Setelah Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai Wakil Presiden Indonesia pada hari Kamis, 21 Oktober 1999, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menghabiskan seluruh hari Jumat dan akhir pekannya dengan melakukan apa yang disebutnya sebagai "dagang sapi". Sebelum pemilihan, Gus Dur telah berbicara mengenai perlunya membentuk suatu kabinet persatuan nasional yang terdiri atas anggota-anggota yang berasal dari spektrum politik yang luas. Ide ini mungkin dapat terlaksana seandainya Gus Dur bebas memilih menteri-menterinya. Namun kenyataannya, hampir semua menteri di kabinet Gus Dur ini dipaksakan kepadanya.
Pada Senin, 25 Oktober 1999 pagi, Gus Dur berbicara dengan penuh harap mengenai kabinet yang sedang direncanakannya ini, sambil menyebutkan nama-nama mereka yang ia anggap terbaik dari 25 menterinya. Antara hari Senin pagi hingga hari diumumkannya susunan kabinet pada keesokan harinya, jumlah menjadi sepuluh orang lebih banyak, dan kebanyakan bukanlah orang-orang yang dipilih oleh Gus Dur sendiri. Pada waktu pengumuman, kabinet itu telah menjadi gabungan yang terlalu besar, yang terdiri dari berbagai kepentingan politik dan perorangan yang bukan saja berbeda akan tetapi saling berlawanan.
Dalam teori, memang Akbar Tanjung, Megawati Soekarnoputri, dan Amien Rais yang telah setuju untuk menjadi penjamin anggota-anggota partai mereka yang ikut dalam kabinet, dapat dimintai juga bagian pertanggungjawaban dan kedisiplinan mereka. Bahkan dalam suatu demokrasi yang telah matang, pengaturan seperti ini akan menimbulkan banyak tantangan. Di Indonesia, demokrasi bukanlah hasil evolusi masyarakat sipil dalam waktu yang lama, melainkan merupakan akibat dari kejatuhan yang tiba-tiba suatu rezim yang dekaden dan rapuh. Oleh karena itu, sangatlah naif untuk berharap bahwa aparat rezim yang baru saja muncul sebagai rezim demokrat dapat menunjukkan sikap tidak mementingkan diri sendiri, kematangan, dan profesionalisme yang diperlukan agar persatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang tampaknya tak mungkin bersatu itu dapat berjalan.
Namun demikian, masih ada menteri-menteri yang secara potensial memang baik. Misalnya saja orang-orang seperti mantan Ketua Komnas HAMMarzuki Darusman, yang kemudian menjadi Jaksa Agung, dan Kwik Kian Gie, seorang ahli ekonomi profesional dari PDI-P. Lalu ada lagi Laksamana Sukardi, yang dikenal sebagai bankir dengan reputasi terhormat. Demikian juga masuknya Alwi Shihab dan Khofifah Indar Parawansa dari PKB, masing-masing sebagai Menlu dan Menteri UPW tampaknya juga memberikan harapan. Akan tetapi, kabinet yang gemuk ini, yang terdiri dari 35 orang menteri, juga diisi oleh mereka yang berasal dari rezim terdahulu dan juga sejumlah orang tak dikenal yang kecakapannya juga meragukan.
Presiden Abdurrahman Wahid melakukan pergantian susunan Kabinet Persatuan Nasional pada 28 Agustus 2000 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234/M Tahun 2000.[20]
Galeri
Pelantikan
Kabinet Persatuan Nasional pada saat pertama kali pelantikan, 29 Oktober 1999.
^Wiranto diberhentikan karena pemeriksaan yuridis terhadap peranan dalam pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur masih berjalan. [1]Diarsipkan 2006-09-07 di Wayback Machine.
^Hamzah Haz mengundurkan diri atas keinginan sendiri.
^ abcPergantian ini terkait dengan meninggalnya Baharuddin Lopa di Riyadh, Arab Saudi.
^Gus Dur meminta Yusril Ihza Mahendra berhenti karena dianggap sudah tidak bisa bekerjasama lagi di kabinet. Sebelumnya Yusril secara terbuka telah mengusulkan kepada Presiden agar mengundurkan diri.
^ abLaksamana Sukardi dan Jusuf Kalla diberhentikan pada 24 April 2000 karena dianggap terlibat KKN.
^Nurmahmudi Ismail diberhentikan oleh presiden untuk lebih meningkatkan koordinasi dalam penyelenggaraan negara dan juga karena berbeda visi, berbeda dalam pengambilan keputusan, tidak mampu mengendalikan Partai Keadilan.
^Pada tanggal 3 Januari 2001, Ryaas Rasyid mengundurkan diri karena perbedaan visi dengan Presiden dan baru dikabulkan permohonannya pada tanggal 7 Februari 2001.
^Pada tanggal 4 Januari 2000, berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 4 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Sekretaris Kabinet sebagai Kepala Sekretariat Kabinet, diangkat Marsillam Simanjuntak sebagai Sekretaris Kabinet.