Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia (BEI) (bahasa Inggris: Indonesia Stock Exchange (IDX) adalah bursa efek yang beroperasi di Indonesia. Bursa Efek Indonesia merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif menjadi BEI.[2] Bursa hasil penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007.[3][4] Definisi UmumBursa Efek adalah badan hukum yang mempunyai tugas sebagai sarana dalam melaksanakan dan mengatur jalannya kegiatan perdagangan Efek yang ada di Pasar Modal. Sedangkan jika ditinjau dari segi pereokonomian mikro bagi para anggota bursa (emiten), Bursa Efek berfungsi untuk mendapatkan modal yang dapat digunakan untuk melakukan ekspansi usaha. Sementara dari segi ekonomi makro Bursa Efek mempunyai peran penting untuk menggerakkan perekonomian negara. Jika dalam perdagangan Efek di pasar modal yang dilakukan di Bursa Efek menunjukkan hasil yang positf, maka gambaran tersebut dapat berakibat untuk tercapainya kinerja yang positif dalam perekonomian suatu negara, demikian pula jika terjadi hal yang sebaliknya. Pada hakikatnya Bursa Efek adalah suatu pasar konvensional yang mempertemukan antara penjual dan pembeli. Dapat didefinisikan bahwa pada dasarnya kegiatan yang dilakukan oleh Bursa Efek adalah menyelenggarakan dan menyediakan sarana atau sistem perdagangan bagi para anggotanya. Sistem BEIBEI menggunakan sistem perdagangan bernama Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22 Mei 1995, menggantikan sistem manual yang digunakan sebelumnya.[5] Sejak 2 Maret 2009 sistem JATS ini sendiri telah digantikan dengan sistem baru bernama JATS-NextG.[butuh rujukan] SejarahPemerintahan Kolonial BelandaIndonesia dikenal dengan nama Hindia Belanda atau Hindia belakang. Sejak era baru pemerintahan Hindia Belanda mereka mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Hindia Belanda. Sumber dana dalam membangun perkebunan itu didapatkan dari orang belanda dan eropa lainnya. Transaksi saham pada perdagangan efek pertama kali tercatat pada tahun 1892, yang dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan di Batavia yaitu Cultuur Maatschappij Goalpara dituliskan bahwa perusahaan tersebut menjual 400 saham dengan harga 500 gulden per saham yang beredar. Empat tahun kemudian, Het Centrum juga merilis prospektus penjualan saham yang memiliki nilai hingga 105 ribu gulden dengan harga per lembar sahamnya sebesar 100 gulden. Setelah mengadakan persiapan yang matang, maka akhirnya didirikan pasar modal yang pertama di Indonesia tepatnya di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 yang bernama Vereniging voor de Effectenhandel atau Bursa efek dan langsung memulai aktivitas perdagangannya.[6] Saham yang diperjual-belikan adalah saham atau obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia dimana obligasi yang diterbitkan Pemerintah provinsi dan kota praja memiliki sertifikat saham perusahaan-perusahaan yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda kemudian efek perusahaan Belanda lainnya. Perkembangan pasar modal di Batavia begitu pesat sehingga menarik masyarakat kota lainnya.[6] Hampir setengah abad berjalan sejak lembaga bursa efek dibentuk pertama kali di Batavia dengan nama Vereniging voor de Effectenhandel atau Asosiasi Perdagangan Efek. Pembentukan ini dilakukan setelah pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan 'Politik Etis' pada tahun 1901.[7] Pemerintah Hindia Belanda meyakini dengan adanya asosiasi tersebut, proses pembangunan bisa berjalan dengan baik. Mayoritas investor berasal dari orang-orang Belanda dan Eropa yang memiliki penghasilan di atas rata-rata. Namun, pecahnya Perang Dunia ke-I membuat aktivitas perdagangan saham dihentikan pada tahun 1914-1918.[8] Pada tahun 1925 Bursa Efek kembali dibuka sekaligus membentuk dua bursa efek baru di Indonesia, yaitu Bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek Semarang. Sayangnya kabar menggembirakan ini tidak berlangsung lama karena BEI dihadapkan pada Resesi Ekonomi tahun 1929 dan pecahnya Perang Dunia II. Keadaan yang semakin memburuk membuat Bursa Efek Surabaya dan Semarang ditutup, yang diikuti juga oleh Bursa Efek Jakarta pada tanggal 10 Mei 1940.[9] Orde LamaBursa Efek Jakarta dibuka kembali dibuka oleh Presiden Soekarno pada 3 Juni 1952. Hingga pada akhirnya keberadaan Bursa Efek kembali tidak aktif ketika ada program nasionalisasi perusahaan Belanda pada tahun 1956 sampai 1977. Tujuan dibukanya kembali bursa ini untuk menampung obligasi pemerintah yang sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Kepengurusan bursa efek ini kemudian diserahkan ke perserikatan perdagangan uang dan efek yang terdiri atas 3 bank dan bank Indonesia sebagai anggota kehormatan. Perkembangan bursa efek ini berkembang dengan baik walaupun surat berharga yang diperdagangkan umumnya adalah obligasi oleh perusahaan Belanda dan obligasi pemerintah Indonesia lewat Bank Pembangunan Indonesia. Melalui Bank Industri Negara pada tahun 1954, 1955 dan 1958 penjualan obligasi semakin meningkat. Terjadinya sengketa kekuasaan antara pemerintah RI dengan Belanda mengenai Irian Barat maka semua bisnis Belanda di nasionalisasikan melalui Undang-Undang No. 86 tahun 1958. Sengketa ini mengakibatkan sekuritas-sekuritas dari Belanda tidak diperdagangkan lagi di bursa efek Jakarta.[10] Orde BaruInvestasi Indonesia mulai berkembang pada era orde baru, dimana pada tahun 1966 merupakan masuknya investasi dari luar negeri dan munculnya investasi di dalam negeri. Investasi berperan besar dalam peningkatan pembangunan perekonomian Indonesia. Orang yang melakukan kegiatan investasi dikenal dengan sebutan investor. Iklim investasi yang mulai membaik pada era orde baru tersebut menggerakkan pemerintah Indonesia saat itu untuk membuat produk hukum yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi investor yang diundangkan dalam waktu yang hampir bersamaan. Produk hukum tersebut adalah Undang-Undang No.1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang pada akhirnya disatukan menjadi Undang- Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Undang-undang ini secara garis besar memuat segala pengaturan mengenai tata cara, prosedur, dan aspek lain bagi investor asing maupun lokal dalam menanamkan modalnya di Indonesia.[11] Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto pada tanggal 10 Agustus 1977. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. Pada masa orde baru dikenal dengan keadaan pasar modal memiliki tiga periode diantaranya adalah periode tidur yang panjang dan bangun dari tidur yang panjang serta otomatisasi.[10] Periode tidur yang panjangPeriode ini pasar modal menjadi lesu peminat karena sampai dengan tahun 1988 hanya sedikit perusahaan yang tercatat di bursa efek Jakarta, yaitu hanya 24 perusahaan selama 4 tahun dan tidak ada perusahaan baru yang melantai di bursa saham. Pada saat itu masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal. Akhirnya pada tahun 1987 diadakan deregulasi Bursa Efek dengan menghadirkan Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia. Aktivitas perdagangan Bursa Efek pun kian meningkat pada tahun 1988-1990 setelah Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Periode bangun dari tidur yang panjangPada periode ini pada tahun 1990 jumlah perusahaan yang sudah IPO menjadi 225 Perusahaan. Pada periode ini IPO menjadi peristiwa nasional dan banyak dikenal sebagai periode lonjakan IPO (IPO boom). Peningkatan ini juga disebabkan oleh banyak hal salah satunya adalah merubah dasar indeks gabungan menjadi nilai dasar 500 sampai dengan kuartal ketiga tahun 1990 dengan jumlah sekuritas yang tercatat meningkat menjadi 166 saham hingga 208 emiten saham. Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE) pada tahun 1988 dengan organisasinya yang terdiri dari broker dan dealer. Selain itu, pada tahun yang sama, Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal. Bursa Efek Surabaya (BES) pada tahun 1989 mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya. Periode otomatisasiKarena meningkatnya kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi kapasitas manual, maka bursa efek Jakarta memutuskan untuk mengotomatisasikan kegiatan transaksi di bursa. Otomatisasi atau yang lebih dikenal dengan teknologi bursa saham tentunya mengandalkan jaringan-jaringan komputer dengan menggunakan broker, Jaringan sistem perdagangan otomatis yang ditetapkan oleh bursa efek Jakarta. Selain itu, gerbang berupa komputer-komputer yang menghubungkan broker dengan mesin perdagangan. Kemudian traders workstations yang terdiri dari sejumlah terminal untuk masing-masing broker. Pada bulan Agustus 1997 krisis keuangan melanda negara-negara Asia termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Singapura. Tidak banyak perusahaan yang melakukan IPO karena krisis keuangan tadi. Sebab penurunan nilai mata uang disebabkan karena spekulasi pedagang valas. Pada tanggal 12 Juli 1992, yang telah ditetapkan sebagai HUT BEJ, BEJ resmi menjadi perusahaan swasta (swastanisasi). BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal (sebelumnya; Badan Pelaksana Pasar Modal). Satu tahun kemudian pada tanggal 21 Desember 1993, PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) didirikan. Pada tahun 22 Mei 1995, Bursa Efek Jakarta meluncurkan Sistem Otomasi perdagangan yang dilaksanakan dengan sistem komputer JATS (Jakarta Automated Trading Systems). Pada tahun yang sama pada 10 November, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996. Bursa Paralel Indonesia kemudian merger dengan Bursa Efek Surabaya. Kemudian satu tahun berikutnya, 6 Agustus 1996, Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) didirikan. Dilanjutkan dengan pendirian Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI) pada tahun berikutnya, 23 Desember 1997. ReformasiPerdagangan tanpa warkat sudah tidak dianggap efisien lagi. Banyaknya warkat yang hilang sewaktu disimpan atau sudah banyak juga warkat yang dipalsukan bahkan secara administratif dan penerbitannya akan menghambat proses penyelesaian transaksi. Tahun 2003 dimasuki dengan optimisme. IHSG dibuka pada awal tahun pada tanggal 1 Januari 2003 dengan nilai 4005,44. Tahun 2004 IHSG sudah menembus level 1000 dan diakhir tahun 2004 pada tanggal 30 Desember 2004 IHSG ditutup pada nilai 1000,23. Di tahun 2005, tanggal 3 Januari 2005 IHSG dibuka pada nilai 1038,82 poin dan pada akhir tahun pada tanggal 29 Desember 2005 IHSG ditutup pada nilai 1162,63 poin. Pada tahun 2007 IHSG menembus nilai diatas 2000 poin pada tanggal 26 April 2007 sebesar 2016,033 dan pada tanggal 22 Oktober 2007 sudah mencapai nilai 2446,76. Efektif mulai bulan Novenber 2007 setelah diadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang diadakan pada 30 Oktober 2007 BEJ dan BES bergabung menjadi Bursa Efek Indonesia.[10] Pada tanggal 30 November 2007, Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya digabungkan dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Setelah lahirnya BEI, suspensi perdagangan diberlakukan pada tahun 2008 dan Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) dibentuk pada tahun 2009. Selain itu, pada tahun 2009, PT Bursa Efek Indonesia mengubah sistem perdagangan yang lama (JATS) dan meluncurkan sistem perdagangan terbarunya yang digunakan oleh BEI sampai sekarang, yaitu JATS-NextG. Beberapa badan lain juga didirikan guna untuk meningkatkan aktivitas perdagangan, seperti pendirian PT Indonesian Capital Market Electronic Library (ICaMEL) pada Agustus 2011. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Januari 2012, dan di akhir 2012, Securities Investor Protection Fund (SIPF), dan Prinsip Syariah dan Mekanisme Perdagangan Syariah juga diluncurkan. BEI juga melakukan beberapa pembaharuan, tanggal 2 Januari 2013 jam perdagangan diperbaharui, dan pada tahun berikutnya Lot Size dan Tick Price disesuaikan kembali, dan pada tahun 2015 TICMI bergabung dengan ICaMEL. Bursa Efek Indonesia juga membuat suatu kampanye yang disebut dengan “Yuk Nabung Saham” yang ditujukan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mau memulai berinvestasi di pasar modal. BEI memperkenalkan kampanye tersebut pertama kali pada tanggal 12 November 2015, dan kampanye ini masih dilaksanakan sampai sekarang, dan pada tahun yang sama LQ-45 Index Futures diresmikan. Pada tahun 2016, Tick Size dan batas Autorejection kembali disesuaikan, IDX Channel diluncurkan, dan BEI pada tahun ini turut ikut serta menyukseskan kegiatan Amnesti Pajak serta meresmikan Go Public Information Center. Pada tahun 2017, IDX Incubator diresmikan, relaksasi marjin, dan peresmian Indonesia Securities Fund. Pada tahun 2018 lalu, Sistem Perdagangan dan New Data Center telah diperbaharui, launching Penyelesaian Transaksi T+2 (T+2 Settlement) dan Penambahan Tampilan Informasi Notasi Khusus pada kode Perusahaan Tercatat.[butuh rujukan] Tugas dan FungsiSeperti yang tertulis pada pasal 7 ayat (1) Undang Undang no 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mempunyai tugas menyelenggarakan perdagangan Efek secara teratur, wajar serta efisien merupakan suatu proses transaksi perdagangan yang dilakukan berdasarkan pada aturan yang jelas dan dilakukan secara konsisten. Harga dalam perdagangan Efek harus menunjukkan mekanisme pasar yang berdasarkan pada kekuatan permintaan dan penawaran. Perdagangan Efek yang efisien merupakan suatu perdagangan dimana para pihak yang mempunyai kepentingan pada Efek tersebut agar dapat melakukan ordernya secara mudah dan secara transparan, termasuk dalam penyelesaian transaksi yang cepat dan biaya yang murah. Dalam menyelenggarakan perdagangan Efek, Bursa Efek bukan tanpa kendala. Adanya proses globalisasi yang cepat dalam industri keuangan, eksposur risiko semakin kompleks merupakan konsekuensi dari adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta adanya inovasi financial yang telah menghasilkan berbagai produk-produk finansial yang rumit. Selain itu adanya konglomerasi dari lembaga-lembaga keuangan menjadi salah satu isu yang hangat untuk dibahas ditingkat domestik, tingkat regional, maupun tingkat global.[4] Mengingat bahwa transaksi perdagangan di Bursa Efek dilakukan oleh orang-orang yang tidak saling mengenal, oleh karena itu transaksi perdagangan yang terjadi di Bursa Efek sangat riskan terhadap adanya pelanggaran dan kejahatan. Dengan adanya hal tersebut maka Bursa Efek harus dapat melindungi kepentingan serta menumbuhkan kepercayaan para investor. Bertitik tolak dari kondisi tersebut, pemerintah seharusnya memberikan peran yang lebih besar melalui skema Self Regulatory Organization (SRO).SRO adalah organisasi privat yang bergerak dibidang industri, pembuat kebijakan atau fungsi-fungsi kepentingan publik di bawah pengawasan/supervisi dari regulator bursa. SRO biasanya merupakan kombinasi unik dari kepentingan privat dengan peran regulator pemerintah, yang diwujudkan melalui regulasi yang Efektif dan efisien bagi industri pasar modal yang kompleks dan dinamis.[6] International of Security Commisions Oganization (IOSCO) mengatakan bahwasanya SRO digunakan untuk dapat meningkatkan kapasitas dalam penerapan aturan dan untuk mendorong anggota bursa patuh terhadap regulasi yang ada. SRO dapat dijadikan sebagai pengawasan di pasar modal oleh para regulator. Dengan menerapkan SRO dapat tercipt pasar modal yang efisien dan dapat meningkatkan perekonomian. SRO mempunyai 3 fungsi, yaitu: (1) Sebagai pembuat aturan yakni yang merancang dan menetapkan peraturan dan pihak yang terlibat. (2) Sebagai pengawas yang mengawasi anggota serta yang bertugas untuk memonitor jalannya peraturan. (3) Sebagai penegak peraturan dengan cara menyelidiki pelangaran dan menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran tersebut.[8] Bursa Efek mempunyai kewajiban untuk melindungi kepentingan para investor melalui system atau sarana pendukung serta mengawasi kegiatan para anggota Bursa Efek Instrumen InvestasiKegiatan investasi dalam penanaman modal di mulai pada tahun 1967. Kegiatan ini diawali dengan terbitnya undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Kemudian pada tahun 1968 lahir undang-undang baru yaitu undang-undang nomor 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri. Lahirnya dua instrument hukum tersebut diharapkan agar para investor local dan investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya dengan berinvestasi di Indonesia.[10] Saat ini BEI mempunyai 42 indeks saham. Dari ke 42 indeks tersebut Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indeks yang mencerminkan pergerakan seluruh saham yang tercatat di papan utama dan papan pengembangan Bursa Efek Indonesia. Dalam bahasa Inggris IHSG disebut juga dengan Indonesia Composite Index, ICI, atau IDX Composite) adapun tujuan atau manfaat adanya indeks saham adalah dapat mengukur sentiment pasar, dapat dijadikan sebagai produk investasi pasif seperti pada Reksa Dana Indeks, ETF dan produk turunannya, dapat dijadikan sebagai Benchmark portofolio aktif, selain itu dapat dijadikan sebagai proksi dalam mengukur serta membuat return, risiko yang sistematis.[11] Dasar perhitungan IHSG pada tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai dasar 100 dan saham yang tercatat sebanyak 13 saham. Namun pada tanggal 1 April 1983 adalah untuk pertama kali IHSG dikenalkan sebagai indikator di BEJ. 1. Saham: Saham atau stock adalah salah satu produk yang paling popular di pasar modal. Masyarakat banyak yang memilih saham sebagai salah satu tempat investasi karena saham dapat memberikan keuntungan yang menarik.[12] 2. Obligasi atau yang disebut juga dengan surat utang adalah salah satu Efek yang tercatat di papan Bursa Efek. Obligasi atau surat utang jangka menengah, jangka panjang merupakan surat utang yang dapat dipindahtangankan.[13] 3. Reksadana adalah salah satu instrumen investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya para pemodal kecil dan pemodal yang tidak mempunyai banyak waktu serta keahlian dalam menghitung risiko investasi mereka.[14] 4. ETF merupakan reksa dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek.[15] Indeks sahamUntuk memberikan informasi yang lebih lengkap tentang perkembangan bursa kepada publik, BEI menyebarkan data pergerakan harga saham melalui media cetak dan elektronik. Satu indikator pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga saham. Saat ini, BEI mempunyai beberapa jenis indeks, ditambah dengan indeks sektoral[12] per 09 Mei 2019. Indeks-indeks tersebut adalah
Peran Bursa EfekBursa Efek berperan signifikan dalam kegiatan pasar modal. Bursa Efek bertangunggung jawab dalam menyediakan semua sarana perdagangan efek dan membuat peraturan yang berkaitan dengan kegiatan bursa. Bursa efek juga mendorong partisipasi masyarakat serta badan usaha dalam memenuhi pembiayaan nasional. Jika permintaan investasi tinggi, maka perusahaan akan meningkatkan jumlah penawaran saham kepada publik. Ini akan mendorong peningkatan aktivitas transaksi di pasar modal. Ditambah lagi, bursa efek juga bereran dalam menyediakan informasi perdagangan harian yaitu perubahan harga saham yang terjadi setiap harinya serta harga penutupan.[13] Landasan HukumBerdasarkan pada pasal 1 ayat (2) UU nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, anggota bursa efek perantara pedagang efek yang mempunyai ijin usaha dari OJK dimana kewenangan ini dahulu berada di tangan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) dan memiliki hak untuk menggunakan system dan /atau sarana di bursa efek sesuai peraturan yang berlaku. Hal tersebut disebutkan pada Angka 1 Peraturan III.A Lampiran Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep- 00184/BEI/12-2018 tentang Keanggotaan Bursa (selanjutnya disebut Peraturan BEI III.A) jo. Angka 1.1 Peraturan Nomor III.I Lampiran Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00022/BEI/02-2017 tentang Keanggotaan Margin dan Short Selling. Selain itu, karakteristik unik yang hanya dimiliki dari Bursa Efek adalah dapat bertindak sebagai anggota bursa juga sekaligus berposisi sebagai pemegang saham atau yang disebut dengan investor.[16] Bursa efek Indonesia bukan Badan Usaha Milik Negara karena para pihak pemegang saham di bursa efek adalah para anggota bursa. Berdasarkan Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN (Badan Usaha Milik Negara), BUMN merupakan badan usaha yang sebagian besar atau seluruh modal dimiliki oleh negara yang berasal dari kekayaan negara. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa unsur suatu perseroan dapat disebut sebagai BUMN apabila modal seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh negara dari kekayaan yang dipisahkan. Garis waktu
InsidenBom Bursa Efek JakartaPada 13 September 2000, area parkir bawah tanah Bursa Efek Indonesia (saat itu masih bernama Bursa Efek Jakarta) dibom oleh sekelompok teroris dengan menggunakan bom mobil. Ledakan bom tersebut mengakibatkan 15 orang tewas dan 90 orang luka-luka. Selasar runtuhPada tanggal 15 Januari 2018, sebuah selasar mezanin yang tergantung di lantai dua IDX runtuh dan menyebabkan 77 orang terluka. Sebagian besar yang terluka adalah mahasiswa yang mengunjungi gedung tersebut. Insiden terjadi sekitar pukul 12:10 WIB.[14] Lihat juga
Referensi
[1] Gilbert Josua Tulus Hartarto , Status Yuridis Bursa Efek Sebagai Pengatur Kegiatan Perdagangan Pasar Modal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 143-150 [2] Nasution, Y. S. J. (2015). Peranan Pasar Modal Dalam Perekonomian Negara. Human Falah, 2(1), 96. [3] https://www.idx.co.id/tentang-bei/sejarah-dan-milestone/ [4] Bapepam LK, (2010), Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank 2010-2014, Jakarta: Bapepam, hlm. 8 [5] J. Fred Wreston, (1990), Mergers, Restructuring, and Corporate Control, New Jersey: Prentice Hall, hlm. 531-532 [6] International Organization of Securities Commisions (IOSCO), (2007), Model for Effective Self Regulation,___: United Nations Conference on Trade & Development, hlm. 2 [7] John Carson, (2010), Self-Regulation in Securities Markets, Working Paper for World Bank Financial Sector Policy Group, World Bank, hlm 32 [8] Ibid hlm. 6 [9] Pasal 7 ayat (2) UU 8/1995 [10] H. Salim HS, Budi Sutrisno, Hukum investasi di Indonesia, Divisi Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2014, h. 1. [11] https://www.idx.co.id/produk/indeks/ diakses pada 29 Oktober 2021. [12] https://www.idx.co.id/produk/saham/ [13] https://www.idx.co.id/produk/surat-utang-obligasi/ [14] https://www.idx.co.id/produk/reksa-dana/ [15] https://www.idx.co.id/produk/exchange-traded-fund-etf/ [16] Rahmah, M. (2019). Hukum Pasar Modal. Kencana [17] Khairandy, R. (2013). Karakter Hukum Perusahaan Perseroan Dan Status Hukum Kekayaan Yang Dimilikinya. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 21(1), 81–97. [18] Ahmad Dwi Nuryanto, “Problem Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Berasal Dari Predicate Crime Perbankan”, Bestuur, volume 7. Nomor 1 (2019), h. 54. [19] Ferry Kiandi, “Perlindungan Hukum Dalam Transaksi Margin Trading Dan Short Sales Di Pasar Modal”, FH Universitas Sumatera Utara, 2014, h. 1–18. [20] Tavinayati, Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal Di Indonesia, Bandung:Sinar Grafika, 2009, h.171 [21] Soetiono, Kusumaningtuti S., 2016, Pasar Modal, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta. hlm 123 Pranala luar
|