Tiongkok untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.[37]
14 Maret ditemukan 264 kasus baru dengan total 1.067 kasus. Total kematian per hari ini mencapai 21 orang.
15 Maret ditemukan 330 kasus baru dengan 1.397 kasus. Total kematian per hari ini mencapai 35 orang. Pemerintah melalui sekretaris State for Health and Social Care, Matt Hancock mengimbau setiap orang yang berusia di atas 70 tahun untuk mengisolasi diri.[38]
16 Maret ditemukan 152 kasus baru dengan total 1.549 kasus. Total kematian per hari ini mencapai 55 orang. Wales mengumumkan kematian pertamanya.[39] Pada hari yang sama, Perdana Menteri Boris Johnson mengimbau semua masyarakat untuk tidak bepergian yang kurang perlu dan menjalin kontak fisik dengan orang lain, ia juga mengimbau masyarakat untuk menghindari klub malam, teater, bar, dan fasilitas hiburan masal lainnya serta bekerja dari rumah jika memungkinkan. Anggota parlemen lain dari Partai Buruh Kate Osborne dinyatakan positif terinfeksi setelah menjalani masa isolasi diri.[40]
17 Maret ditemukan 407 kasus baru dengan total 1.956 kasus. Total kematian mencapai 71 orang. Pemerintah melalui NHS England mengumumkan untuk meniadakan kegiatan operasi yang kurang mendesak sehingga dapat menambah kapasitas perawatan pasien COVID-19 hingga 30.000 ruang.[41] Kanselor Rishi Sunak mengumumkan untuk memberi £330bn jaminan pinjaman bagi usaha-usaha yang terdampak pandemi.[42]
18 Maret ditemukan 676 kasus baru dengan total 2.632 kasus. Anggota parlemen dari Partai Buruh Lloyd Russell-Moyle dikonfirmasi positif COVID-19.[43]
19 Maret ditemukan 643 kasus baru dengan total 3.275 kasus. Irlandia Utara mengumumkan kematian pertamanya.[44]
20 Maret ditemukan 714 kasus baru dengan total 3.989 kasus.
21 Maret ditemukan 1.000 kasus baru dengan total 4.989 kasus.
Dampak dan reaksi
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Pandemi COVID-19 telah menyebabkan banyak perubahan di Britania Raya. Beberapa perubahan signifikan termasuk:
1. Pembatasan dan Lockdown: Britania Raya telah menerapkan berbagai tingkat pembatasan dan lockdown selama pandemi, yang memengaruhi kehidupan sehari-hari warga negara, bisnis, dan sektor pendidikan.
2. Vaksinasi Massal: Britania Raya merupakan salah satu negara yang berkomitmen untuk program vaksinasi COVID-19 yang masif. Vaksinasi telah menjadi fokus utama dalam upaya mengendalikan penyebaran virus.
3. Perubahan di Tempat Kerja: Banyak pekerja di Britania Raya beralih ke kerja dari rumah (WFH) selama pandemi. Ini telah mengubah cara orang bekerja dan memicu diskusi tentang masa depan kerja hibrida.
4. Dampak pada Kesehatan Mental: Pandemi ini telah menyebabkan peningkatan masalah kesehatan mental di antara warga Britania. Penyedia layanan kesehatan mental mengalami peningkatan permintaan.
5. Dampak Ekonomi: Ekonomi Britania Raya juga terkena dampak pandemi dengan resesi ekonomi. Pemerintah memberikan berbagai bentuk bantuan ekonomi kepada individu dan bisnis.
6. Perubahan di Sektor Pendidikan: Sekolah ditutup sementara selama lockdown, dan pendidikan jarak jauh menjadi norma. Ini mempengaruhi siswa, guru, dan orangtua.
7. Perubahan dalam Perjalanan dan Pariwisata: Pandemi ini menghambat perjalanan internasional dan pariwisata. Banyak negara menerapkan pembatasan ketat terhadap perjalanan ke dan dari Britania Raya.
8. Perubahan dalam Kesehatan Masyarakat: Kesadaran akan pentingnya kesehatan masyarakat dan kesiapan untuk menghadapi pandemi di masa depan telah meningkat.
Perubahan ini adalah contoh-contoh utama dari dampak pandemi COVID-19 di Britania Raya, dan situasinya terus berkembang seiring waktu.