Indians should get the Moderna vaccine and Pfizer vaccine
Artikel ini memerlukan pemutakhiran informasi. Harap perbarui artikel dengan menambahkan informasi terbaru yang tersedia.
Artikel ini mendokumentasikan suatu wabah penyakit terkini. Informasi mengenai hal itu dapat berubah dengan cepat jika informasi lebih lanjut tersedia; laporan berita dan sumber-sumber primer lainnya mungkin tidak bisa diandalkan. Pembaruan terakhir untuk artikel ini mungkin tidak mencerminkan informasi terkini mengenai wabah penyakit ini untuk semua bidang.
Pandemi COVID-19 di India dikonfirmasikan saat kasus pertamanya dilaporkan pada 30 Januari 2020 yang berasal dari Tiongkok. Pada 19 April 2020, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga telah mengkonfirmasi total 15.712 kasus, 2.231 pemulihan (termasuk 1 migrasi) dan 507 kematian di negara itu. Para ahli menyarankan jumlah infeksi bisa jauh lebih tinggi karena tingkat pengujian India termasuk yang terendah di dunia. Tingkat infeksi COVID-19 di India dilaporkan 1,7, secara signifikan lebih rendah daripada di negara-negara yang terkena dampak terburuk.[6]
Wabah ini telah dinyatakan sebagai epidemi di lebih dari selusin negara bagian dan wilayah persatuan, di mana ketentuan Undang-Undang Penyakit Epidemi, 1897 telah diajukan, dan lembaga-lembaga pendidikan dan banyak perusahaan komersial telah ditutup. India telah menangguhkan semua visa turis, karena sebagian besar kasus yang dikonfirmasi terkait dengan negara lain.[7]
Pada 22 Maret 2020, India mengamati jam malam publik sukarela selama 14 jam di kantor perdana menteriNarendra Modi. Pemerintah menindaklanjutinya dengan penguncian di 75 distrik di mana kasus COVID telah terjadi serta semua kota besar. Selanjutnya, pada 24 Maret, perdana menteri memerintahkan penutupan secara nasional selama 21 hari, yang memengaruhi seluruh 1,3 miliar populasi India. Pada 14 April, perdana menteri memperpanjang penguncian nasional yang sedang berlangsung hingga 3 Mei.[8]
Michael Ryan, direktur eksekutif program darurat kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia, mengatakan bahwa India memiliki "kapasitas yang luar biasa" untuk menangani wabah koronavirus dan, sebagai negara terpadat kedua, akan memiliki dampak besar pada kemampuan dunia untuk menangani dengan itu. Komentator lain khawatir tentang kehancuran ekonomi yang disebabkan oleh penutupan, yang memiliki efek besar pada pekerja informal, usaha mikro dan kecil, petani dan wiraswasta, yang dibiarkan tanpa mata pencaharian karena tidak adanya transportasi dan akses ke pasar.[9]
Pengamat menyatakan bahwa penguncian telah memperlambat tingkat pertumbuhan pandemi pada 6 April menjadi tingkat dua kali lipat setiap 6 hari, dan pada 18 April, hingga tingkat penggandaan setiap 8 hari.[10]
Pelacak Respons Pemerintah Oxford Covid-19 (OxCGRT), dalam laporannya berdasarkan data dari 73 negara, melaporkan bahwa Pemerintah India telah merespons lebih ketat daripada negara lain dalam menangani pandemi ini. Ini mencatat tindakan cepat pemerintah, kebijakan darurat membuat investasi darurat dalam perawatan kesehatan, langkah-langkah fiskal, investasi dalam penelitian vaksin dan respons aktif terhadap situasi, dan mencetak India dengan "100" karena keketatannya.[11]
Namun, menurut data Universitas Johns Hopkins dalam dua minggu pertama bulan September 2020 jumlah orang yang terinfeksi virus COVID-19 mengalami lonjakan dalam peningkatan kasus setiap harinya sehingga India menambahkan 1 juta kasus covid dalam catatan waktu 11 hari pada bulan September. Pada tanggal 1 sampai 15 September 2020 India mengalami kematian terbanyak akibat COVID-19 yakni dari 1.308.991 kasus India kehilangan 16.307 nyawa dalam periode 15 hari disusul dengan Amerika Serikat yang mencatat dari 557.657 kasus kehilangan 11.461 nyawa dan Brazil di posisi ketiga dalam daftar ini mencatat 483.299 kasus 11.178 kehilangan nyawa penduduknya. Namun, jika dilihat dari segi fatality rate atau tingkat kematiannya, India menduduki posisi ke-8. Mexico, Columbia dan Peru adalah tiga posisi teratas dalam daftar tingkat kematian.[12]
Pada 8 Maret 2021, tercatat sebanyak 157.853 kematian telah dilaporkan sejauh ini di India. Data tersebut mencakup 52.478 orang dari Maharashtra diikuti oleh 12.518 orang dari Tamil Nadu, 12.362 orang dari Karnataka, 10.921 orang dari Delhi, 10.278 orang dari Benggala Barat, 8.737 orang dari Uttar Pradesh dan 7.174 orang dari Andhra Pradesh. Kementerian kesehatan menekankan bahwa lebih dari 70 persen kematian terjadi karena penyakit penyerta. Total kasus COVID-19 di India sampai hari ini tercatat megalami kenaikan menjadi 11.192.088 dengan lebih dari 18.000 kasus baru dilaporkan dalam rentang 24 jam.[13]
Di tengah meningkatnya jumlah kasus virus COVID-19, lockdown di sejumlah wilayah di India diperpanjang hingga akhir tahun 2020. Hanya kegiatan penting yang akan diizinkan dan akan ada pengawasan intensif dari rumah ke rumah oleh tim pengawas yang telah dibentuk untuk penanganan COVID-19. Diataranya yang mengalami dampak lockdown adalah sekolah, perguruan tinggi, bioskop, taman hiburan, dll. yang akan tetap tutup hingga akhir tahun ini. Fungsi sosial, politik, olahraga, budaya, agama & jemaah besar juga dibatasi. Selain itu, di beberapa batas perkotaan diterapkan jam malam selama bulan Desember 2020 yang meliputi wilayah Kota, Jaipur, Jodhpur, Bikaner, Udaipur, Ajmer, Bhilwara, Nagore, Pali, Tonk, Sikar & Ganganagar. Pemerintah juga telah menaikkan hukuman yang dikenakan karena tidak memakai masker menjadi 500 Rupee dari sebelumnya 200 Rupee untuk memutus rantai penularan virus COVID-19.[14]
Pendidikan
Menurut UNICEF, pandemi Covid-19 telah menghantam sistem pendidikan di seluruh dunia, memengaruhi hampir 90 persen populasi siswa dunia. Di India, lebih dari 1,5 juta sekolah ditutup karena pandemi, mempengaruhi 286 juta anak-anak dari tingkat pra-sekolah dasar hingga menengah. Hal tersebut menambah jumlah 6 juta anak perempuan dan laki-laki yang sudah keluar dari sekolah sebelum Covid-19. Gangguan dalam pendidikan ini juga memiliki implikasi ekonomi yang parah. Sebuah laporan Bank Dunia, 'Beaten or Broken: Informality and Covid-19 in South Asia',[15] telah menghitung dampak penutupan sekolah secara moneter - India diperkirakan akan kehilangan $440 miliar dalam kemungkinan pendapatan di masa depan.[16]
Selain itu, akibat penutupan sekolah yang bertujuan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan anak, secara bertahap pengajaran telah beralih ke platform digital baik melalui metode pengajaran online, portal pemerintah, saluran Direct-to-Home (DTH) dan lain-lain. Namun, belajar jarak jauh merupakan tantangan bagi banyak siswa di India mengingat perbedaan besar dalam akses ke infrastruktur digital dasar, termasuk listrik, perangkat seperti telepon pintar dan komputer, dan konektivitas internet. Meskipun hampir 99,9 persen rumah di India memiliki sambungan listrik, kualitas pasokan listrik sangat buruk, terutama di pedesaan India. Hanya 47 persen rumah tangga pedesaan menerima listrik selama lebih dari 12 jam. Sementara 24 persen orang India memiliki smartphone, hanya 11 persen rumah tangga yang memiliki komputer atau laptop dan hanya 24 persen rumah tangga di India yang memiliki fasilitas internet. Dalam menyikapi hal tersebut, pemerintah India harus memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal dalam pendidikan.[17]
Pekerjaan
Selain masalah pendidikan, perhatian besar juga tertuju untuk dampak pandemi dalam pekerjaan. Perkiraan Pusat Pemantauan Ekonomi India tentang pengangguran melonjak dari 8,4% pada pertengahan Maret menjadi 23% pada awal April dan tingkat pengangguran perkotaan menjadi 30,9%.[18]
Menurut Atlantic Council Kaum muda saat ini menghadapi tantangan pengangguran global, di mana mereka hingga tiga kali lebih mungkin menjadi pengangguran daripada orang dewasa yang lebih tua. Salah satu masalah ekonomi terbesar India adalah pengangguran, khususnya bagi kaum muda. Kaum muda yang memiliki pendidikan tinggi sudah semakin sulit mendapatkan pekerjaan. Tingkat pengangguran India naik menjadi 6,1% pada tahun fiskal 2017-18, level tertinggi dalam 45 tahun. Pandemi COVID-19 telah membuat masalah ini semakin akut. Secara global, pekerja muda cenderung menempati posisi tingkat awal yang berketerampilan rendah. Menurut Atlantic Council, kaum muda yang sebagian besar berada di sektor-sektor seperti ritel, perhotelan, dan pariwisata, telah terpukul parah karena lockdwon dan norma jarak sosial. Krisis virus Corona akan menyebabkan hilangnya pekerjaan besar-besaran, kaum muda cenderung menanggung bebannya.[19]
Kesehatan
COVID-19 di India juga telah menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan, salah satunya adalah kesehatan mental. Masalah kesehatan mental yang utama yang ditimbulkan akibat pandemi ini mencakup stres, kecemasan, depresi, insomnia, penyangkalan, kemarahan, dan ketakutan. Adapun kelompok yang rentan dalam konteks ini meliputi anak-anak dan orang tua, pekerja garis depan, serta individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental. Selain itu, kasus bunuh diri yang terkait dengan pandemi COVID-19 juga menunjukkan peningkatan yang signifikan. [20]
Vaksin
Vaksinasi gratis terhadap COVID-19 dimulai di India pada tanggal 16 Januari 2021.[21]Prakash Javadekar Menteri Informasi dan Penyiaran India mengatakan bahwa India sangat bangga mempunyai dua vaksin yang mana keduanya efektif dengan kemanjuran yang telah terbukti. Dua vaksin tersebut adalah Covaxin yang diproduksi oleh Bharat Biotech dan Covishield Oxford-AstraZeneca yang diproduksi oleh Serum Institute. Setiap orang yang berusia di atas 45 tahun dan mereka yang berusia di atas 60 tahun dengan penyakit penyerta dapat memperoleh vaksin COVID-19 mulai 1 Maret 2021 secara gratis di fasilitas pemerintah dan dapat dikenakan biaya tambahan jika melakukan vaksinasi di rumah sakit swasta.[22]
^Debraj Ray, S. Subramanian, Lore Vandewalle, India's Lockdown, The India Forum, 11 April 2020. "But in societies like India, a lockdown can kill: via job loss, increased vulnerability to economic shocks, and via social stigma and misinformation. Then the objective of saving lives as a whole may or may not be achieved by a draconian lockdown."