Hasil pemilu menunjukkan kandidat dengan mayoritas suara di masing-masing 33 provinsi di Indonesia. Mega-Prabowo: merah; SBY-Boediono: biru; JK-Wiranto: kuning.[1]
Berdasarkan pasal 8 dan pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden menjelaskan bahwa Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik. Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 50% jumlah provinsi di Indonesia. Dalam hal tidak ada pasangan calon yang perolehan suaranya memenuhi persyaratan tersebut, 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali dalam pemilihan umum (putaran kedua). Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat dalam pemilihan umum. Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 3 pasangan calon atau lebih, penentuan dari peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang. Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.
Calon
Kandidat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Setelah beroposisi selama lima tahun, Presiden ke-5 Indonesia periode 2001–2004 sekaligus mantan wakil presiden era Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri pada 2007 menyatakan kesediaannya untuk dicalonkan sebagai kandidat presiden.[4] Kemudian, dia diberi mandat oleh partainya, PDI-P untuk kembali berkontestasi dalam pemilihan presiden 2009.[5] Megawati merupakan peserta pilpres 2004 yang kalah saing dengan rivalnya yang juga mantan menteri di kabinetnya, Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 2009, SBY kembali menjadi rivalnya setelah ditetapkan maju sebagai kandidat presiden.[6] Beberapa nama diusulkan untuk menjadi pendamping bagi Megawati, salah satunya Sri Sultan Hamengkubuwono X dari Golkar.[7] Dari nama-nama yang ada, Prabowo Subianto dari Gerindra dipilih oleh Megawati sebagai pendampingnya. Prabowo merupakan peserta konvensi calon presiden dari Golkar untuk mencalonkan diri dalam pilpres 2004. Pada 2008, Prabowo diberi mandat sebagai calon presiden dari partainya.[8] Setelah berkoalisi dengan PDI-P, ia menjadi wakil bagi Megawati.[9] Kandidat ini mendeklarasikan pencalonannya pada 15 Mei 2009 di Jalan Teuku Umar, Jakarta.[10]
Kesepakatan koalisi tersebut diperkuat melalui Kesepakatan Batutulis yang menyepakati pengusungan Mega-Prabowo dalam kontestasi pilpres 2009.[11] Selain itu terdapat kesepakatan dalam kebutuhan kampanye hingga wewenang di pemerintahan. Pada butir terakhir terdapat pernyataan bahwa Megawati akan mendukung Prabowo dalam pencalonannya pada pilpres 2014. Akan tetapi, hal itu disanggah oleh politikus PDI-P, Sabam Sirait yang mengklaim pernyataan tersebut tidak termasuk ke dalam isi kesepakatan yang dimuat.[12] Dalam pernyataan resminya, PDI-P mengesahkan bahwa perjanjian tersebut tidak relevan mengingat pasangan calon ini kalah dari SBY-Boediono.[13]
Presiden petahana Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan dirinya mempertahankan kursi dengan maju sebagai calon presiden pada 2009.[14] Ia pun diusung oleh Partai Demokrat di rapat kerja nasional pada 26 April 2009.[15] Ini menjadi kedua kalinya SBY mencalonkan diri setelah kontestasi pertamanya pada 2004. Ia diusung oleh Demokrat yang berkoalisi dengan PKB, PAN, dan PKS. Meski awalnya tidak menominasikan SBY,[16] PKS akhirnya memberi dukungan kepada SBY-Boediono.[17] Sebelumnya, Hidayat Nur Wahid dari PKS didorong untuk menjadi pendamping bagi SBY.[18] Selain itu, nama Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie, Sri Mulyani, Boediono, dan Kuntoro Mangkusubroto turut masuk dalam bursa pencalonan.[19] Pada akhirnya, nama Hidayat tidak diumumkan, melainkan seorang ekonom yang menjabat Gubernur Bank Indonesia, Boediono sebagai wakilnya.[20] Bersamaan dengan itu, dideklarasikan pula kandidat SBY-Boediono pada 15 Mei 2009 di Bandung, Jawa Barat.[21] Saat deklarasi, SBY tampil mengenakan kemeja merah bersama dengan Boediono.
Pada hari Sabtu, 25 Juli2009, KPU menetapkan hasil rekapitulasi perolehan suara nasional Pilpres 2009 yang telah diselenggarakan pada 22 - 23 Juli2009. Hasil Pilpres 2009 berdasarkan penetapan tersebut adalah sebagai berikut.[3][22][23]
No.
Pasangan calon
Jumlah suara
Persentase suara
1
Megawati-Prabowo
32.548.105
26,79%
2
SBY-Boediono
73.874.562
60,80%
3
JK-Wiranto
15.081.814
12,41%
Jumlah
121.504.481
100,00%
Statistik
Jumlah suara sah
121.504.481
Jumlah suara tidak sah
6.479.174
Jumlah suara peserta
127.983.655
Jumlah suara pemilih
176.367.056
Sengketa
Pasangan JK-Wiranto dan Megawati-Prabowo mengajukan keberatan terhadap hasil rekapitulasi perolehan suara Pilpres 2009 yang telah ditetapkan KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK), masing-masing dengan perkara nomor 108/PHPU.B-VII/2009 dan 109/PHPU.B-VII/2009. Isi keberatan yang diajukan kedua pasangan antara lain sebagai berikut:[24]
Kekacauan masalah penyusunan dan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Regrouping dan/atau pengurangan jumlah TPS
Adanya kerjasama atau bantuan IFES
Adanya spanduk buatan KPU mengenai tata cara pencontrengan
Beredarnya formulir ilegal model “C-1 PPWP”
Adanya berbagai pelanggaran administratif maupun pidana
Adanya penambahan perolehan suara SBY-Boediono serta pengurangan suara Mega-Prabowo dan JK-Wiranto
KPU berikut KPUD seluruh Indonesia menjadi termohon dan Bawaslu serta pasangan SBY-Boediono menjadi pihak terkait. Sidang kedua perkara ini digabungkan oleh MK karena melihat adanya kesamaan pokok perkara. Persidangan terbuka dilaksanakan sebanyak 4 kali yaitu pada tanggal 4 Agustus2009 (pemeriksaan perkara[25][26]), 5 Agustus2009 (mendengar keterangan termohon, pihak terkait, keterangan saksi, dan pembuktian[27][27][28]), dan 6-7 Agustus2009 (pembuktian[29][30]). Pada tanggal 12 Agustus2009, majelis hakim konstitusi membacakan putusannya, dimana dalam amar putusan menyatakan bahwa permohonan ditolak seluruhnya. Putusan ini diambil secara bulat oleh seluruh hakim konstitusi, tanpa dissenting opinion.[31]
Penetapan
Wikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Setelah keluarnya putusan MK tersebut, pada 18 Agustus2009, KPU menetapkan SBY-Boediono sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2009-2014.[32] Penetapan ini kemudian diikuti dengan ucapan selamat dari para calon presiden dan wakil presiden peserta Pilpres 2009 lainnya.[33][34] Dalam pidato penerimaannya, SBY mengatakan bahwa Megawati, Prabowo, JK, dan Wiranto sebagai putra-putri terbaik bangsa yang telah memberikan yang terbaik kepada demokrasi di Indonesia dan mengharapkan pengabdian mereka tidak akan mengenal batas akhir dan akan terus berlanjut.[35][36]
Pelantikan
Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Periode 2009-2014 berlangsung hari Selasa, 20 Oktober 2009 pukul 10.00 WIB di Gedung Nusantara, Senayan dalam Sidang Paripurna MPR RI. Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono selaku Presiden dan Wakil Presiden terpilih mengucapkan Sumpah/Janjinya di depan Pimpinan dan Anggota MPR. Jumlah Anggota MPR RI yang hadir sejumlah 647 orang dari 692 orang.
Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dihadiri oleh para undangan terdiri dari para kepala Negara sahabat, para pimpinan lembaga Negara, Utusan khusus negara sahabat, mantan wakil Presiden Jusuf Kalla, mantan Presiden BJ Habibie hingga wartawan dari berbagai media tidak ketinggalan meliput acara besar ini.
Sidang dibuka dengan pidato pembuka dari Ketua MPR RI Taufiq Kiemas dilanjutkan dengan pembacaan keputusan KPU mengenai penetapan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin.
Sidang dilanjutkan dengan pembacaan Sumpah/Janji Presiden diikuti dengan pembacaan Sumpah/Janji Wakil Presiden. Presiden dan Wakil Presiden terpilih kemudian bersama-sama melakukan penandatangan Berita Acara Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden beserta seluruh Pimpinan MPR RI yang dilanjutkan dengan penyerahan Berita Acara Pelantikan kepada Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua MPR RI Taufiq Kiemas.
Ketua MPR RI memberikan sambutan ucapan selamat kepada Presiden dan Wakil Presiden dilanjutkan pidato dari Presiden terpilih. Sidang Paripurna ditutup dengan pembacaan doa oleh Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari.[37]
Kampanye
Kampanye Pilpres 2009 diselenggarakan pada 2 Juni hingga 4 Juli2009 dalam bentuk rapat umum dan debat calon (sebelumnya dijadwalkan pada 12 Juni hingga 4 Juli2009).[38] Materi kampanye meliputi visi, misi, dan program pasangan calon. Kampanye dalam bentuk rapat umum berlangsung selama 24 hari dalam 3 putaran, mulai dari 11 Juni hingga 4 Juli2009. Pada setiap putaran, setiap pasangan calon mendapatkan jatah 8 kali rapat umum di setiap provinsi.[39]
Dana kampanye
Rincian dana kampanye masing-masing pasangan calon peserta Pilpres 2009 yang telah diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan oleh KPU pada 17 September2009 adalah sebagai berikut:[40][41][42]
Megawati-Prabowo
SBY-Boediono
JK-Wiranto
Penerimaan
260.241.836.363
232.770.456.232
83.327.864.390
Pengeluaran
260.140.836.562
232.578.847.237
83.307.140.408
Saldo akhir
100.999.744
191.608.995
20.723.982
Debat calon
Debat calon presiden diselenggarakan sebanyak 3 kali, sedangkan debat calon wakil presiden diselenggarakan sebanyak 2 kali. Total alokasi waktu untuk setiap debat adalah 2 jam, dengan konten debat 90 menit yang terdiri dari pemaparan visi, misi, dan program calon selama 7 hingga 10 menit, pertanyaan oleh moderator dan jawaban calon selama 30 menit, pertanyaan oleh moderator dan jawaban calon serta tanggapan calon lain selama 30 menit, serta pernyataan penutup dari masing-masing calon selama 5 menit.[43] Setiap debat diselenggarakan oleh stasiun televisi nasional yang telah ditentukan oleh KPU. Berikut adalah rincian debat capres dan cawapres Pilpres 2009.[39][44]
Waktu
Peserta
Materi
Moderator
Stasiun TV penyelenggara
Kamis, 18 Juni 2009
Capres
Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih serta Menegakkan Supremasi Hukum
Sebagai bagian dari dukungan kepada SBY-Boediono, Denny J.A., Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI)[45] dan Lembaga Studi Demokrasi (LSD), mengumumkan memimpin gerakan "Pilpres Satu Putaran Saja".[46] Hal ini memicu protes dari kedua pasangan calon pesaing yang selama ini mengharapkan pilpres dapat berlangsung dalam dua putaran agar dapat mengalahkan SBY-Boediono yang dalam berbagai hasil survei hampir selalu memperoleh dukungan di atas 50%. Meresponnya, JK menyatakan bahwa ia optimis JK-Wiranto juga punya peluang untuk menang dalam satu putaran,[47] sementara Prabowo mengatakan bahwa pilpres satu putaran boleh saja dilakukan asalkan dilaksanakan secara demokratis.[48]Din Syamsudin, Ketua Umum PP Muhammadiyah yang secara terbuka menyatakan dukungannya kepada JK-Wiranto, mengatakan bahwa ia kecewa pada tim kampanye capres tertentu yang menyerukan pilpres satu putaran, apalagi ada salah satu lembaga survei mendukung wacana tersebut. Ia juga mewanti-wanti agar jangan sampai ada orang KPU yang ikut menyuarakan hal tersebut, apalagi dengan alasan dana.[49] Dalam debat capres putaran terakhir pada tanggal 2 Juli 2009, JK menanyakan kepada SBY mengenai keberadaan iklan-iklan kampanye pilpres satu putaran yang dianggapnya sebagai tidak demokratis.[50] SBY membalas dengan menyatakan bahwa iklan-iklan pilpres satu putaran bukan merupakan iklan resmi yang dikeluarkan oleh tim kampanyenya, sehingga JK pun kembali mempertanyakan legalitas dari iklan-iklan kampanye tersebut.[51][52][53] Denny J.A. sendiri membenarkan bahwa iklan tersebut bukan merupakan bagian dari iklan resmi tim kampanye SBY, tetapi ia menolak untuk dikatakan sebagai iklan kampanye ilegal karena menurutnya masih merupakan hak setiap warga negara untuk menyatakan pendapatnya meskipun dilaksanakan pada saat masa kampanye pilpres.[54] Sementara Syamsudin Haris, pengamat politik LIPI berpendapat (dan demikian pula bila menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres) bahwa Kampanye "Pilpres Satu Putaran Saja" akan menjadi kampanye ilegal karena adanya pernyataan resmi dari SBY karena dalam setiap material kampanye pilpres harus terlebih dahulu disetujui oleh para kandidat karena adanya kepentingan mereka, sehingga setiap material kampanye tanpa persetujuan kandidat dapat disebut sebagai kampanye ilegal.[55][56] Megawati sendiri mendukung pendapat tersebut dan menyayangkan sikap SBY yang tidak segera menarik iklannya.[57]
Sebuah kampanye gelap atau kampanye hitam berawal pada kampanye JK-Wiranto di Sumatera Utara (telah dibantah oleh Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto sebagai bukan bagian dari kampanyenya serta mengatakan berasal dari pihak pendukung kandidat lain [58]) beredar selebaran yang berisi fotokopi wawancara dengan Presiden Ikhwanul Muslimin Indonesia (IMI)Habib Husein Al Habsyi pada Tabloid Monitor[59] dalam rangkaian artikel antara lain Apa PKS Tidak Tahu Istri Boediono Katolik ?[60] hal ini dibantah pula oleh pihak PKS dengan mengatakan bahwa Boediono dan Herawati adalah murid ngaji dari salah satu kader PKS [61] yang kemudian malahan beredar secara luas di masyarakat bahkan selebaran kampanye gelap ini menyebar hampir sampai disemua pelosok Sumenep, Madura dan menurut KetuaDPDPKS Kabupaten Sumenep, Moh Readi bahwa "selebaran yang isinya mengkafirkan seseorang sangat tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Sebab, yang mengkafirkan orang berarti yang bersangkutan yang tergolong orang-orang kafir."[62] dan Hal ini pun kemudian menjadi polemik antara Rizal Mallarangeng, sebagai bagian dari Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono, dengan Jusuf Kalla.[63] membuat KPU kembali meminta kepada para peserta pemilu berikut para pendukungnya agar seharusnya kampanye dimanfaatkan oleh pasangan para calon presiden dan wakil presiden untuk menyampaikan visi, misi, dan program kerja bukannya menjadi melakukan politisasi agama atau memecah belah bangsa dengan masalah sara.[64] sehubung sering adanya isu-isu yang melanda para istri pasangan para calon presiden dan wakil presiden, ketua MPR Hidayat Nurwahid ikut mengatakan "Kita Mau Pilih Capres-Cawapres atau Istrinya ?" kemudian ditambahkan bahwa "mengapa tidak sekalian anak capres-cawapres saja yang dijadikan isu, kita jangan mengembangkan isu (hanya, red) di lingkungan istri. bagaimana kalau dikembangkan (sampai, red) anak-anaknya, capres mana yang anaknya berjilbab ? Jawabannya adalah tidak ada (yang berjilbab, red)" [65]
Survei yang pada umumnya dipergunakan untuk keperluan penelitian dalam kampanye pilpres 2009 mendapat tuduhan digunakan sebagai alat kampanye agar terjadi pilpres satu putaran [66][67][68] bahkan pada tanggal 11 Juni2009 anggota KPUI Gusti Putu Artha mengatakan bahwa "Ruang publik kacau, terjadi informasi yang beda luar biasa" (KPU Sayangkan Kekisruhan Hasil Survei) dan Johan O Silalahi mengatakan bahwa "Kalau Pilpres berlangsung satu putaran saya berani menutup lembaga saya. Tapi kalau nanti Pilpresnya dua putaran mereka juga (LSI) harus berani menutup lembaga mereka" [69]
Survei dilakukan untuk mengetahui preferensi publik terhadap (bakal) (pasangan) calon presiden. Berikut adalah sejumlah hasil survei yang dilakukan sebelum hari pemungutan suara Pilpres 2009.
Penyelenggara dan metode
Waktu
Hasil
Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis[71] Metode: Survei kuantitatif Sampel: 2.600 Batas kesalahan: Tidak disebutkan
SBY-Boediono 67,1%, Megawati-Prabowo 11,8%, JK-Wiranto 6,7%, belum tahu 13%, tidak memilih 1,6%
Pusat Kajian Strategi Pembangunan Sosial Politik FISIP UI[78] Metode: Survei kualitatif dengan wawancara secara mendalam Sampel: 100 orang tokoh masyarakat Batas kesalahan: Tidak ada
Hitung cepat dilakukan untuk mengetahui hasil Pilpres 2009 secara cepat. Hasilnya diketahui hanya beberapa jam setelah berakhirnya waktu pemungutan suara. Berikut adalah hasil hitung cepat pemungutan suara Pilpres 2009 yang dilakukan oleh beberapa lembaga, dimana seluruhnya menghasilkan SBY-Boediono sebagai pemenang dengan persentase suara sekitar 60%.[86][87] Hasil resmi dari KPU disertakan untuk perbandingan.
^"Gerindra Usung Prabowo Capres 2009". Okezone. Jakarta. 16 Oktober 2008. Diakses tanggal 22 Desember 2023.Lebih dari satu parameter |website= dan |work= yang digunakan (bantuan)
^"SBY Siap Maju dalam Pilpres 2009". Okezone. Jakarta. 28 September 2008. Diakses tanggal 22 Desember 2023.Lebih dari satu parameter |website= dan |work= yang digunakan (bantuan)
^"SBY Resmi Capres Partai Demokrat". Kompas. Jakarta. 28 September 2008. Diakses tanggal 22 Desember 2023.Lebih dari satu parameter |website= dan |work= yang digunakan (bantuan)
^Zaky Al-Yamani (26 Oktober 2008). "PKS Tak Calonkan SBY Sebagai Capres". Viva. Diakses tanggal 22 Desember 2023.Lebih dari satu parameter |website= dan |work= yang digunakan (bantuan)
^"SBY-Hidayat Belum Final". Kompas. Tangerang. 4 April 2009. Diakses tanggal 22 Desember 2023.Lebih dari satu parameter |website= dan |work= yang digunakan (bantuan)
^"Ini Dia, 6 Cawapres SBY!". Kompas. Jakarta. 30 April 2009. Diakses tanggal 22 Desember 2023.Lebih dari satu parameter |website= dan |work= yang digunakan (bantuan)
^Bahri, Nina (2007-11-06). "Indonesia's 2009 election candidates". SCTV/MediaScrape. Diakses tanggal 2007-12-13.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)