Pemilihan presiden Indonesia 1998 adalah suatu pemungutan suara untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 1998–2003. Secara tradisi, Golongan Karya sebagai fraksi dengan kursi terbanyak di Majelis Permusyawaratan Rakyat sejak 1971 mengusung Soeharto sebagai calon presiden. Alhasil, Soeharto kembali mempertahankan kursi kekuasaan dan dilaksanakan pelantikan pada 10 Maret 1998.
Latar belakang
Menjelang pemilihan presiden 1998, sosok Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menjadi simbol perlawanan terhadap rezim Orde Baru. Kondisi ini kemudian menyebabkan terjadinya konflik internal di PDI, hingga terjadinya Peristiwa Kudatuli pada 27 Juli 1996. Kerusuhan ini terjadi karena kelompok pro-Megawati menguasai kantor utama DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Kelompok yang mengaku sebagai pendukung Soerjadi, kemudian menyerang dan berusaha menguasai DPP PDI. Setelah peristiwa tersebut, perlawanan terhadap Soeharto semakin masif. Pendukung PDI yang kemudian bergabung dengan pendukung Partai Persatuan Pembangunan merasa jenuh dengan kepemimpinan Soeharto menggaungkan Mega-Bintang pada pemilihan umum 1997.
Namun, upaya ini gagal setelah Golongan Karya berhasil memenangkan pemilihan umum 1997. Setelah itu, Soeharto juga kembali terpilih sebagai presiden dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Maret 1998 yang membuat perlawanan semakin masif. Mahasiswa kemudian melakukan Aksi Demonstrasi di Jakarta, Surakarta dan Medan. Alhasil, Tekanan Internasional maupun dalam negeri membuat Pengunduran diri Soeharto sebagai presiden pada Mei 1998
^Jumlah anggota MPR adalah hasil dari penjumlahan Anggota DPR, yaitu 500 anggota dan Anggota Fraksi Urusan Daerah sebanyak 149 anggota, yang berlaku dari 1988-1998.
^Jumlah untuk menyetujui calon presiden agar menjadi presiden adalah 2/3 anggota dari seluruh anggota