Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau Ketua DPR RI adalah salah satu dari lima pimpinanDewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipilih dari dan oleh anggota DPR. Berdasarkan Pasal 86 UU Nomor 17 Tahun 2014, pimpinan DPR bertugas untuk:[1]
memimpin sidang DPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan;
menyusun rencana kerja pimpinan;
melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPR;
menjadi juru bicara DPR;
melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPR;
mewakili DPR dalam berhubungan dengan lembaga negara lainnya;
mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaga negara lainnya sesuai dengan keputusan DPR;
mewakili DPR di pengadilan;
melaksanakan keputusan DPR berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menyusun rencana anggaran DPR bersama Badan Urusan Rumah Tangga yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna; dan
menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan untuk itu.
Setelah pemilu tahun 1971 dan terbentuk lembaga kenegaraan MPR/DPR, mulai dikenal seorang ketua dan beberapa wakil ketua MPR/DPR. Jadi, ketua MPR juga merangkap sebagai ketua DPR. Tetapi, semenjak pemilu 1999, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan. Jadi sejak 1999, MPR dipimpin oleh seorang ketua dan wakil ketua, serta DPR juga dipimpin oleh seorang ketua dengan beberapa wakil ketua.
^Pada tahun 1949 ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat maka posisi ini berubah nama menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Serikat (DPRS); setelah kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1950, namanya berubah kembali menjadi Ketua DPR
^Pada tahun 1960, setelah Dekrit Presiden 1959 dicanangkan maka posisi ini berubah menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Serikat Gotong Royong (DPR-GR). Ketua DPR-GR pada masa ini tidak menjadi lembaga legislatif, akan tetapi berada di bawah kekuasaan eksekutif, yaitu Presiden Republik Indonesia
^Setya Novanto mengundurkan diri setelah divonis dalam kasus permintaan saham PT. Freeport Indonesia. Kasus ini berawal dari beredarnya rekaman pembicaraannya dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Ma’roef Sjamsoeddin, dan pengusaha M. Riza Chalid.
^Fadli Zon ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Ketua DPR dalam rapat pimpinan tertutup setelah pengunduran diri Novanto. Penunjukan Fadli Zon sebagai ketua sementara ini diatur dalam Pasal 87 ayat (3) Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang menyebutkan "salah seorang di
antara pimpinan [...] melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan yang definitif".
^Tirta, Nyak Wali Alfa (1985). Mr. Sartono: karya dan pengabdiannya. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional - Direktorat Sejarah Tradisional - Direktorat Jenderal Kebudayaan - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. 109.
^Poesponegoro, Marwati Djoened; Notosusanto, Nugroho (1985). Sejarah Nasional Indonesia IV: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 422. ISBN9794074128.
^ abJunaedi, Didi (Januari 2014). Pahlawan-Pahlawan Indonesia Sepanjang Masa. Jakarta: Indonesia Tera. hlm. 20-21, 119-120. ISBN9797752119.
^Said, Julinar (1 Desember 1995). Ensiklopedi Pahlawan Indonesia. Jakarta: Direktorat Sejarah Tradisional - Direktorat Jenderal Kebudayaan - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. 32.
^Madinier, Remy (2015). Islam and Politics in Indonesia: The Masyumi Party Between Democracy and Integralism [Islam dan Politik di Indonesia: Partai Masyumi di antara Demokrasi dan Integralisme] (dalam bahasa Bahasa Inggris). Singapura: National University of Singapore. hlm. 95. ISBN9789971698430.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^Pakpahan, Mochtar (1994). DPR RI semasa Orde Baru: Tinjauan analitis anggota DPR RI masa kerja 1982-1987. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hlm. 100. ISBN9789971698430.
^University of Sydney. Dept. of Indonesian and Malayan Studies (1973). Review of Indonesian and Malayan Affairs (dalam bahasa Bahasa Inggris). Sydney: University of Sydney dan University of Michigan. hlm. 42.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^Saifuddin, Fahmi D. (1991). Kembali ke pesantren: kenangan 70 tahun K.H. Achmad Sjaichu. Jakarta: Yayasan Islam al Hamidiyah.
^MPR/DPR RI (1997). Parlementaria: Majalah bulanan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Volume 29. Jakarta: Bagian Hubungan Masyarakat DPR-RI. hlm. 5, 34, 46.
^Masuhara, Ayako (2015). The End of Personal Rule in Indonesia: Golkar and the Transformation of the Suharto Regime (Kyoto Area Studies on Asia). Kyoto: Kyoto University Press. hlm. 120, 131-133.